Tergesa-gesa.
Kata yang cocok untuk Derin di pagi ini. Telat bangun ke sekolah, membulat Derin tergesa-gesa saat bersiap ke sekolah. Menyandang tas di punggung, cewek itu berlari tergopoh-gopoh ke kompleks depan untuk mencari ojek.
Tak ada tumpangan di jam-jam seperti ini, Matt yang seenak jidatnya ninggalin Derin, Ayah Derin berangkat lebih dulu karna meeting mendadak, Dan Adrian … Huft, gak usah ditanya. Seumur-umur dia gak akan rela meminjamkan mobilnya ke Derin. Apalagi mengantarkan Derin sekolah. it's impossible.
–Jadilah Derin lebih memilih ojek untuk sarana tumpangannya.
Melambaikan tangan tinggi-tinggi saat terlihat salah seorang tukang ojek yang Derin maksud datang. Dengan napas terengah, "Bang, tolong anterin gue ya! Kaya biasanya."
"Oh, woke Neng!"
Jangan heran mendengar kata biasanya. Mang Udin, ojek yang Derin tumpangi, memang hapal arah tujuan Derin di jam seperti ini. Pasti ke sekolah. Karna Derin sudah sering telat.
Mengambil beberapa lembar uang di sakunya, menyodorkan ke Mang Udin saat keduanya nyampai ke sekolah. Kemudian berlari menuju gerbang yang sebentar lagi akan ditutup.
"Telat lagi, Neng?" ujar Pak Satpam penjaga gerbang.
"Iya Pak! Saya boleh masuk ‘kan?"
Melirik jam di ponselnya, kemudian melihat Derin masang tampang memelasnya, akhirnya Pak Satpam tersebut mengangguk, membukakan gerbangnya untuk Derin. Dalam hati, Derin tersenyum kemenangan, Satpam yang bisa diandelin. Pikirnya.
Berlari kecil menuju kelas, berharap tak ada guru yang melihatnya. Berada di depan kelas, melihat Guru di luar kelas sedang berbicara dengan Nathan. Sontak Derin segera memelankan langkahnya agar tidak terdengar oleh Bu Guru.
Tiba-tiba saat Nathan melihatnya, buru-buru Derin melempar tatapan memohon sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir. Segera masuk kelas dan duduk ditempatnya.
Ah, leganya. Pikir cewek itu.
"DERIN!" teriak salah seorang Guru di ambang pintu. Seketika Derin terlonjak. "Telat lagi? Bagus! Ulangi saja terus. Datang-datang ngeluyur masuk aja!" omel Bu Guru.
Mengambil napas panjang. Terlalu kesal karna ocehan Guru yang berumur lansia tersebut. "Assalamualaikum teman-teman setingkat dan seperjuangan gue!" sapanya keras sambil melambaikan tangan kaya pejabat blusukan di tengah jalan.
"Udah ‘kan Bu?"
Seolah geram karna ucapan yang Derin lontarkan, Guru tersebut menatap Derin galak, tapi lucu menurut Derin. Unik. "Derin, keluar!"
Saat Guru lansia tersebut hilang dari pandangan, muncul Nathan di ambang pintu. Tersenyum licik. "Hey, Babe!" sambil mengedipkan salah satu matanya.
Bagusnya dia bilang seperti itu. Kini semua orang di kelas itu melongo dan melempar tatapan tanya, sebagian bengis. Oh sungguh, Derin benci jadi pusat perhatian. Derin tau, jadi Nathan yang membocorkan keterlambatannya pada Guru lansia tersebut.
Liciknya.
Berada di taman, duduk selonjoran di bawah pohon kelapa, meratapi hukumannya di luar, sambil mencabuti rumput hijau dengan tangannya. Beruntung dia hanya disuruh keluar, bukan bersih-bersih atau berjemur di lapangan.
"Duh, enak banget ya yang dihukum." tukas Nathan di belakang Derin, duduk di belakang Derin–tepatnya bersebelahan menyender di pohon. Membuat moodnya semakin kacau di pagi ini.
Menghembuskan napas panjang. "Lo lagi."
"Yah, emang kenyataannya gue lagi. Dunia sempit ya!"
"Justru lo yang buat dunia semakin sempit. Ngapain kesini sih lo!" sarkastis Derin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Games Over
Fiksi RemajaDerin Alexa Adriana, gadis periang dan jutek yang terjebak dalam sebuah permainan konyol dari kedua sahabatnya, Luna dan Keira. Permainan yang menjerumuskan ke dinding permusuhan diantara ketiganya. Dilema, apa Derin harus tetap menjalankan misi te...