Chapter Sixteen #Calling

177 8 3
                                    

Gue berhenti melangkah di tengah koridor yang sepi dari bisingan siswa Persada yang lumayan rumpi. Tepatnya depan ruang musik. Gue mengintip dari kaca di pintu, masih meneteng kardus ukuran sedang ditangan gue.

Terlihat Keysha tengah sibuk memainkan biola di bahunya. Terdengar suara merdu dari alunan biolanya. Cukup kagum gue dengernya. Adem ayem gimana gitu. Jadi inget Adrian yang seneng mainin biola buat gue.

Sedetik setelah permainan biola Keysha berhenti, gue berusaha menyatukan telapak tangan. Menepuk-nepuk permainan biolanya yang hebat. "Wah, keren lo Key!"

Seolah tau kedatangan gue, Cewek itu mendongak ke asal suara. Dan menampakkan senyum manisnya ke gue. "Makasih. Oh, hai Der! Udah lama disitu?" sapanya.

"Baru sih."

"Kenapa gak masuk?"

"Eee ... Gue gak mau ngerusak permainan lo."

"O'iya sini deh! Gue butuh komentar lo tentang lagu baru gue nih!" ajaknya.

Gue melongo seketika. "I-itu lagu barusan ciptaan lo?"

Keysha mengangguk.

"Wow, sumpah keren banget! Lo hebat ya!" puji gue sambil melangkah masuk. Tapi seseorang menarik kerah gue dari belakang tiba-tiba. Membuat gue berhenti melangkah, berjinjit sedikit agar tidak tercekik. "Mau kemana lo? Gue tungguin malah enak-enakan ngacir disini."

Gue mendengus. Nathan lagi. Tuh anak bisa gak sih gak usah ganggu privasi gue. "Yaelah, bentaran doang napa sih! Gue lagi nemenin Keysha bikin lagu."

"Nemenin? Yang ada lo ngerecokin ngerti! Udah sono bawa ke gudang," suruhnya. Kemudian melihat Keysha yang terkekeh karna ulah si Nathan. "Sori ya Key, Derin emang ganggu. Lo lanjutin aja bikin lagunya, gue balik dulu ya." pamitnya ke Keysha. Kemudian menarik kerah belakang gue. Menuju gudang.

"Igh, lo sadis amat sih jadi cowok!" pekik gue sambil menjauhkan badan gue dari tangan Nathan.

"Taroh situ!" alihnya sambil melirik pojokan gudang. Mendengus, gue meletakkan kardus di tangan gue ke tempat yang cowok itu maksud.

"Lagian barang sebanyak ini kenapa cuma lo doang yang kerjain sih?!" omel gue tanpa memikirkan kesepakatan yang gue omongin tadi. Ya namanya kesel, apa aja bisa kejadian.

"'Kan ada lo." jawab Nathan santai sambil bersedekap dada.

Mendengus. "Selain gue?" tanya gue ketus. Seolah gak peduli dengan ekspresi kesel gue, Nathan menggeleng. "Udah gue suruh pulang."

Sontak gue melotot. Nih anak pasti niat banget ngerjain gue. "Kenapa? Kenapa juga harus gue?!"

"Karna aku maunya kamu." ceplos Nathan sambil berjalan keluar. Nyaris buat gue deg-degan gara-gara segelintir kata yang Nathan ucapin.

Please, don't blushing! Batin gue sambil menutup muka dengan telapak tangan.

"Gitu doang udah blushing." tukas Nathan di ambang pintu.

Mati! Kenapa Nathan selalu tau kapan gue blushing sih?! Mau ditaroh mana muka gue yang unyu-unyu ini Tuhaan ...

-Sori gue mulai ngalay.

"Nath, gue pegel nih! Tega banget lo nyuruh gue angkatin kardus sialan kaya begini. Lanjutin besok aja ya," pinta gue sambil menampakkan puppy eyes dan tampang memelas adalan gue. Pegel juga bolak-balik OSIS ke gudang angkatin kardus. Ya walopun gak seberat yang gue kira, tapi pegel ngangkatin bolak-balik.

Nathan menghela napas. Natep gue pasrah. "Serah lo."

Gue tersenyum senang. Melirik kursi kosong di pojokan OSIS. Duduk sambil membaringkan kepala gue di meja. Sedangkan tangan gue terkulai bebas di sekitar meja. Capek juga hari ini. Seminggu? Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan? No! Gimana gue bisa tahan banting kalo selama itu ngadepin Nathan. Ya kalo Nathan suka gue, kalo enggak? Bisa Capek hati gue.

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang