Chapter Twenty-Six #Menjauh

141 7 0
                                    

Esokkan harinya, seperti biasa, Derin berangkat lebih awal ke sekolah. Cewek itu berjalan melewati koridor tanpa semangat. Hari ini, tampak tidak seceria dulu, tepatnya saat kebersamaan Derin dan kedua sahabatnya masih terjalin indah. Mungkin setelah ini tidak ada sapaan dari kedua sahabatnya saat berpapasan di koridor. Cewek itu hanya menatap kosong depannya.  

Bukk ...

Derin tersadar dari lamunanya, tepatnya saat cewek itu tidak sengaja menabrak seseorang di sampingnya. Derin mendongak pada seseorang yang ditabraknya, berniat meminta maaf.

Tetapi, belum lama saat Derin melihat seseorang yang ditabraknya, cewek itu terlebih duluan terpaku. Ia masih bergeming di tempatnya tanpa berkutik sekalipun. Di depannya, kini Luna sedang membereskan buku-bukunya yang sempat terjatuh.

Tak menunggu lama, Derin ikutan berjongkok depan Luna, ikut membantu membereskan buku cewek itu, "Gue bantuin."

"Gak usah. Gue bisa sendiri," tolak cewek itu seraya menepis tangan Derin kasar. Derin pun terlonjak, kini menatap Luna tidak percaya dengan sikapnya. "Gue gak butuh bantuan dari seorang pengkhianat." sindir Luna sarkastis seraya melayangkan tatapan remeh dan sinis sebelum melenggang pergi.

Di tempatnya, Derin masih terdiam menatap punggung Luna dari belakang, sedaritadi cewek itu bungkam tanpa mengucapkan sepatah katapun dari mulutnya.

Entah kenapa saat ini Derin membisu seketika, ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Di dadanya, masih terasa sesak, sebisa mungkin cewek itu menghela napas beratnya. Ucapan Luna begitu menohok hati. Ia sendiri tidak menyangka, saat sahabatnya sendiri mengejeknya dengan sebutan pengkhianat.

Derin kembali berjalan tanpa memikirkan persoalan tadi. Saat melewati koridor kelas IPS-3, cewek itu memberhentikan langkahnya, menoleh ke dalam kelas tersebut lewat pintu yang setengah terbuka. Itu kelas Keira.

Memperhatikan Keira yang sibuk berbincang dengan teman sebangkunya. Tampak senang sesekali tertawa. Begitu Keira menyadari tatapan Derin di depan pintu kelasnya, cewek itu buru-buru memalingkan muka. Tidak peduli akan kehadiran Derin.

Di sisi lain, cewek itu merasa tidak tega memperlakukan Derin seperti itu. Karna begitupun juga dia sahabat terbaiknya. Tapi jika keadaan telah berkehendak, Keira harus apa?

Mendapat perlakuan itu, Derin tersenyum pedih. Lalu kembali melanjutkan jalannya tanpa semangat, menuju kelasnya. Hari ini, ia tidak ingin bertemu siapapun.

Lima menit sesudah bel istirahat berdentang, Derin hanya melengos lesu. Hari ini moodnya benar-benar buruk. Sedaritadi selama pelajaran dimulai, cewek itu hanya membaringkan kepalanya di meja. Ditopang oleh kedua tangannya.

Tidak seperti dulu tatkala ia menunggu bel istirahat berbunyi saking senangnya. Berbeda saat ini, jam istirahat dan pulang terasa sama saja. Begitu ... Hambar.

"Der, lo sakit?"

Derin mendongak dari posisinya saat seseorang tiba-tiba berbicara di depannya. Cewek itu mengerjap beberapa saat ketika mendapati Matt berdiri di depannya. "Eh, lo Matt?"

"Hm. Lo sakit?"

Derin menggeleng. "Siapa yang sakit? Gue lagi gak mood aja. Tumben kesini, kenapa?"

Matt memangut-mangut paham. "Gue nungguin lo dari tadi di perpus kali. Temenin gue." gerutunya seraya menduduki kursi sebelah Derin.

"Mana gue tau, lo gak ngabarin gue juga."

"Lah? Barusan gue sms lo."

Derin mengaktifkan ponselnya, terlihat satu notifikasi pesan dari Matt. Ia membuka notifikasi tersebut, ternyata benar, Matt mengabari cewek itu untuk datang ke perpustakaan di jam istirahat. Derin melihat Matt sebelum memasukkan kembali ponselnya ke saku. "Sori, gue sama sekali gak megang hape tadi."

Games OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang