BAB 35

374K 24.9K 2.6K
                                    


Fools - Troye Sivan


BAB 35

SENYUM Ladit tidak pernah pudar hari ini.

Pasalnya, dia berhasil mengajak Raja sekaligus Ratu ke dalam pesta BBQ, seperti yang ia inginkan. Berkat bantuan Papa, kakak Ratu mendapat panggilan dari atasan di kantornya. Entah relasi mana yang berhasil Papa hubungi, tapi Reon sukses pergi lembur sehingga Ratu bisa dititip secara tidak sengaja di rumah Raja.

"Bilang apa dong, sama Papa?" rajuk Papa begitu melihat senyum di wajah Ladit begitu Raja mengatakan ia membawa Ratu.

Ladit terkekeh kecil, "Makasih, Papa Ganteng."

"Jijik," ledek Papa sambil melenggang pergi menuju halaman belakang dimana pesta BBQ diadakan.

Akhirnya, usaha Ladit untuk menyatukan Raja dan Ratu berada satu langkah lebih maju.

Omong-omong tentang pesta BBQ, Ladit sudah meminta Papa untuk membuat suasananya seromantis mungkin. Bahkan Ladit yang tidak pernah menyukai waltz dan semacamnya, kini meminta Papa memutarkan musik tersebut. Kursi-kursi diatur sedemikian rupa sehingga berdua-berdua. Pokoknya, Ladit harus mengusahakan momen ini sebagai titik awal kedekatan Raja dan Ratu.

"LADIT!"

Seruan seseorang yang sangat cempreng meski usianya sudah kepala dua itu membuat Ladit menoleh, kaget. Apalagi saat kedua lengan kakak tertuanya, Lana, melingkar di leher Ladit.

"Ya ampun, My Sweet Cute Awkward Potato Ladit! Kakak kangen banget sama kamu," ucap Lana sepenuh hati. Sontak Ladit tertawa dan memeluk kakaknya. "Kamu kok jarang banget bales Whatsapp dari Kakak, sih? Kamu punya pacar baru, ya?! Ngaku! Waktu umur kamu enam tahun aja, kamu udah ngegebet cewek."

"Aduh, Kak Lana. Ladit tuh sibuk ini-itu kayak eksekutif muda, tau nggak?" balas Ladit seraya melepas pelukannya. "Kak Fadhil, Kak Larissa, sama Kak Fey mana?"

Lana menabok bahu Ladit seraya berkacak pinggang. Gadis dengan wajah oval persis seperti Ladit itu tampak sepuluh kali lebih menyeramkan. Mungkin tampang itu diperlukan mengingat keempat adiknya 'bandel'.

"Kamu jangan ngalihin perbincangan, deh. Kakak kamu yang lain lagi perjalanan ke sini. Tapi ... bukan itu intinya! Pokoknya kamu kenapa sibuk banget? Abis pindah dari National High jadi gini, huh," ketus Lana.

"Astaga, Kak Lana. Udah dibilang Ladit ada suatu projek yang sangat penting bagi hajat hidup orang banyak," kini, Ladit tertawa. Lana memang seperti itu, selalu mencemaskan adik-adiknya sehingga bertingkah sedikit ... bawel.

"Eksekutif muda, lah. Projek, lah. Sibuk, lah. Ada apa sih, masalahnya?" mata cokelat terang milik Lana persis seperti Mama, kadang membuat Ladit berpikir Lana dan Mama satu tipe.

"Gini lho ...," Ladit mendekatkan dirinya ke arah Lana, lalu berbisik. "Projek Mak Comblang antara Raja dan Ratu. Namanya keren 'kan, Kak? Kayak kerajaan atau apalah, gitu."

Lana kaget, mulutnya membentuk huruf O besar. Lalu ia balas berbisik.

"Serius kamu?!"

"Dua rius deh, kalo Kak Lana nggak percaya. Udah bagus Ladit kasih tau," balas Ladit seraya menaik-turunkan alisnya.

"Emang mereka saling suka?" tanya Lana lagi, kali ini cemas terbentuk di wajahnya.

"Udah pasti mereka suka, Kak! Cuma ya ... masalahnya gengsi mereka tuh tinggi banget, lebih tinggi daripada Menara Eiffel. Makanya Ladit harus bertindak, daripada dukun yang bertindak. Iya, nggak?"

"Tapi gini lho, Dit," sergah Lana cukup serius. "Kamu yakin ini yang terbaik? Kalo mereka emang beneran suka, mereka pasti bakal usaha. Tapi gimana kalo mereka tau mereka suka ... tapi berusaha ngilangin perasaan itu karena suatu alasan? Dengan projek kamu ini, bisa-bisa mereka berdua sakit hati."

Ladit sejenak termenung, menyerap perkataan Lana. Memang dari awal, Raja dan Ratu sudah saling menyukai. Alasan mereka menjauhi satu sama lain cukup sensitif, seperti yang Resta bilang. Namun, sampai saat ini Ladit tidak mengetahui alasan Raja membenci Komplotan Rahasia, padahal grup itu hanyalah komunitas remaja biasa. Jadi Ladit rasa, hal ini tidak terlalu memberi efek besar.

Maka Ladit menyergah, "Ah, Kakak suka membesar-besarkan. Ladit yakin nggak ada apa-apa. Super duper triple yakin!"

Mengetahui sifat keras kepala Ladit, Lana pun menghela napas. "Yah, terserah Ladit aja, deh. Awas ya, kalo curhat ke Kakak. Dasar anak manja plus ngeyel."

"Siap, Kapten!" cengir Ladit sambil menghormat, badannya ditegakkan.

Lana pamit ke halaman belakang, meninggalkan Ladit yang menunggu teman-temannya datang di muka pintu. Bukan temannya yang muncul, melainkan anak dari teman ayahnya. Seorang cewek dengan wajah manis dan rambut ikal sepundak.

"Ladit, ya?" tanya cewek itu ragu-ragu, suaranya sangat kalem, lebih kalem karena usianya sudah kepala dua.

"Hai, Kak Anggrek," sapa Ladit sambil nyengir, memang di antara keluarga dan kerabat dekat, dia yang paling kecil. Bahkan umur mereka terlampau jauh.

"Wah, sudah besar kamu," Anggrek memberi Ladit pelukan singkat, lalu melepasnya dan bertanya, "Yang lain udah pada dateng, Dit?"

"Udah, Kak. Masuk aja ke dalem."

"Oke, thanks, Dit."

Begitu Anggrek sudah melenggang pergi, Ladit mengusap-usap dadanya dan geleng-geleng kepala. "Aduh ... kenapa ada bidadari di saat yang nggak tepat, sih?"

Sudah sejak lama, Ladit menganggumi Anggrek. Hanya sebatas kagum karena Ladit tahu diri dia hanya bocah ingusan dibanding Anggrek yang pasti sangat amat dewasa dan berpengetahuan luas. Lagipula, kabarnya Anggrek sudah punya pasangan dan akan segera bertunangan. Yah, setidaknya bidadari itu sudah punya pasangan.

Kembali ke topik.

Tepat saat Ladit ingin bertanya keberadaan Resta dan Edo, suara kedua cowok itu membuat Ladit mendongak dari layar ponselnya. Senyumnya cerah melihat mereka, lantas berlari-lari layaknya anak kecil.

"Sukses, nggak?" tanya Resta harap-harap cemas.

"SUKSES!" jawab Ladit penuh kebahagiaan, rencana ini memang sudah ia rembukkan bersama kedua karib barunya, "Edo, jangan lupa handycam, kita bakal dapet momen bersejarah malam ini."

Sama seperti Papa, Ladit selalu mengabadikan setiap momen seperti ini dengan handycam.

R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang