Part Empat

13.6K 1.2K 15
                                    


***

Saat jam istirahat pertama aku berniat untuk tiduran di atap, tapi sialnya aku baru ingat, aku harus meminjam buku di perpustakaan untuk bahan laporan kerjaku pada guru kimia ku, pak jasman.

Saat melewati kantin, semua orang tampak berlarian kedalamnya. Dan suara ribut ribut terdengar sampai telingaku.
         
"Memangnya kau bisa menggantinya ? Bahkan aku tak yakin, sebulan gaji ayahmu tak akan cukup untuk mengganti barang mahal ku ini !!" teriak seseorang marah.

Karna penasaran, aku pun masuk dalam kantin yang ramai. Tubuh ku yang kecil memudahkan ku menyelip di antara kerumunan orang orang sampai dibagian terdepan. Dan di situlah aku tahu bahwa orang yang marah marah tadi adalah si iblis, Rain.
         
"Ma-maaf kan aku...aku benar benar tidak sengaja-maaf." pinta seorang gadis terbata dan hampir menangis. Ia menundukkan kepala nya dalam dalam.
         
"Cih, alasan klasik. Bilang saja kau iri. Kau tak mampu untuk membeli barang seperti ini kan ? Kau iri padaku kan ?"
         
"Bu-bukan seperti itu..i-itu bu-kan disengaja !. Sungguh. Aku-aku akan menggantinya !"
         
"Masih mengelak !. Lalu kau mau mengganti dengan apa ? Menjual diri ? Bitch !!" ujar rain kejam. Dan si gadis hanya menetes air matanya.
         
"Kau mengingin kan ini ? Kau mau barang ini ? Jawab saja! Orang miskin tak tau diri !" ujar rain dan itu sudah sangat keterlaluan.
         
"Maksa !" gumamku. Aku terkesiap ketika rain mendelik tajam padaku dan mendapat perhatian penuh dari semua murid di kantin. 'Oh apa aku berkata terlalu keras ?' batin ku.
         
"Uh oh, aku..harus ke perpustakaan sekarang !" cengir ku dan berbalik untuk kabur.

Di langkah kelima, sesuatu menahan ku. Aku berbalik dengan gerakan slow motion dan mendapati si iblis rain dengan aura gelap yang mengelilingi tubuh tingginya. Tangannya dengan kuat mencengkram kerah belakangku.
         
"Mau kemana ?" suara beratnya membuat ku kesulitan menelan ludahku.
         
"Apa urusanmu ?" aku memberanikan diri.
         
"Urusanku ? Urusan ku denganmu belum selesai !" ujarnya. Aku mengernyit.
         
"Kita tak saling mengenal sebelumnya. Jadi ?"
         
"Memang benar. Tapi kau sudah 2 kali mengataiku dan aku bersumpah barukali ini aku dikatai seperti itu !!"
         
"Oh jadi selama ini orang indonesia mempunyai penglihatan yang buruk" gumamku. Opss, demi tuhan aku merutuki kebiasaan ku yang satu ini.

Rain menggertakkan giginya geram dan mendorong kepalaku dengan tangannya yang masih memegangi kerah belakangku mendekat ke wajahnya. Dan aku harus menjinjit karena tubuh tingginya itu.
         
"Kau tidak tau siapa aku" katanya dengan suara rendahnya yang membuat jantung ku berpacu.
         
"Mana aku tau. Itu sama sekali bukan urusanku !"
         
"Dasar bocah tengil ! Kurang ajar ! Sombong !"
         
"Terserah. Sekarang lepaskan ak—" mataku terbelalak ketika melihat seorang gadis di balik punggung Rain berlari dengan mencengkram pecahan kaca gelas yang berujung tajam kearah rain.
         
"AWAS !!!" teriakku mencengram bahu Rain. Rain menoleh dan terkejut tapi ia mempunyai refleks yang bagus dengan menarikku menjauh. Kantin seketika jadi ricuh.

Si gadis kembali menyerang dengan berteriak keras, tapi sebelum menyentuh Rain, ia sudah di pegangi oleh Trey dan seorang lagi yang tak ku duga masih anggota kelompok Rain. Gadis itu berteriak histeris mencaci maki Rain yang hanya diam dengan wajah datarnya.

Sedangkan aku mulai di serang rasa panik ketika melihat tetesan darah di lantai yang putih.

Oh tidak jangan lagi. Batinku gelisah.

Lalu kepala sekolah dan 3 orang satpam datang untuk mengurus si gadis yang masih mengamuk.
         
"Rain, kau baik baik saja ?" tanya Kepala Sekolah peduli. Rain hanya menggangguk tanpa mengatakan apapun. Kepala Sekolah beralih padaku.
         
"Nak, kau tak apa ?" tanyanya. Aku tak menjawab. Tubuh ku gemetar, keringat membasahi dahi dan telapak tangan ku, kepala ku mendadak sakit dan pusing.
        
"Nak. Hei !!" Kepala Sekolah menyentuh bahuku. Selanjutnya hal itu terjadi begitu cepat. Yang aku tau, tubuhku limbung dan suara suara yang memanggil manggil namaku sebelum gelap menyelimutiku.


***

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang