Jangan lupa baca note gue di paling bawah :)
Alarm sudah berbunyi sebanyak sepuluh kali setiap sepuluh menit. Tapi, pemilik kamar bernuansa putih ini sepertinya enggan bangun. Sama sekali tidak terganggu dengan suara bising yang muncul setiap sepuluh menit. Tubuhnya masih bergelung dengan selimut dengan mata yang masih terpejam. Ini sudah setahun setelah hari kelulusannya. Dan sampai sekarang, dia belum dapat pekerjaan. Ralat, belum ingin bekerja apa pun.
Ponselnya berdering pendek tanda adanya pesan masuk. Tapi, hal itu sama sekali tidak membuat posisi tidurnya berubah. Wanita berusia hampir dua puluh empat tahun itu masih berkutat dengan mimpi indahnya, meski jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang.
Pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan wajah garang seperti biasa. "Ya ampun, anak gadis belom bangun juga jam segini," ujarnya. Wanita yang biasa dipanggil Ibu oleh pemilik kamar itu menyibak selimut yang menutupi tubuh putrinya, kemudian menyibak gorden kamar hingga cahaya matahari masuk.
Deeva menggeliat, kemudian menutup matanya dengan bantal. "Ibu," ujarnya kesal.
"Bangun, pengangguran. Mau sampe kapan kamu tidur terus?" Ibunya menarik bantal yang menutupi wajah putrinya. "Ayo, bangun!"
"Ibu," ujarnya lagi. Deeva berusaha menggapai bantal yang direbut Ibunya tadi dengan mata terpejam.
"Mandi dan cari kerja." Atikah menarik tangan Deeva hingga gadis itu terduduk. "Cepetan, Deeva."
"Iya, iya," ujarnya lalu bangun. Wanita itu berjalan ke kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya dengan gerakan malas.
"Abis itu cari kerja!" teriak Ibunya.
"Iya, Ibu."
---
Deeva duduk di sebuah bangku taman sambil membaca koran lowongan pekerjaan. Dia baru saja mencoret satu nama perusahaan dengan sepidol hitam yang dibawanya dari rumah.
"Ah." Wanita itu meregangkan otot-ototnya yang mulai pegal karena habis berjalan. Tangannya menyusuri satu per satu nama perusahaan yang dekat dari tempatnya duduk saat ini. Dia akan mencoba melamar pekerjaan, meski awalnya tidak ingin. Entahlah, dia lebih senang jadi pengangguran.
Tangannya beralih pada segelas minuman dingin yang dibelinya sebelum berakhir di sini. Cuaca yang panas benar-benar membuatnya haus. Apalagi, dia sudah berjalan sejauh setengah kilometer di bawah teriknya matahari.
Deeva mengecek ponselnya yang sejak bangun tidur belum diperiksa sama sekali. Ada lima pesan masuk dari Rizqiana dan tiga pesan masuk dari Ayu. Dia menyampirkan rambutnya ke belakang telinga, hingga sebagian poninya mengikuti.
Rizqiana Dwi: Lo ke rumah sakit lagi ga?
Rizqiana Dwi: Woy, gue di RS nih
Rizqiana Dwi: Haloha
Rizqiana Dwi: Wah, masih tidur nih
Rizqiana Dwi: Woy kebo
Dan sisanya pesan dari Ayu yang menanyakan hal yang sama. Ah, dia lupa kalau harus ke rumah sakit hari ini. Kakak Ayu baru saja melahirkan anak keduanya kemarin. Dia sudah diberi kabar. Rencananya, mereka akan ke rumah sakit bertiga. Tapi, karena terlalu asik tidur, Deeva jadi lupa.
Dia memasukkan ponselnya ke dalam tasnya setelah mengetik pesan pada Rizqiana bahwa dia akan ke rumah sakit sekarang.
---
Pendingin dari rumah sakit langsung menyambut Deeva begitu dia masuk. Langkahnya yang ringan menuntunnya menyusuri koridor rumah sakit yang sepi untuk sampai ke ruangan yang ditujunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter