17. Yang Kedua

6.9K 547 35
                                    

Sampai akhirnya, aku mengalah. Yang kedua selalu diutamakan 'kan?

"Ini salah." Deeva menggelengkan kepalanya. Masih terus berpikir hingga mungkin rambutnya bisa rontok. "Gak. Ini bener."

"Ini salah."

"Gak. Ini bener." Begitu seterusnya. Hanya kata-kata itu yang diucapkan di dalam kamarnya yang sunyi. Tampaknya gadis itu sedang memikirkan sesuatu yang sangat menguras pikirannya.

"Kak?"

"Astagfirulloh!" Gadis itu hampir jatuh dari tempat tidurnya saat Zibran muncul tiba-tiba diantara celah pintu dan tembok.

"Ada yang nyariin." Deeva mengernyit bingung. Di hari libur seperti ini ada yang mencarinya? Siapa?

"Cowok. Ganteng." Zibran tersenyum jahil. Anak laki-laki itu segera menutup pintu, setelahnya terkekeh pelan.

Deeva masih diam di atas tempat tidurnya. Pasalnya, tak pernah ada laki-laki yang main ke rumahnya. Bahkan teman sekolahnya pun tak ada. Hanya Ayu dan Rizqiana. Selama ini tak ada yang ke rumahnya selain kedua sahabat sejatinya itu. Pengecualian untuk Rion. Itu tak sengaja dan terkesan mendadak.

Sejujurnya, gadis itu takut turun ke bawah dan menemui tamu tak diundang itu. Entah siapa, Deeva pun tak tahu.

Akhirnya setelah lama berpikir, gadis itu segera beranjak dari tempat tidur. Menyisir rambutnya yang acak-acakan dengan jari. Memeriksa bajunya yang kelihatan acak-acakan. Gadis itu mengangkat bahu. Memangnya siapa yang peduli dengan penampilannya saat ini?

"Iban, sia-" Kalimatnya jelas belum selesai. Matanya menangkap sesosok laki-laki yang sedang duduk dengan tenang di sofa ruang tamunya. Tamu itu menatap ke arah Deeva yang masih diam di anak tangga ketiga. Dia masih tak mengerti, bagaimana mungkin laki-laki itu tahu dimana rumahnya?

Baiklah, Deeva mencoba berpikir. Gadis itu lupa kalau dia pernah diantar laki-laki itu pulang.

"Kak Rio?" Setelah meresapi kekagetannya, gadis itu segera berjalan mendekati Rio yang sedang tersenyum.

"Gue udah pernah bilang sama lo, kalo gue lebih suka dipanggil kak Al." Rio bergeser sedikit. Menepuk sofa di sebelahnya yang kosong agar Deeva mau duduk di sana.

"Lo ngapain disini?" Deeva segera duduk. Tak bisa dipungkiri dia malu setengah mati. Kalau tahu Rio yang datang, gadis itu akan berganti baju dan menyisir rambutnya lebih rapih.

"Cuma bertamu. Adik lo manis juga."

"Lo.... penyuka sesama jenis?" Rio mendadak tersedak salivanya sendiri. Deeva yang melihat reaksi Rio segera menepuk-nepuk punggung laki-laki itu.

"Apa tadi gue bilang, gue suka adik lo?" Setelah selamat dari keterkejutan yang mungkin saja membunuhnya, Rio bertanya sambil memandang Deeva ngeri.

"Lo bilang, adik gue manis." Gadis itu mengucapkannya dengan polos. Tanpa beban, dan apa adanya.

Sontak, Rio yang mendengarnya pun terkekeh geli, lalu tertawa kencang sambil memegang perutnya. Membuat Deeva mendengus. "Apa itu tandanya cinta, Deeva sayang? Gue bilang dia manis karena ya..... lucu aja. Dia pikir gue pacar lo. Oiya, manis untuk jadi calon adik ipar."

"Apaan sih." Gadis itu memukul bahu Rio pelan. Sedangkan laki-laki itu hanya terkekeh melihat wajah Deeva yang sudah merona karenanya. Rio menyukainya. Deeva-nya cantik. Apa adanya...

Tunggu,

Deeva-nya?

"Mau jalan sama gue?"

"Kemana?"

"Kemana pun. Lo gak bosen ngabisin hari minggu di rumah?"

"Udah biasa." Deeva mengibaskan tangannya di depan wajah. Gadis itu mengalihkan tatapannya ke baju Rio saat laki-laki itu sedang menatapnya intens.

ALTERIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang