Me and My Broken Heart - Rixton
BAB 47
KIRA-KIRA, ini percakapan yang terjadi di kantin saat jam istirahat. Sebenarnya mereka tidak perlu repot-repot mengurus masalah teman dekatnya. Tapi berhubung teman dekat mereka agak bodoh soal percintaan, maka mereka beraksi.
Resta: Pertemuan kedua Sabtu siang ini. Jadi gimana kita menyembunyikan identitas Ratu dari Raja?
Edo: Gampang. Raja nggak mungkin ikut sama kita ke sana.
Ladit: Semua hal dapat terjadi. Kita harus mengatur rencana supaya Raja nggak tau soal 'identitas' Ratu.
Edo: Tapi gimana? Kemungkinan Raja tau itu besar. Apalagi semakin ke sini, mereka semakin deket. Beh, kalo liat mereka ... kayak liat Romeo dan Juliet versi SMA.
Resta: Kita bisa nyulik Raja selama pertemuan berlangsung. Atau kita nggak ikut ke Komplotan Rahasia. Ngomong-ngomong, gue lebih suka Rama dan Sinta dibanding Romeo dan Juliet. Lebih merakyat.
Ladit: WOI, KITA HARUS IKUT! Gue suka Komplotan Rahasia. Di sana, gue dapet temen baru, pengalaman kocak, juga refreshing karena games-nya seru-seru. Kita nggak boleh melewatkan pertemuan.
Resta: Tapi kita nggak bisa sembunyi kayak kemarin. Kita nggak pake topeng.
Ladit: Ya ... emang kenapa? Emang harus Ratu nyanyi 'Buka dulu topengmu, biar kulihat wajahmu'?
Edo: Bagi baksonya.
Resta: ITU SUAPAN TERAKHIR, EDO!!
Ladit: Hahaha, mampus lo, Res. Suapan terakhir adalah yang paling berharga.
Resta: BODO AMAT BELIIN BAKSO YANG BARU!
"Ngomongin apa, sih? Kayaknya serius banget," ucap Raja santai sambil bergabung di meja mereka berempat. Cowok itu lagi bahagia, bahkan dia yang biasanya tidak mau membeli mie ayam Pak Safiudin, kini membeli dua mangkuk. Dibayar tunai.
Selanjutnya yang Raja bayar tunai adalah seperangkat alat shalat buat Ratu. Eh, masih lama, ya?
"Nggak ngomongin sesuatu yang mencurigakan, kok," sahut Edo dengan wajah was-wasnya.
"Bego, lo keliatan banget was-wasnya," desis Ladit.
Resta hanya menepuk jidatnya pelan. Beginilah bila berurusan dengan orang-orang idiot yang untungnya pintar di akademik dan ganteng. Aduh, Resta jadi terkesan suka dengan sesama jenis.
"Kita lagi ngomongin bakso gue yang dimakan Edo dengan bejatnya," tukas Resta.
"Oh? Mau gue beliin, Res?" tanya Raja sambil tersenyum ceria.
Raja dan ceria, sungguh tidak bisa disandingkan dengan wajar.
"Lo kurang obat, Ja? Apa gara-gara deket jadi Ratu lo mendadak dangdut gini?" tanya Edo dengan mulut melongo.
Raja bersungut dan menempeleng kepala Edo. "Gue baikkin Resta, lo yang baper."
Cowok dengan rambut jabrik itu hanya nyengir dan kembali menyeruput kuah—baksonya sudah habis disantap, tapi Edo memang suka menghabiskan kuahnya juga, katanya pengiritan beli Aqua.
Tepat saat Raja menyelam pada kenikmatan makan mie ayam, Resta, Ladit, dan Edo memulai diskusi mereka yang tertunda.
Percakapan "bisik-bisik" mereka seperti ini:
Resta: Lo liat dia? Gue nggak mau menghancurkan kebahagiaan Raja. Bisa-bisa, dia lebih menyebalkan dari dulu kalo dia tau Ratu anggota Komplotan Rahasia.
Ladit: Gue ngerti. Biarkan otak gue berpikir rencana apa yang pas.
Edo: Apa kita culik Ratu aja? Bilang ke dia supaya berhenti jadi anggota.
Ladit: Bego, Lo. Dia bisa ngira kalo Raja yang nyuruh.
Resta: Si Edo emang bego. Biarkanlah dia berkembang.
Edo: Gue bisa main biola, lho, ya! Awas lo berdua, nggak boleh ikut ke pertunjukkan gue di masa depan.
Ladit: Ngimpi lo, Do. Palingan juga konser di depan bocah-bocah.
Resta: Kita liat sepuluh tahun dari sekarang aja, Dit. Kalo emang bener dia jadi terkenal, kita juga 'kan yang enak.
Edo: Dasar, Bajingan.
Ladit: Kembali ke topik. Sekarang kita harus gimana?
Resta: Pernah nggak sih ngerasa kalo Raja emang seharusnya tau?
Edo: Gue ngerasa! Biarin aja dia tau, biar dia mampus.
Ladit: Serius lo? Apa menurut lo nggak bakal ngefek ke hubungan mereka?
Resta: Ngefek, lah, Dodoladit. Tapi tetep aja kita nggak boleh ikut campur. Maksud gue, urusan Trio Comblang di sini udah selesai.
Ladit: Jadi menurut lo kalo mereka berantem dan ujungnya nyakitin satu sama lain, itu urusan mereka? Bukan tanggung jawab kita yang bikin mereka deket?
Edo: Lo berdua dapet poinnya. Tapi gue lebih pro ke Resta. Kenapa? Karena Raja emang seharusnya tau. Cepat atau lambat pun pasti dia bakal tau. Sesimpel itu.
Ladit: Apa nggak seharusnya kita deketin mereka?
Resta: Jangan goblok, Dit. Mereka emang saling suka, kita cuma ngasih bensin di api mereka. Selesai.
Edo: Nah, bener Resta. Suka deh sama kamu.
Resta: Jijik.
Ladit: EH! Jijik mah semboyan Bokap gue.
"Ngomongin apa, sih?" tanya Raja dengan wajah bingung melihat ketiga teman dekatnya malah mengobrol tanpanya.
Ladit mendongak dan menyeringai kepada Raja, "Ngomongin lo, dong."
"Si Bangkai," gerutu Raja, "Ikutan ngomongin, dong. Raja itu ya, orangnya pelit banget. Masa beli mie ayam aja ngutang. Tapi setelah bertemu Ratu, dia jadi baik sama Pak Safiudin dan membayar tunai seluruh hutang mie ayamnya. Hebat banget, kan, dia?"
Resta, Edo, dan Ladit menunjukkan wajah ingin muntah versi masing-masing, lalu kembali mengobrol lagi tanpanya. Kadang, Raja merasa mereka bertiga lebih cocok bersama dibanding bersamanya, dan entah kenapa itu menyebalkan.
Raja sendiri tidak mengerti sejak kapan mereka bertiga dekat dan meninggalkan Raja.
Tanpa Raja tahu, mereka bertiga tidak benar-benar meninggalkannya. Namun, memikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
R: Raja, Ratu & Rahasia
Teen FictionSudah Difilmkan, 12 Juli 2018 💝 #1 Fiksi Remaja - 3 Januari 2016, 7 Februari 2016 "Raja marah?" meski seratus persen yakin dengan jawaban cowok itu, Raja, cewek itu tetap bertanya. Tetapi Raja tidak pernah menunjukkan amarahnya di depan cewek itu...