Yuki menggeleng tidak percaya melihat Maxime yang membawa boneka besar seukuran tubuhnya memasuki rumah saat keduanya kembali dari toko boneka tersebut. Dan Yuki dibuat bingung dengan kelakuan Maxime yang membeli boneka beruang berwarna cream dengan ukuran yang besar. Ckckck... Yuki merasa seperti anak berusia 7 tahun saat ini.
"Yaampuuunnn!!! Ini apaan yang kakak bawa sampe segene gaban gini?" Yuki terkekeh lucu saat mendengar suara Prilly yang menggelegar dari dalam rumah. Dilihatnya gadis mungil itu tengah berdiri diujung tangga bertolak pinggang melihat kakaknya yang duduk disofa terlihat kelelahan karna membawa boneka sebesar dirinya itu.
"Boneka lah, kamu gak liat tuh?" jawab Maxime sekenanya, Yuki duduk disebelahnya sementara Prilly menghampiri keduanya.
"Buat siapa? Buat aku? Aw! Makasiiiiihh kakak aku yang ganteng, lucu imut dan unyuuu inii... muaahh.."Prilly mengecup pipi kakaknya dan memeluk bonekanya sayang. Prilly merasa memeluk beruang beneran kalau begini. Hahaha...
"Heh! Enak aja! Itu buat Yuki tau! Kamu minta beliin aja sana sama Ali." Kata Maxime membuat Prilly mengerucutkan bibirnya lucu. Gagal deh meluk beruang kutub!
"Ish! Yaudah, nanti aku minta beliin sama Ali yang lebuiiiiiiihhh besuaaaarrrr..." Prilly memeletkan lidahnya pada Maxime sebelum berlalu dari hadapan kakaknya itu.
Yuki terkekeh dan menyandarkan dagunya di bahu Maxime, "Makasih sayangnya Aku..." Bisik Yuki ditelinga Maxime dan mengecup pipinya sekilas. Maxime terperangah sesaat dan menoleh kearah Yuki yang masih betah dengan posisinya.
"Kamu mau minta aku bawa ke KUA sekarang juga, ya?" pertanyaan Maxime membuat Yuki berjengit dan mengangkat kepalanya, "Nggak kok. Siapa juga." Balas Yuki tak terima.
"Abisan kamu ngegemesin banget. Pengen langsung aku nikahin aja bawaannya." Maxime mencubit kedua pipi Yuki dan menggigit cuping hidungnya gemas. "Aww! Sakit!" Yuki memukul lengan Maxime membuat lelaki itu terkekeh lucu.
==00==
Laura berdiri kikuk didepan kelima cowok tampan dihadapannya yang tengah menatapnya dengan tatapan tajam. Aura mengintimidasi dari kelimanya membuat nyali Laura sedikit menciut saat mendapati kelima cowok itu menghampirinya di salah satu rooftop gedung tua dekat dengan sekolah Mereka.
Laura tahu pasti apa yang membuat kelimanya rela datang menghampirinya ke atas gedung ini.
"Sekarang jelasin apa tujuan lo nyelakain Yuki waktu itu?" pertanyaan yang keluar dari salah satu mulut kelima cowok didepannya membuat Laura mendongak menatap lelaki itu. Laura tersenyum miring dan memberikan tatapan menantang. Stefan mengerutkan keningnya bingung dan menunggu jawaban dari gadis didepannya ini.
"Kalau gue kasih tau. Apa kalian bisa balikin nama gue lagi dan kembali ke sekolah itu?" Tanya Laura menatap kelima cowok didepannya dengan wajah serius. Stefan mendengus karna pertanyaannya justru mendapatkan jawaban yang tidak masuk akal.
Maxime mengetatkan rahangnya melihat Laura yang seolah tidak merasa bersalah dan telah hampir menghilangkan satu nyawa saat itu kalau saja keajaiban tidak berpihak kepada Yuki. Maxime maju selangkah. Menunduk menatap Laura dengan tatapan penuh intimidasi.
"Semua terjadi karna kesalahan lo Laura! Lo harus bisa menerima konsekuensinya karna sebelum ini terjadi gue udah pernah memperingatkan lo untuk tidak ikut campur urusan gue maupun Yuki." Desis Maxime tajam, Laura terkekeh remeh dan melipat kedua tangannya didepan dada.
"Emang! Terus kenapa? Gue Cuma mau memperjuangkan apa yang seharusnya gue perjuangkan. Dan gak seharusnya cewek itu memasuki kehidupan lo lebih dalam, Max! dan Lo...." Laura menunjuk dada Maxime dengan jari telunjuknya dan mendongak menatap Maxime tajam, "Adalah milik gue. Bukan cewek kampungan itu atau siapapun!" desisnya pelan, Maxime menggeram dan menepis lengan Laura.