Chapter Seventeen #Sweet Cafe

173 11 1
                                    

Gue mengetukkan jemari di permukaan meja. Bosan. Cukup bosan selama kurang lebih dua jam berada di kelas ngedengerin Guru yang nerangin di depan. Sedari tadi gue belajar, gue perhatiin, gak ada setuilpun ilmu yang masuk ke otak gue. Menurut gue percuma kalo suasana hati gue gak mood, mau belajar mati-matian ampe rambut gue beruban dan lumayan mengkisut, gak ada ilmu yang mau ngacir ke otak gue.

Gue melirik sebelah, tepatnya pada Stella yang sibuk mencatat isi pelajaran. Beralih melihat Dilla di pojok belakang, cewek itu masih sibuk memperhatikan penjelasan guru. Ke belakang, Tasya, yang anteng sendiri dengan kaca dan sisir barunya.

Gue kembali melihat depan. Mendengus. Terlalu frontal di kelas ini.

Gue mengambil ponsel andalan gue, berniat nge-chat kedua sahabat gue, buat ngilangin kebosanan dalam otak gue.

Mengetik sesuatu disana,

Derin: "Guys, gue bosen nih!" dan send. Menunggu balasan sambil bergumam pelan.

Keira: "Iya nih! Gue juga gitu!"

Luna: "Gue sih sama, berhubung kelas gue jam pelajarannya Pak Rendy, alias Guru yang ganteng itu looh, kebosanan gue sedikit teralihkan."

Gue hanya nyengir geli baca balasan Luna. Gak heran juga, Luna emang terlalu over kalo tentang cowok. Pas kita bertiga jalan, selalu Luna yang heboh dengan crushnya itu. Katanya sih cogan-cogan gimana gitu.

Sama aja kaya Keira, dia juga gitu. Cuma bedanya Keira lebih selektif milihnya. Cuma cowok yang emang benar-benar ganteng bisa nakhlukin tuh cewek.

Saat gue hendak ngebales, seseorang merebut ponsel gue. Menengok asal suara dan bersiap ngeluarin umpatan pedes gue. Tapi, belum lama menengok, segera gue urungkan umpatan itu. Terlihat Guru lagi melotot ganas ke arah gue. Dan … Perasaan gue mulai gak enak nih.

Guru tersebut mengarahkan pelototannya ke pintu. Seolah mengerti arti pelototannya itu, gue beranjak keluar kelas.

Mungkin kebahagiaan gue bersemayam di hukuman ini. pikir gue sambil tersenyum sumringah.

Membaringkan diri di rerumputan taman belakang sekolah. Berbantal pada tangan gue di kepala. Menatap langit yang sedikit gelap. Dan angin berhembus lumayan kencang. Satu kata untuk tempat ini; seger. Ya meskipun cuacanya lumayan mendung sih. Tapi gue suka suasana yang begini, adem ayem gimana gitu.

Seseorang tiba-tiba ikutan berbaring tak jauh–tepatnya sebelah gue saat mata gue terpejam. Membuka mata perlahan, gue terlonjak, Nathan kini berada di sebelah gue. Berbaring dan menatap langit sambil menyilangkan kedua tangannya depan dada.

"Lo ngapain?" tanya gue heran mendapati Nathan di sebelah gue.

Cowok itu menoleh sekilas. "Nemenin lo. Biar lo gak sendirian."

ANJIRR.

Sontak pipi gue memerah. Gue memalingkan muka, berharap Nathan gak ngeliat. Kok bisa gue blushing cuma karna kata-kata alay si Nathan. Biasanya kalo Matt ngomong gitu gue biasa aja. Tapi Nathan … Seolah rasanya beda.

"Lucu ya, gue sering ketemu pas jam-jam segini. Free class gue emang gak tentu." alihnya sambil mengendik.

"Iya sih, gue juga. Dengan alesan yang sama ... Hukuman. Entah kenapa gue ngerasa paling bandel disini."

Nathan tersenyum simpul. "Udah biasa. Masa SMP gue lebih parah dari itu. Intinya gue lebih bandel tiga kali lipat dari lo."

"Oh, jadi ada sedikit perubahan ceritanya?" cibir gue.

"Ya, bisa dibilang gitu. Mendadak alim nan kalem mungkin." leluconnya sambil nengok gue. Sontak tawa kami pecah. Beberapa siswa yang melihat adegan tawa kami, mereka hanya menggeleng. Stres kali.

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang