Saat semua tak bisa dijawab lagi, aku percaya pada takdir...
----
"Gue gak ngerti lo ngomong apa." Deeva menggeleng. Tatapannya masih tertuju pada Rio yang menatapnya teduh. Sungguh, sebenarnya Deeva hampir saja tergoda dengan tatapan itu. Tapi sekuat hati gadis itu menahannya. Alasannya simple, dia tak ingin jatuh ke lubang yang sama.
"Gue tau lo paham." Rio mengangguk. "Gue cuma mau bilang itu. Gue rasa gak perlu dijelasin secara rinci kalo gue mulai tertarik sama lo."
Deeva mengumpat dalam hati. Ada sesuatu dalam dirinya yang merasa senang dengan kenyataan itu dan gadis itu membencinya. Dia selalu menahan godaan apapun dari Rio termasuk yang satu ini. "Gue gak ngerti. Maksud gue, apa salah Dessy sampe lo kayak gini?"
Tubuh Rio seketika membeku. Dessy, dia sama sekali tak ada maksud menyakiti perasaan gadis itu. Yang Rio inginkan hanya mengungkapkan perasaannya dan..... menginginkan Deeva menjadi miliknya.
"Dia baik, begitupun lo. Itu alasan kenapa gue suka kalian." Deeva hampir saja limbung saat dia mencoba untuk berdiri. Gadis itu mengerjap sesaat lalu membulatkan matanya tak percaya. Rio menyukainya dan Dessy. Bagaimana bisa? Akhirnya gadis itu mencoba duduk kembali.
"Gue tau gue brengsek. Tapi itu yang gue rasain sekarang. Dan gue..... gak ngerti." Rio menggeleng, setelahnya menutup buku biografinya yang sejak tadi terbuka tanpa dibaca.
"Hati gue bilang kalo dia tertarik sama lo. Tapi gue gak bisa ninggalin Dessy." Deeva masih diam. Gadis itu seolah kehilangan kata-kata. Entah suaranya hilang kemana. Yang jelas, yang mampu Deeva lakukan saat ini hanya diam. Mendengarkan apa yang dikatakan Rio sambil menatap laki-laki itu.
Walau tak dipungkiri ada rasa sesak saat Rio mengatakan kalau dia tak bisa meninggalkan Dessy meski laki-laki itu mencintainya. Sedangkan disisi lain, Deeva juga tak ingin berada diposisi ini.
"Gue gak ngerti lagi. Itu alasan kenapa gue gak mau ketemu lo lagi. Gue harap, perasaan itu hilang. Tapi gue malah kangen." Rio terkekeh, tapi Deeva menatapnya tanpa ekspresi. Gadis itu meremas rok seragamnya kuat-kuat hingga kusut.
"Bantu gue lupain lo." Bukan. Harusnya Deeva yang bicara seperti itu. Harusnya dia yang mengatakan itu untuk Rio. Gadis itu semakin meremas roknya, matanya terasa panas hingga mungkin sebentar lagi air matanya akan menetes.
Deeva masih menatap Rio tepat ke bola mata hitam pekatnya. Gadis itu begitu membenci laki-laki di depannya ini. Begitu tak berperasaan. Tadi menerbangkannya hingga langit ke tujuh, lalu menghempaskannya tanpa ampun hingga rasanya sakit. Gadis itu tak mengerti lagi bagaimana Rio bisa melakukan ini berulang-ulang padanya? Tapi tak dipungkiri, begitu dia menginginkan laki-laki ini untuk terus berada di sampingnya.
Ditariknya nafas, lalu dihembuskannya perlahan. Masih dengan menatap mata laki-laki itu. "Jadi gini? Lo ngomong muter-muter cuma mau bilang ini?" Gadis itu mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Berusaha meredam tangisnya yang sebentar lagi akan keluar.
"Itu alasan kenapa gue benci banget sama lo. Kenapa lo terbangin gue tinggi-tinggi, kalo akhirnya lo bakal jatuhin gue lebih parah? Gue gak ngerti kenapa gue bisa suka banget sama lo dulu." Deeva beranjak dari duduknya. "Tapi gak usah khawatir. Semua emang udah berakhir saat lo putusin gue kan? Harusnya emang gak ada hubungan apa-apa lagi diantara kita. Gue bisa menjauh dari lo sesuai yang lo mau. Anggap kita gak pernah kenal. Karena emang seharusnya itu yang terjadi dulu."
Bersamaan dengan itu, bel masuk berbunyi. "Udah bel, gue masuk kelas." Tanpa buang waktu, gadis itu melangkah keluar perpustakaan tanpa memperdulikan Rio yang masih duduk. Tak ada tanda laki-laki itu akan beranjak lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERIO
Teen Fiction"So, can you choose?" || Cover by @jacalloui Copyright© 2016, by Oolitewriter