m r. 30 - v a c u o u s

11.3K 762 56
                                        


5 tahun kemudian...

"Dad!!! Lihat, nilaiku bagus lagi. Aku bisa kalahkan nilai Alanis."

Seorang bocah laki-laki berlari girang sambil membawa sebuah laporan hasil belajar di salah satu sekolah kindergarten bertaraf internasional. Bocah itu dengan riang menghampiri seorang lelaki dewasa yang saat ini duduk di depan kursi taman sambil melihat pemandangan pegunungan yang membentang indah.

Bocah laki-laki itu tersenyum saat melihat ayahnya yang menoleh ke arahnya dan menatapnya singkat saat menyadari kehadirannya. Bocah itu tersenyum manis sekali, memamerkan deret gigi putih yang begitu rapi. Ini sebuah kemajuan, biasanya, bahkan ayahnya itu selalu menatap kosong ke depan atau ke arah langit, tanpa mau memandang ke arahnya.

"Daddy mau lihat nilai Leon?" tanya bocah kecil itu sambil mengacung-acungkan map tebal di tangannya.

Keanu mengangguk pelan tanpa ekspresi. Leon kemudian menyerahkan laporannya dan berharap bahwa kali ini ia akan mendapat sebuah pujian dari ayah yang sangat ia puja meskipun ia tahu bahwa ayahnya sedang tidak dalam kondisi baik. Tetapi ia tetap percaya ayahnya akan sembuh seperti apa yang selalu dikatakan oleh Daddy Yanez.

Hanya melihat sekilas, Keanu menyerahkan kembali laporan itu pada Leon dan fokus pandangannya kembali pada pemandangan di depannya. Leon menerima map itu dengan menunduk sedih. Ia kemudian baru menyadari bahwa ada sesuatu yang digenggam oleh Keanu. Sebuah pigura foto dalam kondisi terbalik.

Karena di usianya yang menginjak lima tahun ini Leon memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar, ia mencoba memberanikan diri untuk menarik pigura itu dari tangan Keanu.

"LEON JANGAN LANCANG!!!" teriak Keanu marah saat tangan kecil Leon baru menyentuh pigura itu.

"Maaf, Dad. Leon hanya ingin tahu itu foto siapa." Leon bergerak mundur dengan wajah yang sudah menunduk menahan tangis akibat bentakan ayahnya.

"Kamu masih kecil! Jangan pernah ikut campur urusan daddy!" Keanu beranjak dari kursinya dan berjalan pelan menuju kamar, tidak lupa dengan membanting pintu.

Leon hanya diam menatap daddy-nya yang memang suka marah jika ada di dekatnya. Kaki kecil Leon kemudian menggiring Leon untuk berjalan pelan menuju kamarnya sendiri. Di pintu depan, ia melihat Yanez dan Claire yang menggendong Alanis dan menciumi putri kecil mereka. Leon memandang Alanis dengan tatapan iri. Terlebih saat ia melihat Yanez yang begitu memuja Alanis saat melihat laporan hasil belajarnya.

"Leon!" panggil Yanez saat Leon akan masuk ke dalam kamarnya.

"Ya, Dad?"

"Selamat ya... kamu benar-benar anak daddy yang cerdas." Yanez menurunkan Alanis dari gendongannya dan berjalan pelan mendekati Leon sambil mencium kedua pipi dan pucuk kepala Leon dengan penuh cinta.

"Tapi mengapa Daddy Kean tidak suka jika nilai Leon bagus? Leon justru dimarahi."

Yanez menghembuskan napas berat dan menarik tubuh kecil Leon dalam gendongannya. "Daddy Kean masih sakit, sayang. Leon harus mengerti kondisi Daddy Kean, ya?"

"Kapan daddy sembuh? Sebenarnya daddy sakit apa? Kata guru Leon jika ada keluarga yang sakit harus dibawa ke rumah sakit. Kenapa tidak dengan Daddy Kean?"

Yanez dan Claire saling memandang, bingung harus menjawab apa. Memang ukuran anak seusianya, Leon tergolong anak yang begitu cerdas dan kritis. "Nanti Leon akan tahu sendiri. Yang jelas Daddy akan cepat sembuh. Leon berdoa saja, ya?"

Leon tersenyum dan mengangguk. Tangan kecilnya menangkup pipi Yanez dan menciumnya pelan. "Iya, Dad."

"Nah, sekarang Leon ganti baju seragamnya dulu. Sebentar lagi kita jalan-jalan untuk merayakan nilai kalian yang bagus."

Mr. GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang