Chapter Thirty-Three #Seperti Semula

175 8 0
                                    

Samar-samar, Derin mendengar suara pembicaraan seseorang di balik pintu lokernya yang terbuka saat ia hendak meletakkan buku tugasnya disana. Sehabis keluar dari indoor olahraga, cewek itu buru-buru pergi ke toilet untuk membasuh mukanya yang tadinya sembab karena menangis.

Setelahnya, cewek itu melangkah menuju lokernya, menaruh salah satu bukunya disana. Tapi, lama-kelamaan cewek itu menghiraukan, ia seperti kenal persis suara yang tengah didengarnya kini. Derin menghentikan pergerakannya, menyembulkan kepalanya di balik pintu, agar terdengar jelas dan tidak terlihat jika ia sedang mengamati.

"Lo beneran lakuin itu?" tanya cewek di depannya dengan nada selidik.

"Iya. Gue yang ngasih tau semuanya ke Nathan." cewek satunya menjawab dengan nada pasti.

"Lo tega banget sih."

"Tega? Menurut lo kali. Lagian biar tau rasa. Udahlah, gak usah ngebela penghianat."

Derin memangut-mangut, ia tahu, mereka Luna dan Keira. Ternyata dugaannya benar soal keberadaan Luna di indoor sendirian, dan semua itu karena Luna, cewek itu yang membongkar semuanya. Membuat Nathan marah dan sepertinya mulai menjauhinya.

"Ya gak gi–" ucapan Keira terhenti saat Derin tiba-tiba muncul dihadapan keduanya. Memotong ucapnya dengan sapaan. Membuat mereka terdiam seketika saat menatap Derin.

"Hai," Derin tersenyum. Menatap Keira sesaat lalu beralih ke Luna, dengan tatapan rindu kebersamaan ketiganya, sekaligus sedikit kecewa pada Luna. Tapi sebisa mungkin Derin menampakkan senyum cerianya untuk menutupi keadaan hatinya yang jauh dari kata ceria. "Gue ganggu, ya?"

Mereka masih terdiam.

"Sori," Derin menyampingkan pandangannya, ke Luna. "Ohya, barusan gue gak sengaja denger kalo lo abis bocorin semuanya ke Nathan, ya?"

Luna mendengus, lalu memalingkan muka tidak peduli akan kehadiran Derin. Derin hanya tersenyum memaklumi tanggapan sikap cewek itu tunjukkan. Ia tahu, saat ini kehadirannya tidak dibutuhkan lagi oleh Luna. "Gue cuma mau bilang makasih ke lo. Karena lo, Nathan jadi tau semuanya. Dan secara gak langsung, lo udah bantuin gue buat jujur. Gue tau kok, gue gak bisa lakuin itu. Sekali lagi makasih ya,"

Derin menatap keduanya bergantian, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia kehabisan kata-kata untuk berbasa-basi. "Oke, itu aja sih yang mau gue sampein. Gak nyaman sama kehadiran gue 'kan? Yaudah, gue cabut dulu." pamit Derin sembari berbalik arah. Mulai berjalan menjauhi mereka.

Belum sempat Derin melangkahkan kaki lebih jauh, Keira lebih dulu memanggilnya–tepatnya menahan cewek itu melangkah lebih jauh–. Sontak Derin memberhentikan langkahnya, kembali memutarbalikkan tubuhnya menatap mereka. "Apa?"

Keira tampak ingin berbicara, sedaritadi cewek itu hanya diam. Menahan ucapannya. Mungkin kali ini ia tidak bisa diam, ia harus selesaikan masalah ini sekarang. Keira tidak ingin lama-lama kehilangan salah sahabatnya. Sebelum memulai membuka suara, Keira mengambil napasnya sejenak. Lalu menatap Luna dan Derin bergantian. "Kita gak bisa kayak gini terus,"

Mendengar ucapan itu, Derin hanya menurunkan pandangannya datar, menatap sepatunya. "Sampai kapan? Sampe kapan kita terus-terusan gini? Kita sahabatan udah lama, apa cuma masalah cowok doang kita jadi ancur gini?"

Keira menghela napasnya. Menggenggam tangan Luna, lalu Derin. "Semuanya udah selese Lun, Der. Nathan udah tau semua tentang permainan itu. Entah dia sakit hati ataupun gak, gue minta sekarang kita lupain permainan itu,

kita balik lagi kaya awal. Sama-sama lagi, bareng lagi, bercanda lagi, kaya dulu."

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Luna memotong, "Tapi gak semu–"

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang