Jika pengakuan menciptakan jarak, diam adalah jalan yang terbaik. Meski tak bisa mengungkapkan, asalkan dia tetap berada di sampingmu, itu bukan masalah.
---
Deeva Zevanna. Gadis itu masih bergeming di tempat duduknya meski bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.
Deeva masih diam, menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipikirkannya, yang jelas dia tak ingin pulang. Kemana pun, asal bukan ke rumahnya. Rumah adalah tempat terakhir yang akan dia tuju saat ini.
Entah kenapa, ada salah satu ruang yang hampa di dalam hatinya setelah pengakuan Rion. Gadis itu akan menduga, setelah ini Rion pasti menjauhinya. Dan itu membuatnya takut. Rion, teman terbaik yang dia punya sudah tak akan menjadi Rion yang dulu lagi. Laki-laki itu pasti akan berubah.
Deeva tersentak saat ponselnya yang terletak di atas meja bergetar. Gadis itu sempat melirik siapa yang menelefonnya, setelah itu kembali menatap ke depan. Sama sekali tak berniat mengangkat telefon dari Rio.
Deeva masih ingin berada di sekolah. Diam, hingga orang-orang mencari keberadaannya dan entah kenapa Deeva ingin Rion mengkhawatirkannya.
---
Adam mengangkat tangannya. "Mau nanya dong, menurut kalian hukum di Indonesia ini gimana? Kenapa koruptor itu hukumannya lebih ringan dari orang yang cuma nyuri pisang setandan?"
Enam orang di depan sana saling berbisik, mungkin sedang berdiskusi.
"Ayo, kelompok 3 jawab. Ibu mau Donny aja yang jawab." Bu Eliya menatap Donny yang sedang memainkan ponselnya.
Deeva berdecak, bukannya membantu teman-temannya presentasi Donny malah main hp, pikirnya.
Ayu mendorong tubuh Donny hingga sedikit maju di depannya. "Gece jawab!"
"Jadi gini, menurut gue-"
"Eh, bahasa Indonesianya yang bener dong." Bu Eliya menatap Donny tajam. Yang ditatap seperti itu kembali melanjutkan kalimatnya.
"Menurut aku-"
Suara hening bergantikan dengan gelak tawa seluruh siswa yang berada di dalam kelas. Menurut mereka, kalimat yang dilontarkan Donny menjijikan.
"Najis! Sok imut banget, lo." Elizabeth berteriak lantang, membuat Donny memutar bola mata malas.
"'Aku'-nya biasa aja dong, nggak usah di imutin gitu, jijik gue. Kalo yang ngomong cowok ganteng sih, nggak masalah. Lah ini, lo? Bisa muntah paku gue." Nida pun berteriak lantang. Bu Eliya hanya menggelengkan kepala. Deeva tahu kalau gurunya itu sedang menahan tawa, dilihat dari ekspresi wajahnya. Sedangkan Ayu yang berada di depan sana menutup wajahnya malu. Mengasihani dirinya sendiri yang satu kelompok dengan Donny.
For: Rion
Kak?
Lama, Deeva menunggu. Tapi tak ada balasan apapun dari Rion. Laki-laki itu bahkan sudah tak pernah mengganggunya dengan pesan singkat ataupun telefon tak bermutu yang selalu mampir di ponselnya setiap hari.
Ini yang Deeva takutkan sejak kemarin setelah pengakuan Rion. Laki-laki itu pasti akan menciptakan jarak dengannya sejauh mungkin. Deeva sadar, dia mulai merindukan Rion.
Gadis itu selalu berbohong pada dirinya sendiri kalau dia tak membutuhkan Rion. Tapi pada kenyataannya, Deeva membutuhkan laki-laki itu di sampingnya. Mengganggunya hingga membuatnya kesal. Hari-harinya terasa sepi saat Rion tak pernah mengganggunya lagi.
Kemarin, Deeva pulang ke rumah pukul 20.00. Ibunya sempat menanyakan banyak hal tentang Deeva yang pulang semalam itu, tapi gadis itu menjawabnya dengan alasan kerja kelompok. Ponselnya mati dan tak sempat memberi kabar. Rio juga selalu menghubunginya yang tak pernah digubris oleh gadis itu. Entah kenapa, Deeva sama sekali tak berminat mendengar suara Rio. Gadis itu ingin bertemu Rion istirahat nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/54724898-288-k97444.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Подростковая литература"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter