Suasana kelas mendadak hening setelah jam istirahat sholat dzuhur selesai. Deeva kembali ke tempat duduknya saat guru Bahasa Indonesia melangkah masuk ke dalam kelas.
Murid-murid mulai menyentuh buku mereka kembali setelah menerima tatapan tajam pak Tata. Beliau berdehem sebentar, "Lanjutkan pekerjaan kalian. Saya sholat dulu dan jangan ada yang keluar kelas. Mengerti?"
"Mengerti pak." Jawab seisi kelas serentak.
Pak Tata berbalik, kemudian melangkah meninggalkan kelas. Beliau memang sempat memberi tugas sebelum istirahat. Tapi tak ada satupun yang mengerjakan, satu kalimat pun belum dibuat. Murid-murid percaya, kalau tugas ini akan berubah menjadi pekerjaan rumah.
Deeva membuka buku tulis Bahasa Indonesia-nya. Gadis itu mulai menulis kata perkata yang ada di dalam kepalanya. Meski sedikit terganggu dengan suara bising yang memenuhi indra pendengarannya, tapi gerakan tangan gadis itu tak kunjung berhenti. Seolah ide di dalam sana benar-benar mengalir membuatnya mengabaikan suara-suara itu. Hingga satu gerakan di depannya membuat Deeva hampir berjengit kaget.
"Ah, lo malah ngerjain. Dasar teman!" Ternyata Ayu yang baru saja menutup buku Deeva dengan kasar. Ayu lalu mengambil buku Deeva dan melemparnya ke arah Joko.
"Wah Deeva gitu ya? Kita nggak ngerjain, lo malah nulis sendirian. Nggak bisa!" Joko maju ke meja guru, meletakkan buku Deeva di atasnya.
"Eh, itu belom selesai!" Deeva menjerit. Pasalnya, tulisannya hanya selesai beberapa paragraf saja dan Joko sudah mengumpulkan buku Deeva seenaknya.
"Oh, Deeva gitu?" Kini, gerombolan murid memenuhi mejanya membentuk lingkaran besar, menatap Deeva tak terima. Satu hal yang Deeva pahami. Ini masalah kebersamaan. Dia akan dimusuhi satu kelas jika ketahuan mengerjakan soal sendirian.
"Apaan sih? Alay banget!" Deeva mencibir. Dilihatnya buku Bahasa Indonesia-nya yang sudah berpindah ke tangan Eko di sudut kelas.
"Balikin, Ko!" Merajuk, Deeva mulai berjalan ke arah Eko, berharap laki-laki itu segera mengembalikan bukunya.
"Lo mau? Nih." Alih-alih mengembalikan buku Deeva, Eko justru melempar buku gadis itu ke arah Tio.
"Eko Alexander!" Deeva menatap marah, sedangkan Eko hanya tertawa cengengesan.
Suara bising mulai berhenti, digantikan dengan murid-murid yang mulai berlari menuju tempat duduk masing-masing saat Adam mengatakan kalau dia melihat pak Tata di ujung tangga. Tio mengembalikan buku Deeva, lalu duduk di kursinya.
"Sudah selesai?" Pak Tata berjalan menuju kursi kebesarannya, manatap seisi kelas.
"Belom pak."
"Yasudah kalian lanjutkan di rumah. Sebentar lagi jam pelajaran saya habis."
---
Deeva melangkahkan kakinya hati-hati ke tempat dimana Rio memintanya datang. Sebenarnya gadis itu merasa tak enak hati. Setiap kali dia sedang bersama Rio, gadis itu selalu mengingat tentang Dessy dan Rion. Kapan semua ini akan berakhir agar Deeva bisa menjalani hidupnya seperti biasa.
Deeva tahu, Dessy dan Rion pasti sangat membencinya setelah ini. Mereka berdua pasti memiliki penilaian yang buruk tentang Deeva. Entah sampai kapan Rio mau menepati janjinya itu untuk memutuskan hubungannya dengan Dessy dan menjalani hubungan dengannya. Tapi sudah lebih dari sebulan tak terjadi apa-apa. Hubungan ini berjalan di tempat. Tak pernah berlangkah sedikitpun meninggalkan pusatnya.
Pintu perpustakaan berderit saat Deeva membukanya. Gadis itu lantas segera melepas alas kakinya lalu melangkah mencari Rio. Laki-laki itu tadi meminta Deeva untuk menemuinya di sini. Katanya ada sesuatu yang penting yang ingin dia katakan. Entah apa, Deeva ingin tahu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter