31. Titik Tengah

5.2K 423 9
                                    

"Apaan sih rame-rame?" Romeo bertanya begitu koridor XI IPS dipenuhi dengan kumpulan murid yang memang didominasi oleh kaum perempuan.

"Anak kelas X ada yang ngelabrak Dessy."

Begitu mendengar nama Dessy, Rio ikut bicara. "Ngelabrak?"

Fani menggidikkan kedua bahunya. "Katanya sih gitu. Gue juga nggak ngerti."

"Masalahnya apa?" Romeo semakin penasaran.

"Katanya temennya dihina gitu di mading, makanya dia nyamperin Dessy."

Rio diam sejenak. Dia berharap, semoga dugaannya salah. "Siapa anak kelas X-nya?"

Fani terlihat berpikir sebentar, sebelum akhirnya dia menjawab tegas. "Deeva."

---

Begitu bel pulang berbunyi, Rio bergegas keluar dari kelasnya untuk menghampiri Dessy. Laki-laki itu sudah menahan keinginannya sejak tadi, jadi begitu bel pulang berbunyi, Rio keluar kelas sebelum berdoa. Pak Maskut, guru Sejarah Indonesianya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan muridnya yang satu itu.

Rio menunggu di depan pintu kelas Dessy begitu murid-murid di dalam sana sedang berdoa. Laki-laki itu juga ikut berdoa begitu menyadari dia langsung keluar kelas setelah mendengar bel pulang berbunyi. Tanpa menunggu lama, seisi kelas mulai keluar satu per satu, menyisakan Dessy yang sedang mengobrol bersama temannya di belakang kelas. Sontak, Rio segera menghampiri gadis itu dan menariknya hingga keluar kelas.

"Rio, apa-apaan sih?" Dessy menghentakkan tangannya kasar.

"Ikut gue!" seperti tidak mendengarkan Dessy yang meringis kesakitan karena cengkramannya, Rio terus menarik gadis itu hingga tepat berada di belakang sekolah.

"Rio, sakit," begitu cengraman Rio di tangannya terlepas, Dessy meringis begitu melihat pergelangan tangannya memerah.

"Lo tuh apa-apaan sih?" Rio berujar dengan napas yang memburu karena amarah. Dia mungkin bisa bersikap tenang, tapi tidak untuk saat ini.

"Apaan sih? Kamu tuh ngomong apa?" Dessy yang memang tidak mengerti lantas balik bertanya.

"Maksudnya apa pasang kertas di mading yang menghina temennya Deeva?"

"Asli, kenapa sih semua orang nuduh gue? Gue aja nggak tau kertas apaan!"

Rio mendengus. "Dess, seharusnya lo lebih bersikap. Gue sayang sama Deeva, tapi gue masih bertahan sama lo. Tau kenapa? Karena gue nggak mau nyakitin lo. Tapi kalo lo kayak gini, bahkan gue udah nggak bisa simpati lagi sama lo."

Dessy tersentak, menyadari pernyataan Rio yang secara tak langsung mengatakan kalau laki-laki itu kasihan padanya. Rio masih bersamanya, itu murni karena rasa kasihan. Matanya memanas, dadanya sesak seolah terhimpit oleh beban berton-ton yang membuatnya kesulitan bernapas. "Jadi, lo kasihan sama gue?"

Seolah baru menyadari apa yang diucapkannya, Rio ikut tersentak.

"Emangnya gue punya tampang yang patut dikasihani banget?" gadis itu tertawa sumbang.

"Dess, bukan gitu maksud gue. Gue cuma-"

"Gue ngerti kok. Jadi sekarang, kita udahan aja." Dessy berbalik, gadis itu berjalan meninggalkan Rio yang masih mematung di tempatnya. Setelah Dessy benar-benar tak terlihat lagi, laki-laki itu mengacak rambutnya gemas.

---

Dessy memekik saat tubuhnya terlempar ke tembok yang berada di sampingnya. Gadis itu meringis begitu punggungnya langsung menabrak tembok dengan keras.

"Brengsek!"

Kemudian, Dessy merasakan pipi kanannya panas setelah mendapat tamparan dari seseorang yang menariknya tadi.

ALTERIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang