Tanpa terasa sejak keluar dari mobil, aku menggenggam tangan Gevin dengan erat. Semakin dekat dengan gedung semakin erat genggamanku. Tubuhku sedikit meremang dan perutku sakit, berulah saat menginjakan kaki di gedung pernikahan ini. Seketika dalam hati terbesit perasaan menyesal telah datang ke acara resepsi pernikahan mantan dan sepupuku.
"Rileks. Ada gue," bisik Gevin. Tanpa mengadu pun dia memang jagonya tau perasaanku.
Aku mengangguk, kami pun berjalan perlahan lebih ke dalam gedung. Kudapati Mama dan Papaku sedang duduk dan berbincang dengan kedua orang tua Zigo Geraldan yang tak lain dan tak bukan mantanku.
"Fina kamu datang?" ucap mama seraya menghampiriku dan Gevin. Aku tak menjawab, mataku terpaku kepada mantan mertuaku, sulit sekali memaksa diri untuk tersenyum menyapa dan berakhir tersenyum kaku.
"Kamu gak keberatankan nyapa kedua orang tua--" Belum selesai Mama meminta izinku, aku lebih dulu berjalan menghampiri mantan mertuaku, lebih tepatnya mantan calon mertuaku.
Aku memang membenci anaknya, tapi bukan berarti harus memusuhi orang tuanya. Bukankah tidak adil jika aku turut mencari masalah dengan orang terdekatnya? Sedangkan sudah jelas mereka tidak meminta ditakdirkan menjadi orang terdekat lelaki bajingan itu, berbeda dengan dia yang memilih untuk menjadi seorang bajingan.
"Befina sayang?" panggil mantan calon Ibu Mertuaku.
Aku kembali memaksa bibirku untuk tersenyum dan mulutku berkata dengan nada ramah, "Apa kabar tante?"
"Sayang, kenapa kamu jadi panggil tante bukan mami seperti dahulu?" tanyanya dengan raut sedih.
Bagaimana bisa aku setega itu dengan perempuan yang sudah aku kenal sejak aku remaja tumbuh menjadi dewasa? Bagaimana bisa aku sejahat itu mengubah panggilan dengan cepat nyatanya sejak pertama kali bertemu aku sudah memanggilnya Mami. Aku jahat, aku akui. Tapi kumohon mengertilah hanya ini yang bisa meredakan luka hatiku.
"Maaf Tan. Aku merasa tidak pantas memanggil Tante dengan panggilan Mami," jawabku jujur.
"Jangan Fin. Tetap panggil Mami. Sejak Zigo mengenalkanmu pada Mami. Mami sudah mengaggapmu anak Mami."
"Tapi--"
"Tidak, gadis yang berdiri di sanalah yang tidak pantas memanggil Mami dengan sebutan Mami."
Tidak mungkin aku tidak terenyuh, lihatlah perempuan ini merasakan sakit yang sama dengan yang aku rasa, tidak sepantasnya aku menambah lukanya.
Aku melepaskan genggaman tanganku. Perlahan aku menghampiri perempuan itu dan membawanya dalam pelukanku. "Mami, jangan begitu. Mami musti ikhlas, karena ini sudah takdir Tuhan Mi. Seyra lah jodoh yang sudah ditetapkan Tuhan untuk Zigo Mi. Dia mantu Mami sekarang, dan Fina akan tetap jadi anak Mami," ucapku yang tak ingin membuatnya semakin hancur.
"Seyra gadis yang baik Mi, tolong terima Seyra seperti Mami nerima Fina waktu itu." Setelah itu aku melepaskan pelukanku dan menatap wanita yang baru saja kupeluk tengah bercucuran air mata. Aku pun menghapus air mata Mami dengan ibu jariku.
"Befina?" panggil mantan calon Papa mertuaku itu.
Aku beralih menatapnya, tatapannya sendu, wajahnya tak sebahagia biasanya. Terlihat jelas, bahwa ia sedang kecewa.
Aku menghampirinya, digenggamnya kedua tanganku erat, lalu ia berkata,
"Maafin Papi gak bisa ngedidik Zigo dengan baik. Sehingga Zigo tega nyakitin hati kamu."Aku menggeleng, tidak ini bukanlah kesalahannya. "Gak Papi, Papi gak salah. Ini sudah rencana Tuhan." Aku memeluknya, lihatlah betapa dekatnya aku dengan kedua malaikat baik ini. Ku mohon Tuhan redakan rasa sakit, hancur dan kecewanya mereka terhadap Zigo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friend Be Love {1}
Teen FictionSebagai sahabat yang baik aku akan melakukan apapun untuk membuat sahabatku tersenyum. Tapi tidak dengan membantunya untuk move on. Aku tidak mungkin menerima lamaran sahabatku yang padahal aku tahu dia masih mencintai gadis itu. Dan aku akan berakh...