Hari-hari berlalu setelah semua tetek bengek Ujian yang telah Maxime dan Yuki jalani, tidak semerta-merta membuat hubungan keduanya berjalan dengan baik. Aksi diam yang keduanya jalani, membuat pihak keluarga merasa sedih dengan keduanya yang kian hari kian berubah.
Yuki jadi lebih sering melamun dan tidak fokus jika sedang diajak berbicara, bahkan Maxime sudah jarang berkumpul diantara Mereka dengan alasan-alasan yang kalau bisa dibilang hanya ucapan belaka.
Kini batas hubungan Mereka sudah berada di ujung tanduk, antara tetap bertahan atau memilih untuk berpisah.
Berbanding terbalik dengan hubungan Prilly dan Ali.
Keduanya berbaikan setelah Andri meluruskan segala persoalan diantara Mereka, diantara keluarga Andri dan juga keluarga Ali. Tentang kebenciannya pada Ali yang sebenarnya tidak mendasar, kalau Mama nya saja bisa menerima Ali dan Mama Ali, kenapa tidak dengan Andri? Hanya karena alasan kalau Ali tidak suka dengan Mama nya yang kalau dipikir itu wajar saja, siapa yang mau sih punya Mama tiri? Dengan segala macam persepsi tentang Mama tiri yang notabennya jahat. Andri baru sadar kalau sebenarnya Ali memiliki ketakutan mendalam akan hal itu. Dan dengan inisiatifnya sendiri, Andri mempertemukan Mamanya dengan Mama Ali beserta Ali dan Papa nya, membicarakan persoalan diantara Mereka secara baik-baik dan kekeluargaan.
Dan tengang hubungan Ali dan Prilly, Andri baru tahu jika Prilly memutuskan hubungan Mereka karena dirinya. Prilly merasa Andri rela mengorbankan nyawanya karena dia, dan oleh karena itu Prilly ingin membalas budi dengan cara selalu berada disisi Andri apapun keadaannya, yang justru membuat Andri marah pada Prilly.
"Bukan dengan begitu kamu membalas budi, Prill. Menghancurkan kebahagiaan orang lain hanya karena kamu merasa tidak enak pada seseorang yang bahkan tidak pernah menganggap pertolongannya itu adalah sebuah keharusan yang kamu harus bayar." Ucap Andri kala itu, membuat Prilly tertunduk di buatnya.
Dengan itu Andri sadar, bahwa sebenarnya Prilly adalah kebahagiaan Ali, saudara tirinya.
...."Kak Yuki, makan dulu yuk. Mama udah masakin makanan kesukaan kakak loh." Prilly datang menghampiri Yuki yang berdiri di depan jendela kamarnya, menatap langit malam yang dipenuhi kerlal-kerlip bintang.
Yuki menoleh dan tersenyum tipis menyambut adiknya, Prilly.
"Kamu duluan aja, Prill. Nanti kakak nyusul," Kata Yuki ,pelan, Prilly mengangguk samar dan tidak sengaja matanya melihat boneka beruang besar di atas kasur kakaknya. Prilly tahu boneka itu, boneka itu adalah pemberian dari Maxime buat Yuki untuk merayunya yang sedang ngambek.
Prilly melirik Yuki yang terdiam ditempatnya. Lalu, gadis itu berjalan pelan menuju kasur dan duduk dipinggirnya.
"Kak Yuki... " Panggil Prilly pelan, sambil mengelus teddy bear besar milik kakaknya.
"Ya..." Yuki membalikkan badannya menatap Prilly,
"Aku sayang sama Kak Maxime kayak kakakku sendiri, kayak Kak Yuki. Bahkan Aku berharap kalian bisa terus sama-sama kayak waktu dulu, yang selalu bikin aku iri, bikin aku jeles, pokoknya aku kangen kemesraan kalian, aku kangen kalian sering berantem gajelas karna masalah sepele. Kenapa kalian ga sama-sama lagi, sih?" Ucap Prilly lirih, Yuki menahan air matanya agar tidak jatuh dan tersenyum kecut.
"Dia yang pergi, Prill. Dia yang memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Setelah apa yang dia mulai, dan apa yang telah dia lakukan, Dia memutuskan untuk pergi dan mengabaikan Kakak yang ingin berjuang pada hubungan kami. Dia memutuskan untuk pergi disaat Kakak...."
"Disaat Kakak memutuskan untuk terus bersamanya dan menerimanya. Apa yang harus Kakak lakukan? Sedangkan seseorang yang ingin Kakak perjuangin malah melepaskan tangannya dan membiarkan Kakak berjuang sendiri." Ucap Yuki panjang lebar, Prilly menatap Kakak nya dalam-dalam, ada butiran kristal menggenang di pelupuk matanya, kebiasaan Yuki kalau sudah membahas Maxime.