Shane P.O.V
"Jadi di sini kelasmu ? Cukup bagus" ujar Clara. Aku memutar bola mataku.
"Mau apa ?" tanyaku jengah. Ia terdiam kemudian menyeringai. Aku mengernyit. Sepertinya sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Bukan apa apa" ia tersenyum lebar. Sesuatu yang gelap membuatku memekik kaget. Kedua tanganku di pegangi dan tubuhku diseret meninggalkan tempatku berdiri. Kejadiannya sangat cepat. Sampai kurasakan mataku silau terkena sinar matahari tiba tiba. Sebelum sadar, tanganku dipiting dengan kuat ke belakang dan di paksa berdiri.
"Apa apaan ini—aduduhh.." aku merintih pelan saat laki laki jangkung yang memiting tanganku malah mempererat cengkramannya.
"Padahal aku tidak ingin menyakitimu. Tapi keadaan memaksa. Maafkan aku" ujar Clara dengan nada sedih yang dibuat buat.
"Apa masalahmu ? Aku rasa aku tak mempunyai urusan apapun denganmu. Demi Tuhan aku hanya ingin hidup tenang" ujarku.
"Kalau kau ingin hidup tenang. Jangan membuatku kesal. Kenapa kau terus terusan menempel pada Rain ? Setiap aku melihat Rain pasti kau juga ada di sana" serunya.
"Hell. Jadi karena Rain ? Demi Tuhan. Bukan aku yang menempel padanya. Tapi dia yang menempel padaku"
"Aku tak peduli. Jalang sepertimu pasti menggodanya" katanya membuatku melotot.
"Apa kau bilang ?!!" seruku. Dengan refleks menyikut rusuk si jangkung sehingga ia melepaskanku. Dengan cepat aku mendorong bahu Clara dan menjambak rambut panjangnya membuatnya menjerit.
Kepalaku terasa pening. Jambakan Clara kuat sekali. Dengan keras aku menarik rambutnya ke bawah sehingga kepalanya juga ikut ikutan ke bawah. Tangan kananku menarik lepas tangannya yang menjambak rambutku membuatnya tunduk padaku.
Tiba tiba sesuatu menghantam tengkukku membuatku limbung tersungkur ke depan.
"Sialan. Anak sialan" maki Clara memperbaiki rambutnya yang berantakan. Pandanganku mengabur. Laki laki itu membopongku, membawaku duduk di sebuah kursi.
"Buka bajunya !" perintah Clara membuatku terbelalak. Si jangkung tanpa banyak bicara segera meraih kancing kemejaku.
"A-ahh tidak..jangan—" Clara menjambak rambutku sementara si jangkung melepaskan ikat pinggangku.
"Tidak" jeritku. Clara tertawa kecil memegang handphonenya. Bunyi gemerincing akibat ikat pinggangku yang dilempar ke lantai membuatku ketakukan.
Siapa saja. Tolong aku.
Tiba tiba sesuatu yang berat menimpaku. Si jangkung ambruk kelantai setelah berteriak kesakitan. Clara terperanjat dan berbalik.
"Kau. Jangan ikut campur" seru Clara geram. Pandanganku mengabur karena air mata yang menggenang di pelupuk mataku.
"Guru guru sedang menuju ke sini. Lebih baik kau pergi sekarang" ujar seseorang membuat Clara geram dan dengan kesal meninggalkan tempat.
"Kau baik baik saja ?" suara itu lagi. Aku mengerjapkan mataku menatap orang itu.
"Uhh hiks Alfian.." isakku.
"Kau tau namaku ?" tanyanya. Aku menggangguk. "Hiks..name tag mu" sambungku. Ia memutar bola matanya.
"Kuantar ke UKS. Jangan menangis. Nanti orang orang akan salah paham" ujarnya. Aku sesegukan sambil mengusap pipiku.
"Tidak bisa hiks— aku tidak bisa—hiks...berhen-ti.." isakku lagi. Lagi lagi ia memutar bola matanya. "Ayo" ia menarik tanganku dan memapahku keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen Fiction"Aku mendengar sesuatu tadi, di sini" "Aku bisa saja membuat bel berbunyi sekarang atau bahkan sebelum kau datang" "Masih mengelak. Lalu kau mau mengganti dengan apa ? Menjual diri ? Bitch !" "AWAS !!!" "Aku takut darah" "Pengecut !" "Aku muak d...