Diakan...
***
"Ck. Untuk apa kau disini ?" tanya rain tajam dan dingin. Dia, clara terdiam kemudian tersenyum manis. Senyum palsu.
"Tidak bolehkah duduk di sini ?" tanya clara.
"Tidak. Kau bukan siapa siapa di sini !!" hardik rain.
"Oh..lalu bagaimana dengan pemuda manis ini ?" clara beralih padaku masih dengan senyum manis nan palsu miliknya. Aku mengernyit. Pemuda manis ? Rain terdiam.
"Dia adalah anggotaku sekarang !" pernyataan rain sukses membuatku menganga. Satu meja itu hening. "Sekarang menyingkirlah dari hadapanku ! Kau bukan siapa siapa di sini, bahkan kurasa aku tak pernah mengenalmu" usir rain dengan senyum liciknya. Bibir Clara bergetar dengan mata berkaca kaca.
"Berengsek kau Rain !" maki Clara lalu bangkit. "Lihat saja nanti !" katanya lagi lalu pergi dengan tawa bian yang menyertainya. Setelah Clara tak terlihat lagi, aku menatap Rain kesal.
"Aku tidak mau !!" pekikku dalam sekali hentakan berdiri. Lalu berbalik hendak pergi. Tapi baru dua langkah aku berhenti dan berbalik dan menatap trey lalu bian. Bian pasti akan mengejarku lagi.
"Tenang saja Shane. Aku tak akan mengapa apakanmu. Rain benar benar mengklaimmu rupanya" ujar bian dan pelan pada kalimat terakhirnya.
"Huh ? Apa ?" aku bingung.
"Sudah pergi sana sebelum aku benar benar menendang bokongmu !" ancam Bian. Aku bergidik.
"Hii" akupun langsung pergi sambil mengumpat karena bel masuk baru saja berbunyi.***
Dengan mengumpat aku berjalan melewati koridor saat jam pelajaran sekolah berakhir. Hyera sialan baru saja menelpon ku untuk menjemputnya di bandara. Dan sialnya, dia benar benar datang ke indonesia. Dan entah kenapa kepalaku terasa sangat sakit dan pusing. Sekujur tubuhku terasa hangat apalagi wajahku. Pasti wajah ku memerah sekarang.
BRUKKUkh sialan. Lagi lagi sialan.
"Uh. Siapa yang membangun tembok di tengah koridor ?" ujarku menggerutu. Aku mengusap kening ku yang sakit sambil memejamkan mata ketika kepala ku terasa sangat nyeri sekarang. Aku membeku ketika sebuah tangan dingin yang lebar ikut menempel di dahiku lembut. Aku mendongak dengan mata sayu menatap seseorang di depan ku yang juga balas menatapku.
"Ray" gumamku dan aku tak dapat menahan keseimbangan tubuhku. Aku akan jatuh. Tapi setelah beberapa detik, aku tak merasakan apapun. Oh tunggu. Tunggu dulu. Ray. Tung—***
Aku membuka mataku yang terasa amat berat.
"Uhh...dimana ini ?" gumamku serak. Aku kembali memejamkan mataku. Tempat ini sangat nyaman dan hangat. Kasur yang lembut dan empuk. Kemudian kurasakan suatu menyentuh dahiku. Kubuka kembali mataku.
"Ray" suara ku serak ketika melihat seorang laki laki di hadapanku.
"Kau sudah dua kali memanggilku dengan sebutan ray" ujarnya.
"Um. Aku lebih suka memanggilmu Ray" gumamku pelan. Samar, kulihat ia tersenyum.
"Apa itu panggilan sayang untukku ?" godanya.Aku mengernyit.
"Aku bilang 'lebih suka' bukan berarti aku sayang !" protesku. Dia terkekeh.
"Ini rumahmu ?" tanyaku yang masih setia berbaring di kasurnya.
"Apartemenku" jawabnya singkat.
"Kau tidak tinggal di rumahmu ? Maksudku, bersama orang tua mu ?" tanyaku lagi.
"Aku suka disini, tapi bukan berarti aku tak suka di rumah. Apartemen ini dari ayahku sebagai hadiah ulang tahunku yang ketujuh belas" jawabnya. Aku terkekeh pelan.
"Entah perasaanku saja atau memang iya kalau kau banyak bicara Ray ?" ujarku mencemooh.
"Entahlah. Aku juga tak tau. Rasanya aneh"
"Apa kau yang membawaku kemari ?"
"Siapa lagi ?"
"Yah, siapa tau kau punya kembaran yang baik hati. Karna mustahil sekali seorang Rain Azeo Peterson menolong seseorang dan membawanya ke kamar apartemennya" ujarku sarkatik. Raut wajah ray berubah.
"Tak tau terima kasih !" ujarnya.
"Ya. Terimakasih sudah menolongku. Dan juga..." aku menatap ray yang menunggu kelanjutan ucapanku.
"Terimakasih untuk waktu itu. Kau yang membawa ku ke ruang kesehatan waktu itu kan ?" tanyaku tersenyum tulus. Ia sempat kaget, kemudian balas tersenyum lembut.
"Siapa yang memberi tahu mu ?"
"Umm. Trey" jawabku.
"Yah, begitulah"Suasana hening sesaat.
"Aku akan menyiapkan makanan. Isrirahatlah Rae" ujarnya bangkit.
"Huh ? Rae ?" aku bingung.
"Anggap saja panggilan sayang. Panggilan sayang kita sama bukan ?" godanya mengedipkan sebelah matanya.
"AKU BILANG ITU BUKAN PANGGILAN SAYANG !!!" jeritku melemparkan bantal padanya. Ia menghindar lalu tertawa.
"Aku tak akan memanggilmu dengan nama itu lagi !" gerutuku cemberut.
"Terserah. Apapun namanya akan terdengar indah jika kau yang menyebutkannya" godanya lagi. Sialan.
"Tunggu disini sebentar jangan pegang pegang barangku !!" perintahnya sebelum menghilang di balik pintu. Aku mendengus. Benarkah yang tadi itu rain ? Si anak pemilik sekolah ? Si tukang bully ? Si pemuda arogan ? Tak kenal belas kasih ? Yang barusan menolongku dan bersikap manis padaku itu rain ? Ohh, aku bingung. Awal bertemu ia begitu dingin dan datar dan sekarang jadi amat menyebalkan. Aku tak percaya itu dia. Yah siapa tau saja ia mempunyai kembaran yang berlawan dengan sifatnya itu kan ? Siapa tau. Dengan malas aku kembali berbaring di ranjangnya yang empuk. Tapi aku lebih tertarik melihat sebuah foto di nakas samping ranjangnya. Aku bangkit untuk melihat foto itu lebih dekat.Disana, terpampang foto rain dengan seorang laki laki yang sama tampannya dengan rain. Kuduga itu adalah saudara laki laki rain karna wajah mereka memiliki beberapa kesamaan. Disana rain nampak kesal dengan krim putih kuning dan pink menghiasi rambut dan dahi kanannya sedikit di pipinya. Sedangkan pemuda yang bersama rain itu tampak bahagia menghadapa kamera sambil tertawa lepas menampakkan gigi putihnya yang rapi dengan krim yang menempel di kedua pipinya. Sepertinya hari ulang tahun rain. Tanpa sadar aku tersenyum tipis.
Berlanjut ke rak disebelahnya. Wow, rain mempunyai banyak piala dan penghargaan. Disana juga ada medali dan banyak foto fotonya dengan laki laki tadi. Aku sedikit heran, kenapa hanya ada fotonya dengan laki laki itu. Tak ada satu pun foto orang lain disini. Hanya ada foto ia dan laki laki yang sama dengan foto yang sebelumnya.
Lalu, mataku tertuju pada sebuah notebook kecil yang sedikit mengintip di balik sebuah foto dengan frame putih. Aku mengusap pelan covernya yang sedikit berdebu dan membuka pada halaman pertama.
Minggu, 16 November 2014
Hari ini aku akan menonton pertandingan sepak bola kakak bersama mama dan papa. Hari itu kakak bermain sangat hebat. Ia bahkan mencetak 2 gol. Tapi aku langsung menangis ketika kakak roboh begitu saja diatas rumput lapangan saat merayakan kemenangannya. Aku marah pada kakak. Aku merajuk dan tak mau bicara padanya. Sampai kakak menyogok ku dengan tiket liburan ke milan. Hari itu kakak berjanji tak akan membuat aku khawatir lagi.
Lalu, pada halaman berikutnya
Selasa, 18 November 2014
Aku benci. Kakak bohong padaku. Ia menyembunyikannya. Ia selalu mengatakan ia baik baik saja. Aku marah besar dan kecewa padanya. Aku langsung menangis minta pulang ke indonesia.
Aku berpikir sebentar. Aku sedikit bingung. Lalu aku kembali membalik halamannya.
Rabu, 23 November 2014
Ternyata mereka semua membohongiku. Mama,papa semuanya bohong padaku. Aku marah. Hari itu aku lari dari kakak, mama, papa dan semuanya. Tapi aku menyesal, hari itu juga kakak masuk rumah sakit dan dirawat beberapa hari karna seharian mencariku. Dokter bilang ia sudah tak bisa lagi memakai ja—
"Apa yang ku katakan tadi padamu rae ? Hm ?"
Deg
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen Fiction"Aku mendengar sesuatu tadi, di sini" "Aku bisa saja membuat bel berbunyi sekarang atau bahkan sebelum kau datang" "Masih mengelak. Lalu kau mau mengganti dengan apa ? Menjual diri ? Bitch !" "AWAS !!!" "Aku takut darah" "Pengecut !" "Aku muak d...