25. Deeva dan Alan

5.4K 446 19
                                    

"Loh, anak Ibu kenapa?" Atikah menghampiri Deeva yang masuk rumah dalam keadaan sedang menangis.

Sementara Deeva masih berusaha menghapus sisa air matanya. "Dee nggak kenapa-kenapa kok, Bu."

Atikah memegang kedua bahu Deeva. "Masa nggak kenapa-kenapa nangis. Ada yang nyakitin kamu? Siapa? Bilang sama Ibu."

Deeva menggeleng keras. "Nggak ada. Ini tuh cuma kelilipan." Gadis itu masih terus mengusap matanya pelan.

"Oh, Ibu tau. Pasti gara-gara Bang Aldo lupa jemput kamu ya? Jadi kamu harus naik angkot, makanya kamu pulang lama."

Daripada Atikah tahu yang sebenarnya, lebih baik Deeva mengangguk. "Dee tadi udah nungguin Bang Aldo lama banget."

"Assalamu'alaikum."

Keduanya langsung menoleh begitu muncul suara dari ambang pintu.

"Ini lagi anak SMP pulangnya sore mulu."

Zibran mencium punggung tangan Atikah. "Iban kan ketua OSIS, Bu. Kakak kenapa?" Anak laki-laki itu melirik ke arah Deeva yang sudah tak mengeluarkan air mata lagi, tapi sangat terlihat jelas kalau dia habis menangis.

"Pelakunya Abang kamu lah. Siapa lagi? Seharusnya kalo Aldo nggak bisa jemput tuh bilang. Kan kasihan Deeva." Atikah menggerutu pelan. "Yaudah, kamu mandi dulu sana, abis itu makan."

Deeva mengangguk. Gadis itu berjalan meninggalkan Atikah dan Zibran di lantai dasar.

"Masa sih Kakak nangis gara-gara Bang Aldo lupa jemput? Kok lebay amat."

Atikah langsung memukul lengan Zibran begitu anak laki-laki itu mencibir Kakaknya sendiri. "Kamu juga mandi, Ban. Abis itu makan."

Zibran meringis sambil menatap Atikah malas. Lalu anak laki-laki itu berjalan memasuki kamarnya yang terletak di sebelah kamar Deeva.

---

Deeva menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang kejadian saat di sekolah tadi. Rion memang tak mungkin ingin bertemu dengannya setelah apa yang dilakukan gadis itu. Mungkin benar kalau ternyata ponsel Rion dibajak temannya. Tapi entah kenapa kenyataan itu membuatnya kesal, marah dan kecewa. Apa maksud teman Rion mengerjainya seperti itu?

Menghela napas, Deeva melangkah ke luar kamarnya. Meskipun sedang sedih, tapi Deeva juga perlu asupan. Dia sangat lapar. Langkahnya membawa gadis itu ke ruang makan di rumahnya yang sudah ada Zibran dan Atikah.

"Kalian makan duluan aja ya? Ayah sama Abang pulang malem banget."

Deeva mengangguk, lalu duduk di samping Zibran. "Ambilin ayam!" Perintahnya.

Sementara Zibran yang asik makan sama sekali tak menghiraukan perkataan Deeva.

"Ban, ambilin ayam!"

Zibran menggeleng. "Iban lagi makan. Ambil sendiri aja."

"Kan deketan sama Iban ayamnya. Cepetan ambilin."

"Kakak kan punya tangan, ambil sendiri aja."

Deeva langsung membanting sendok dan garpunya ke piring yang menghasilkan bunyi berisik. Membuat Atikah dan Zibran terkesiap. "Dee nggak jadi makan." Gadis itu berjalan ke kamarnya.

Sementara Zibran dan Atikah saling pandang. Keduanya sama-sama bingung dengan sikap Deeva yang sensitif hari ini. Tak pernah Deeva bersikap tak sopan seperti itu kepada orang lain, terlebih keluarganya sendiri. Tapi ini nyatanya....

"Tuh kan, Iban yakin kalo ini bukan karena Bang Aldo."

Atikah mengangguk. "Minta maaf sana. Suruh Kakak kamu makan. Kalo nggak, bawa makanannya ke kamar."

"Kenapa Iban? Ibu aja. Iban lagi makan."

Atikah menatap anak ketiganya dengan tajam. "Kamu berani nyuruh-nyuruh Ibu?"

Zibran melengos, tapi anak itu menurut juga. Dia menyendokkan nasi dan beberapa lauk ke atas piring. Lalu membawanya menuju kamar Deeva. Tapi sebelum itu, Zibran menatap ayamnya sedih. "Nanti kita lanjut lagi ya, Yam."

---

Deeva menekan tombol ponselnya asal, lalu membuangnya ke sembarang tempat. Beruntung jatuhnya di atas karpet berwarna cokelat tepat di bawa tempat tidurnya. Deeva juga meninju-ninju bantal gulingnya sendiri, lalu membuangnya asal. Setelah itu, Deeva mengacak rambutnya kesal.

Bunyi ketukan pintu menghentikan aktivitas gila Deeva di dalam kamar. "Siapa?"

"Iban. Iban bawa makanan buat Kakak. Kata Ibu, Kakak harus makan. Buka pintunya"

Deeva mendengus. "Nggak laper."

"Nanti Ibu marah-marah kalo Kakak nggak makan. Marahnya ke Iban lagi. Udah cepetan bukan pintunya."

Meski kesal, tapi Deeva membuka pintu kamarnya juga. Langsung saja Zibran menyodorkan piring yang berisi makanan. "Makasih."

"Iya." Zibran berbalik, lalu berlari menuju ruang makan. Mungkin menyelesaikan urusannya dengan ayam tadi.

Sementara Deeva menutup pintu kamar. Meski sudh tak lapar lagi, tapi gadis itu makan juga.

ALTERIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang