Chapter 23 - Changed

2.4K 185 18
                                    

Buat yang rada gajelas sama cerita ini atau ada yang mau ditanyakan atau ada kesalahan typo penulisan dan apalah itu. silahkan di komen aja, aku gak gigit kok. :p

voters dan komen sebelumnya dikit banget! -______- garing banget ya ceritaku? huhuhu.....

Pagi-pagi sekali Maxime sudah bersiap dengan seragam sekolahnya, dan saat menuruni anak tangga dia bertemu dengan Bu Vina saat wanita itu hendak berjalan menuju dapur. Maxime menghampirinya dan bertanya, "Bu, Yuki belum berangkat?" Vina menoleh terkejut dan dilihatnya anak dari majikannya itu sedang melirik kearah paviliun.

"Belum, nak Maxime. Masih siap-siap dikamarnya..." jawabnya diakhiri senyumannya, Maxime mengangguk dan berjalan menuju paviliun. Maxime mengetuk pintu bangunan didepannya dan menunggu seseorang membukanya dari dalam.

Yuki menghentikkan kegiatannya merapihkan seragam yang dikenakannya dan melongokkan kepalanya dari dalam kamar melihat pintu depan yang tertutup. Siapa yang mengetuk pintunya sepagi ini? Kalau Ibunya tidak mungkin mengetuk pintu terlebih dahulu kalau mau masuk. Apa jangan-jangan Bu Wanda?

Dengan tergesa-gesa Yuki menguncir rambutnya asal dan berlari kedepan pintu membuka kuncinya dan tubuhnya langsung membeku saat melihat lelaki yang berusaha Ia hindari dari semalam ada dihadapannya saat ini.

Maxime membalikkan badannya dan mengatupkan bibirnya saat melihat Yuki yang terdiam didepannya. Tubuhnya dibiarkan memasuki paviliun kecil itu dan duduk disalah satu single sofa yang ada diruang tengah. Yuki hanya bisa terdiam dan membiarkan Maxime melakukan hal sesuka hatinya karna kalaupun Ia melarang Maxime, Yuki tidak punya hak untuk melakukannya, ini rumah milik keluarga Maxime. Yuki siapa sampai harus melarang-larang Maxime untuk masuk?

Maxime mendongak dan melihat Yuki yang hanya terdiam ditempatnya berdiri tanpa melakukan sesuatu berdehem, menyilangkan kedua kakinya dan menyandarkan tubuhnya disofa.

"Kenapa malah berdiri disitu? Kamu gamau siap-siap ke sekolah?" Tanya Maxime dingin, Yuki terkejut mendengar nada bicara Maxime yang jauh dari biasanya dan menatap lelaki itu dengan lekat.

Maxime membalas tatapan Yuki dan menegarkan hatinya lebih dalam, jujur Ia tidak bisa jika harus memperlakukan Yuki dengan sikapnya dulu yang dingin dan angkuh, tapi justru ini lebih baik agar Yuki mau memahami perasaannya. Bukannya Maxime egois, hanya saja melihat interaksi semalam antara Yuki dan Barga membuat kecurigaan timbul dalam dirinya. Bukan masalah kecemburuannya yang overdosis tapi Ia tidak bisa hanya mengatakan kepada Yuki bahwa Barga bukan orang yang baik, karna Maxime pun tidak memiliki bukti apa-apa. Ia tidak bisa memaksa Yuki untuk menjauhi orang lain hanya karna Maxime yang beranggapan bahwa orang itu jahat. Maxime hanya ingin Yuki tidak ikut terlibat dalam masalahnya bersama Barga, apalagi sampai mengetahui bahwa Maxime dulu sempat berhubungan dengan adiknya, Nimaz.

Ya, Maxime belum memberitahukan perihal gadis yang dulu menjadi pujaan hatinya pada Yuki. Dia belum siap, apalagi memberitahukan kepada Yuki kalau ternyata Nimaz meninggal karna dirinya. Maxime hanya takut, kalau-kalau Yuki akan meninggalkannya karna alasan, bahwa Dia hanya menjadikan Yuki sebagai pelampiasan dari rasa bersalahnya terhadap Nimaz.

Tidak. Maxime tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Melihat Yuki yang berjalan memasuki kamarnya dengan pelan membuat hati Maxime kembali teriris, apa yang Yuki pikirkan jika Maxime kembali bersikap seperti dulu padanya?

-------------

Yuki terdiam didalam suasana yang cukup hening didalam mobil Maxime saat ini. Ia tidak berani membuka suara melihat aura mencekam yang ada dalam diri Maxime yang seolah ingin memakannya hidup-hidup. Setelah pertengkaran Mereka semalam, kenapa Maxime hari ini malah bersikap dingin dari biasanya? Apa karna sikap Yuki semalam membuat Maxime marah? Melihat Yuki yang tidak menggubris permintaan maafnya membuat Maxime merasa tak dihargai?

Perfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang