Chapter Twenty-Seven

145 8 1
                                    

Hari minggu yang cerah. Tidak ada aktivitas pengganti Derin diminggu ini selain mengurung dirinya di kamar. Bersandar di pilar balkon kamarnya dengan tatapan kosong.

Pikirannya selalu berkelebat kemana-mana. Dengan satu topik yang sama, pilihan terberatnya. Sejauh ini, Derin menghabiskan waktunya untuk berpikir. Dan sampai sekarang, cewek itu masih belum tetap dengan pilihannya.

Kakaknya, Adrian, berusaha mengerti beban adik satu-satunya itu. Membiarkan Derin sendiri di kamarnya. Saat ada masalah, cewek itu lebih menyukai sendiri, karena saat itulah ia bisa berpikir yang seharusnya.

Kadang sesekali Adrian masuk ke kamar Derin tatkala adiknya lupa sarapan. Bukan berarti Mamanya tidak peduli, akan tetapi memang itulah keinginan Derin saat ini.

Derin menghela napas beratnya gusar. Cewek itu mengacak-acak rambutnya kasar sesekali memukul-mukul kepalanya. Ia benci situasi ini, situasi sulitnya saat ini. Sampai saat ini ia masih saja belum menemukan jawabannya. Kadang cewek itu merasa sangat bodoh karena menelantarkan seseorang terpenting dalam hidupnya.

"Gue emang bodoh! Gak punya perasaan! Gak pantes hidup tau gak! Aarggh!" umpat Derin kesal menyadari kebodohannya seraya menendang dan sesekali melempar boneka-boneka di kamarnya.

Cewek itu tidak peduli dengan keadaannya sendiri. Sangat terlihat kacau dan berantakan. Dengan teriaknya yang kencang, cewek itu sama sekali tidak menggubrisnya saat tetangganya mendengar dan melihatnya, toh mereka juga tidak merasakan apa yang Derin rasakan saat ini. Lebih tepatnya tidak tahu apa-apa.

***

"Nath, hari ini lo gak usah jemput gue."

Itulah sederet kalimat yang cewek itu tuliskan pagi ini dan mengirimkannya pada Nathan. Hari ini, Derin tidak ingin jemput oleh Nathan meskipun semalam cowok itu mengabarinya lewat sms jika besok pagi Nathan akan menjemput Derin ke rumahnya. Sebisa mungkin untuk beberapa hari ini Derin lost contact dengan Nathan.

Hari senin. Setelah siap dengan seragamnya, cewek itu berdiri di depan gerbang rumahnya, hendak menunggu Matt. Matanya masih memperhatikan rumah sebelahnya dengan menggenggam erat tali tasnya. Cewek itu menghela napasnya gusar saat Matt masih belum saja terlihat.

Begitu sepuluh menit berlalu, Matt muncul dengan motor hitamnya. Berhenti tepat di depan Derin. Memasang cengiran bersalah di wajahnya.

Melihat kedatangan Matt, buru-buru Derin melotot. Berusaha menahan emosinya. "Lo lama amat sih? Kesiangan ya? Emang tidur jam berapa? Tau gitu gue berangkat ntar aja dari--" rutuk Derin yang kemudian terhenti karena Matt lebih dulu membekap mulut cewek itu dengan tangannya sebelah.

"Diem. Yadeh, sori gue lama." tukas Matt tanpa melepaskan tangannya yang masih menempel di mulut Derin. Cowok itu enggan melepaskan, mengantisipasi sebelum kupingnya akan memanas. Merasa kesal, Derin menepis tangan Matt. "Ish, tangan lo bau tau gak? Abis pegang apa sih?"

Matt tampak berpikir sebentar. Kemudian kembali menatap Derin. "Gue baru inget kalo tadi gue sempet megang popok bayi ponakan gue." jawabnya seraya mengelapkan tangannya pada celananya.

Kontan Derin membulatkan matanya lebar-lebar tatkala mendengar jawaban itu. Mulutnya melongo. "Lo ...," geramnya sambil melotot. "Lo tega banget sih! Tangan gue jadi ternodai 'kan?! Sumpah lo jorok abis!" rutuk cewek itu keras di depan telinga Matt seraya mengoyak-oyak lengannya.

"Derin! Udah dong! Kuping gue sakit nih!" teriaknya. Derin pun melepaskan tangannya. Seperti ada yang mengganjal, cewek itu menoleh arloji di tangannya. Lalu menoleh Matt horor. "Jam tujuh kurang lima menit."

"Good! Seorang Derin telat saat pelajaran Guru terkiller dan Matt yang telat masuk pada ulangan Kimia. Cukup menyenangkan, bukan?" timpalnya ikut menambahkan. Dan tawa keduanya mulai pecah. Sampai sesaat Derin menghentikan tawanya, begitupun Matt. Cewek itu menggeplak kepala Matt seraya menaiki motor Matt di belakang.

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang