BAB 41

330K 26.8K 5K
                                    

Kid in Love - Shawn Mendes


BAB 41

DUK! Duk! Duk!

Suara bola basket mengisI lapangan indoor sekolah Raja. Hanya ada Raja, Ladit, Resta, Edo, dan Ratu di sana. Jam istirahat seperti ini memang digunakan siswa lain untuk ke kantin. Maka dari itu lapangan luas ini sepi.

"Oper!" teriak Raja pada Resta—teman satu timnya yang tengah mendribble bola.

Dengan cepat Resta mengoper. Kini bola basket berada di tangan Raja. Cowok jangkung dengan pandangan mata tajam itu berlari ke arah ring basket lawan. Disana sudah ada Ladit yang membayang-bayanginya. Sementara Edo mengejar Raja dengan dicegat Resta.

Kali ini mereka tanding seperti biasa. Resta dengan Raja sementara Ladit dengan Edo.

"Gimana kemarin sama Ratu? Ada apa aja?" bisik Ladit jahil saat Raja mencari celah untuk menembak bola.

Sial, Ladit jago juga, batin Raja geram. Ia mengedik singkat, berkonsentrasi penuh mengira-ngira celah yang pas, "Seru."

"Hm ... seru, ya? Iyalah seru, 'kan sampe pelukan sama Ayang Ratu," celetuk Ladit membuat bola basket di tangan Raja mendadak terlepas.

Momen ini tentu diambil Ladit dengan lihai. Ia mendribble bola tak bertuan itu menuju ring basket Raja-Resta yang tanpa penjagaan. Resta langsung beralih mengejar Ladit, namun ia terlambat sepersekian detik karena bola itu sudah masuk dengan mulusnya. Three point¸ seperti biasa.

"Ladit memang yang paling bisa," kekeh Ladit seraya menerima tos dari Edo.

"Ah! Lo curang. Tadi konsentrasi gue pecah gara-gara omongan ngawur lo," Raja mengentakkan kakinya kesal.

Dari bangku tribun, Ratu tertawa kecil. Melihat sisi kekanakan Raja, Ratu jadi gemas ingin mencubit pipinya.

"Semuanya halal dalam permainan," timpal Edo.

Ladit langsung menampiknya, "Padahal lo nggak bantu apa-apa."

"Jangan salah, ya! Gue bantu doa."

Tidak mau memusingkan perdebatan antara Ladit dan Edo, Raja menaiki tribun untuk menghampiri Ratu. Tiba-tiba tanpa Raja memintanya, Ratu langsung menyodorkan sebotol minuman isotonik. Raja tersenyum berterimakasih lalu duduk di samping Ratu.

"Ladit bilang apa sampe muka lo sekaget itu?" tanya Ratu penasaran. Dia memang tidak mendengar ucapan Ladit karena cowok itu berbisik.

"Ah ...," Raja menggaruk tengkuknya, "Nggak apa-apa. Dia emang suka ngawur."

"Bener?" tanya Ratu memastikan.

Raja menoleh padanya, lalu mengangguk lucu.

"Lo tuh ...," Ratu hendak mencubit pipi Raja, namun urung. "Gemesin banget."

"Cubit dong pipinya," pinta Raja dengan wajah memelas.

Segera Ratu mencubit pipi Raja bertubi-tubi, bahkan menekan kedua pipinya hingga bibir Raja tampak seperti ikan koi.

Dengan susah payah, Raja berkata, "Sorry gue kalah."

"Nggak apa-apa."

"Sorry juga udah ngerepotin lo dengan dateng ke sini. Harusnya gue nggak usah sok-sok ngajak. Toh, nggak menang juga."

"Nggak apa-apa, Raja."

"Sorry—"

"Nggak apa-apa, Sayang."

Sontak tangan Ratu terasa menghangat di pipi Raja. Merasa aneh, Ratu pun melepas tangannya. Tampak jelaslah rona merah di kedua pipi cowok itu. Raja dengan cepat menutupinya, bibirnya cemberut dan matanya menatap malu ke arah Ratu.

"Gue salah ngomong, ya?" tanya Ratu panik. "Gue cuma nggak mau lo merasa bersala—" begitu menyadari panggilan darinya untuk Raja, pipi Ratu ikut merona, "Ah, itu ... gue ... duh, sorry."

Setelah momen canggung yang rasanya berabad tahun, akhirnya Raja berhasil menguasai dirinya. Ia mengambil minuman isotonik pemberian Ratu, lalu berjalan menuruni tribun.

Suara berat Raja membuat Ratu yakin ia sulit turun setelah terbang setinggi ini.

"Iya, nggak apa-apa, Babe."

Momen itu tentu tidak lepas dari handycam Edo dan kejahilan trio.


R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang