18. Backstreet

12.2K 563 42
                                    

Aku dan kamu saling diam. Diam-diam berhubungan...

"Lo yakin?" Kali ini Rio merasa tak percaya dengan apa yang telah didengarnya. Laki-laki itu selalu mencoba fokus setiap kali lamunan itu muncul begitu Deeva menyelesaikan kalimatnya.

"Yakin. Tapi, lo jangan kecewain gue. Kita gak bisa sakitin hati kak Dessy kayak gini. Cepat atau lambat, dia harus tau semuanya. Dan gue mau, dia tau dari mulut lo sendiri." Gadis itu mempererat cengkramannya pada jaket Rio. Berulangkali meyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang dilakukannya sudah benar. Cepat atau lambat, semua pasti akan terjadi seperti ini. Tidak ada bedanya sekarang atau nanti, yang jelas gadis itu ingin semua berakhir.

"Gue tau. Gue bakal bilang semuanya sama Dessy." Meski tak yakin, Rio berusaha meyakinkan Deeva juga dirinya sendiri kalau dia bisa melakukannya. Deeva sudah memilih, dan Rio harus bertindak. Tapi laki-laki itu tak tahu bagaimana cara mengungkapkan semuanya tanpa membuat Dessy sakit hati.

"Sekarang kita pulang." Deeva mengangguk di balik punggung Rio. Laki-laki itu segera melajukan motornya menuju rumah Deeva.

---

"Hai, Deeva." Seorang laki-laki mirip Rion, tidak, itu memang Rion, menghampiri Deeva yang sedang duduk di kursi depan kelasnya.

"Ada apa? Masih inget sama gue? Kemaren-kemaren ngilang tanpa kabar." Gadis itu tak menatap Rion yang sedang di sampingnya. Perhatiannya fokus pada buku dalam genggamannya.

"Jadi lo kangen? Lo nyariin gue? Ya ampun, gue jadi terhura." Rion menghapus air matanya yang sama sekali tak terlihat itu. Pura-pura menangis dengan suara yang tak terdengar layaknya orang menangis.

"Tadinya gue mau bilang, kenapa ngilangnya cuma sebentar?" Deeva terekeh, fokusnya masih pada buku.

"Jahatnya gebetan gue. Biasanya cewek suka gitu, gak mau mengakui kalo dia kangen."

"Dan gue bukan cewek kayak gitu."

"Lo lagi belajar apaan sih?" Laki-laki itu berusaha curi-curi pandang pada buku yang digenggam Deeva.

"Kimia, nanti ada ulangan."

"Mau gue ajarin?"

"Emang lo bisa?" Deeva mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Rion. Gadis itu sedikit membulatkan mata tak percaya kalau Rion mau mengajarinya. "Tapi gak deh, nanti gue malah dibego-begoin." Kemudian, gadis itu kembali menatap bukunya.

"Jangan pernah meremehkan gue. Don't judge book by it's cover, right? Sini bukunya." Dengan satu gerakan, Rion berhasil merebut buku tulis dalam genggaman Deeva. Awalnya gadis itu sedikit curiga. Pasalnya, Rion si biang masalah di sekolah bisa mengajarinya kimia. Bukannya meremehkan, tapi ya siapa tau.

"Yaelah ini mah gampang, lo harus tentuin jumlah mol-nya dulu. Caranya pake rumus yang udah ditentuin. Kalo yang diketahui massa-nya, lo tinggal cari Ar atau Mr-nya. Biasanya Ar atau Mr itu udah diketahui. Kalo yang diketahui volume, tinggal lo bagi sama 22,4." Deeva membulatkan bola matanya dengan mulut yang membuka sempurna. Gadis itu mengira kalau Rion sudah melupakan pelajaran ini.

"Satu-nya dapet dari mana?" Deeva menunjuk angka satu di bukunya.

"Jadi gini, lo tinggal liat koefisien di depan senyawanya, terus dibagi sama koefisien reaksinya, dikali jumlah mol yang udah dicari. Ngerti?"

"Gak." Deeva menggeleng dengan polos. Dan ketahuilah, wajahnya itu sama sekali tak merasa bersalah. Itu membuat Rion ingin menggigitnya.

"Perhatiin gue!" Deeva mengangguk. Dengan sigap, Rion mengambil pensil dalam genggaman Deeva, mengajari gadis itu apa saja yang tidak dimengertinya secara perlahan. Mengulang jika Deeva belum mengerti, bersorak saat Deeva mulai memahaminya.

ALTERIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang