BAB 55

601K 21.6K 5.7K
                                    

Let It Go - James Bay

BAB 55

SUDAH seminggu ini rencana Raja menjauh dari Ratu berhasil, hingga pada saat kelas Bahasa, sebuah SMS mampir ke ponselnya.

Hari ini jemput Ratu, ya. Gue lembur. Thanks, Ja
—Reon.

Raja dirundung dilemma besar. Dia tidak bisa menolak permintaan Reon, mengingat dirinya sudah berjanji pada abang Ratu itu. Tapi, Raja juga tidak mau hanya berdua dengan Ratu selama setengah jam dalam perjalanan pulang. Mendadak ... Raja jadi ingat pertama kalinya ia harus menjaga Ratu—semuanya secanggung ini.

Dengan punggung bersandar pada dinding dingin kelasnya, Raja pun membalas SMS Reon.

Oke, Bang.
—Raja.

Rasanya waktu berjalan sangat cepat saat Raja ingin memperlambat semuanya. Padahal saat dia ingin buru-buru pulang karena gurunya membosankan, waktu malah terasa sangat lambat. Dia menutup mata selama lima detik saja serasa satu jam. Sekarang, malah satu jam serasa lima detik.

Waktu memang membingungkan.

Bel pulang berbunyi lebih cepat daripada yang diperkirakan. Jantung Raja seolah berdegup lebih cepat karena sebentar lagi dia akan bertemu Ratu.

Dilihatnya Ladit yang tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, lalu Raja berbalik. Sekarang, Raja tidak lagi berurusan dengan cowok itu maupun kedua temannya. Entah kenapa, semua ini membuat dadanya sesak.

Sesampainya di kelas Ratu, ternyata masih ada guru di dalam. Maka Raja menunggu di sisi kanan koridor sambil bersandar. Earphone tersumpal di telinga Raja untuk mengusir rasa gugupnya yang berlebihan.

"Anak-anak, besok PR-nya harus dikumpulkan. Jangan telat mengumpulkan, kalau telat nanti Ibu hukum," suara guru yang terpandang killer di kelas Ratu terdengar, disusul dengan sahutan "Iya, Bu" dari anak-anak di kelas itu.

Tak berapa lama, Ratu keluar dari kelas.

Mata Raja dan Ratu bertemu.

"Gue diminta Bang Reon buat jemput lo," ungkap Raja langsung dengan suara dingin sebelum Ratu sempat untuk berekspetasi. Entah kenapa, setelah tahu fakta bahwa Ratu sudah membodohinya, Raja sentimen terhadap gadis itu.

Ada kilat kecewa di mata Ratu. Seolah-olah, dalam kasus ini, dia yang tersakiti alih-alih Raja. Gadis itu mengangguk pelan dan mengikuti langkah panjang Raja dengan lunglai.

"Kak, gue minta maaf," Ratu angkat suara begitu mereka sampai di mobil.

Raja menghidupkan mesin mobil tanpa membalas ucapan Ratu. Bagai Ratu hanyalah batu yang tidak pantas untuk dihiraukan.

Dan Ratu mengerti.

Mungkin ini rasanya. Saling diam yang mengukir suasana sesak. Saling menyakiti walau pada kenyataannya, saling menyayangi. Mungkin ini rasanya, menghadapi suatu perbedaan dengan perpisahan.

Ratu menghela napas berat dan melihat Raja. Namun Raja tidak melihatnya, cowok itu tengah fokus menyetir. Tangan Ratu bergerak untuk menyalakan radio. Kali ini, Ratu tidak lagi peduli bila Raja terganggu atau tidak. Dia ... sudah letih untuk peduli.

"Selamat sore, Kaula Muda! Kembali lagi di Music Breeze yang memutar lagu-lagu hits internasional. Sore-sore gini sih, enaknya minum kopi atau teh di rumah masing-masing setelah seharian belajar," suara penyiar radio mengisi heningnya mobil Raja, "eits, tapi tunggu dulu, Kaula Muda. Saya punya satu lagu yang cocok banget buat pasangan beda prinsip! Kalau diliat-liat nih, Kaula Muda, beda prinsip itu sebenernya nggak seberat beda agama, lho. Kenapa? Karena kalau satu sama lainnya mengerti, pasti beda prinsip itu bisa diatasi. Yah ... apa sih yang nggak bakal dilakukan kalo udah sayang? Kecuali ... kalau dari awal memang nggak terlalu sayang, pasti cepet deh, tuh, retaknya hubungan."

R: Raja, Ratu & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang