Chapter Thiry-Two #Terungkap

153 8 15
                                    

Derin melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu dengan langkah sedikit cepat begitu ia sampai di ambang pintu. Sebelum ia kesana, cewek itu sempat bertemu dengan Luna. Derin hanya mengernyit soal keberadaan cewek itu disini.

Sedetik kemudian Derin menggelengkan kepalanya. Buat apa dia bertanya-tanya soal Luna? Toh, sekarang ini dia juga bukan siapa-siapa cewek itu.

Lebih tepatnya hanya sebatas "mantan sahabat".

"Nath?" panggil Derin saat ia telah berdiri tidak jauh dari posisi Nathan. Derin merasa aneh tatkala cowok itu masih terus saja asik dengan bola basket yang ia pantulkan tanpa menghiraukan panggilan Derin.

"Kaya ada sesuatu." batin Derin dengan tatapan meneliti setiap gerak-gerik cowok yang tengah dilihatnya. Jika diperhatikan, mungkin tidak ada yang aneh. Hanya saja perasaan Derin mendadak seperti barusan ada yang terjadi. Apa mungkin ini ada keterkaitannya dengan keberadaan Luna tadi?

Ah, sepertinya cewek itu harus membuang jauh-jauh pikirkan negatifnya itu.

"Nathan?" panggilnya lagi untuk kedua kalinya agak sedikit kesal karena sedaritadi keberadaannya sama sekali tidak dihiraukan. Cewek itu berharap kali ini Nathan menoleh. "Kenapa nyuruh gue kesini? Gue sibuk tau."

Hening. Nathan memberhentikan pantulannya sejenak. Dan, benar. Kali ini cowok itu menoleh kearahnya.
Beberapa detik kemudian Nathan berhenti memantulkan bolanya sesaat. "Yaudah, lo balik aja. Lupain tentang sms itu." ucapnya datar lalu kembali memantulkan bolanya. Menembakkan bolanya ke ring dengan tepat sasaran.

Untuk sesaat, Derin cukup terhenyak mendapatkan respon seperti itu. Kali ini dugaan Derin benar, ia yakin, Nathan benar-benar aneh. Jauh dari biasanya. "Nath? Lo kenapa sih?"

"Gak." jawabnya datar. Sama seperti sebelumnya.

"Boong. Pasti ada sesuatu."

Memutar balikkan tubuhnya menghadap cewek itu dan berjalan selangkah mendekatinya dengan menggepal erat salah satu sisi bola basket di tangannya. Matanya menatap Derin nanar. Seolah terpancar sorot kemarahan dan juga ... kekecewaan.

"Gue udah tau, Der. Tau. Semuanya." ucapnya datar sedikit tegas di setiap suku katanya.

Seketika wajah Derin berubah menegang. "T-tau?"

Nathan terdiam. Ia masih ingat jelas pembicaraannya dengan Luna barusan sebelum Derin datang. Sangat jelas. Ucapan Luna, bagaikan sebuah bom yang mampu meruntuhkan apapun yang dikenainya. Termasuk meruntuhkan hatinya.
"Lo?"

"Yup! Ini gue. Lo masih inget 'kan?" ucap cewek itu seraya tersenyum.

"Ngapain kesini?" tanya Nathan to the point. Jujur, cowok itu sedikit merasa terganggu dengan keberadaannya. Ia masih ingat jelas, cewek di depannya adalah Luna, teman Derin. Beberapa kali Nathan sering melihatnya Derin. Namun untuk beberapa hari ini, sepertinya tidak.

Dan Nathan juga ingat, Luna adalah salah satu perempuan yang waktu itu pernah menembaknya. Alhasil, Nathan menolaknya.

Luna melihat Nathan dengan pandangan sok dramatis. "Uu, santai aja kali. Gue juga gak lama kok."

Mulai kesal, cowok itu menatap Luna tajam. "Jadi, apa maksud dari tujuan utama lo kesini?"

Melihat ekspresi Nathan seperti itu, Luna sedikit terkekeh melihatnya. Pandangannya kini terjatuh pada setangkai bunga di tangan Nathan. "Bunga? Mau nembak cewek?" tanyanya sembari menaikkan pandangannya–tepatnya kearah cowok di depannya.

"Bukan urusan lo." jawabnya ketus sebelum menyembunyikan bunga di tangannya di balik punggung.

"Sensi amat. Lagian gue tau siapa cewek yang bakalan lo tembak. Tapi sebelum itu, gue gak jamin kalo setelah ini lo sanggup nembak dia." Luna tersenyum licik sembari menyilangkan tangannya depan dada.

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang