***Aku melenguh dalam tidurku dan kembali bergelung dalam selimut ketika aku rasa cuaca masih dingin. Rasanya sangat nyaman. Tak lama, aku mengerang. Aku tak mau bangun dan meninggalkan tempat ini kalau bukan perutku sudah sangat menuntut untuk diisi. Dengan malas dan terhuyung huyung aku keluar kamar rain menuju dapur.
"Ungh Rain.." panggilku mengusap usap mataku dan mengerjapkannya beberapa kali. Setelah penglihatanku membaik, aku malah membeku melihat pemandangan di depanku.Perempuan iblis itu ada di sini.
Aku terdiam menatap Rain dan wanita itu bergantian. Rain balas menatapku datar dan wanita itu menatapku benci. Aku tak suka dengan posisi mereka. Lihat saja, Rain terlihat menyandarkan pinggulnya di konter dapur sambil memegang cangkir di tangan kirinya, sedangkan wanita iblis itu, Clara berdiri tepat di depan wajahnya. Mereka sangat dekat. Seolah olah siap untuk berciuman kalau aku tidak menginterupsi mereka.
"Kenapa dia ada di sini ?" tanya Clara sinis tanpa menjauhkan tubuhnya dari rain, malah semakin menempelkan tubuhnya. Aku tidak mengerti kenapa tiba tiba aku terasa panas melihatnya. Mereka terlalu dekat. Rain sedikit mendorongnya tanpa mempedulikan ucapannya.
"Ada apa ?" tanya rain biasa.
"Di mana makanannyaa ?" tanyaku setengah merengek dengan nada lirih. Ia terdiam entah kenapa, kemudian mendorong bahu Clara sampai perempuan itu mundur beberapa langkah yang menatapnya marah.Rain terlihat sedang menyalinan sesuatu yang baunya saja membuatku hampir meneriakkan kata 'cepat'.
"Duduk" suruhnya padaku. Tanpa banyak membantah aku menurutinya yang sedang menghidangkan sup hangat buatannya di depanku. Mataku berbinar.
"Makanlah" katanya lalu duduk di depanku. Tanpa banyak bicara aku segera mengambil supnya dan mencampurkannya nasi putih di dalamnya dengan kuah sup yang menggenang.
"Rain. Apa yang dia lakukan di sini ? Kenapa bisa ia ada di apartemenmu ?" rengek clara duduk di samping rain sambil menunjukku.
"Kalau bukan karena kau aku juga tak akan ada di sini" makiku geram. Ia melotot.
"Jangan berbicara saat makan !" hardik rain tajam. Aku menyipitkan mataku padanya.
"Kau pasti dengar ia yang mulai duluan !" sewotku.
"Habiskan makananmu" ujarnya tanpa mempedulikan ucapanku sebelumnya. Aku mengatupkan rahangku dan menggigit ujung lidahku menahan makian makian kasar yang akan keluar dari mulutku.Aku kembali menyuap makananku. Kali ini lebih kasar sehingga terdengar dentingan keras karena sendok dan piringku yang beradu kasar. Aku menyuapnya dengan brutal mengisi mulutku penuh penuh.
"Lihatlah cara makannya. Menjijikan" aku dapat mendengar suara Clara tapi aku mengacuhkannya. Aku kesal. Aku marah. Lagi lagi aku di acuhkan. Aku tak suka.
"Seperti gembel yang tidak makan 3 hari" aku menghentikan gerakanku dan menelan makananku cepat cepat.
"Apa kau bilang ?" geramku menatapnya marah.
"Tadi aku mengatakan kau sangat menjijikan" jawabnya santai.
"Kau tak sadar kalau kau tak lebih menjijikan dariku" ujarku menyeringai. "Kau bitch"
"APA KAU BILANG !!?" teriak Clara menggebrak meja.
"APA ?" balasku berdiri menantang.
"Kau bilang aku bitch ?!"
"Memang !"
"Sialan. Kau pendek !"
"Kau jelek !"
"Kau anak kecil !"
"Kau ketuaan !" ejekku tersenyum menang melihat clara menggertakkan giginya marah.
"Kau banci !"
"Kau nenek lampir !"
"SIALAAAN !!!" teriaknya menerjangku menaiki meja. Aku terbelalak, refleks mundur ke belakang dengan tubuh yang tidak seimbang sehingga membuatku terjatuh di lantai.
"CLARA !" bentak rain memegangi clara yang ada di atas meja. Tapi clara tak menggubris rain. Ia hanya fokus dan menjerit jerit marah padaku yang terduduk di lantai memandanginya tak percaya.
"Heol. Kau terlihat benar benar seperti nenek lampir sekarang" gumamku keras keras.Tanpa kusangka, ia menepis tangan Rain dan melompat padaku. Aku terbelalak ketika ia siap melayangkan cakar dengan kuku tajam miliknya di wajahku.
"DASAR GILA" aku memegangi dadaku bernapas lega karena rain baru saja menarik clara menjauh. Clara memberontak dan rain menghentikannya dengan mencengkram kedua lengannya dan berbicara tepat di depan wajah clara. Mereka terlalu dekat.Aku menggigit bibirku. Mengerjapkan mata dua kali, aku memalingkan wajahku ke samping. Kenapa aku seperti ini. Ingat rae kau tak mengenalnya, ia orang asing. Walaupun begitu, tetap saja aku tak bisa mengabaikan rasa sakit di hatiku entah kenapa itu.
"Shane. Masuk ke dalam" aku terkesiap ketika suara dingin itu masuk indra pendengaranku. Aku mengerjap beberapa kali, menatap Rain yang balas menatapku tajam sedangkan tangannya memegangi bahu clara yang berusaha menenangkan dirinya.
"Kau ? Menyuruhku ?" tanyaku tak percaya. Ia tak menjawab, tapi tatapannya menunjukan ia serius dengan perkataannya. Aku tak suka seperti ini. Bahkan ia memanggilku dengan nama 'Shane' bukan seperti biasanya yang memanggilku dengan nama 'Rae'.
"Masuk Shane" perintahnya lebih keras. Aku tak suka di beginikan. Aku berdiri menatapnya menahan emosi.
"Kenapa kau yang harus memerintahku ? Dan kenapa pula aku harus menurutimu ?" aku berteriak di akhir kalimatku menatapnya yang balas menatapku tajam sambil mengatupkan rahangnya.
"Karena kau ada di apatemenku. Wilayahku. Dan ini peraturanku. Kau harus menurut" bentaknya. Napasku memberat. Sialan.
"KALAU BEGITU AKU AKAN PERGI DARI SINI !!" jeritku marah menuju kamarnya untuk mengambil tas dan baju kotorku.
"Jangan bodoh !" aku mengabaikan geraman rain di belakangku.
"Jangan memperingatiku. Aku memang sudah bodoh. Aku bodoh karena mempercayaimu berengsek !!!" teriakku di akhir kalimatku. Aku mendorongnya menjauh tapi ia menarik lenganku keras.
"Dengarkan aku !"
"Shireo ! Kau menyebalkan !! MENYEBALKAN !!!" aku memukuli dadanya, menendang nendang tulang keringnya, dan menginjak injak kakinya. Ia tak bergeming. Puas, aku kembali mendorongnya dan berlari keluar. Tapi saat mencapai pintu, aku bertabrakan dengan clara. Mungkin karena aku sedang emosi, aku jadi lebih kuat sehingga clara terhempas dan terjungkal ke belakang.
"AWW !!" aku menatapnya yang meringis kesakitan.
"Rasakan !" ejekku dan berlari menuju pintu apartemen rain yang untungnya tidak di kunci.
"SHANE !!!" aku mengabaikan teriakan rain padaku dan dengan cepat masuk lift yang kosong menuju lantai satu sebelum rain menangkapku.
TINGAku segera berlari keluar ketika lift terbuka. Aku memekik kaget ketika merasakan tubuhku melayang dan seseorang memanggulku.
"AHHH LEPASKAN !!!" teriakku memukul mukul punggung tegap itu keras keras. Ia tak bergeming, malah dengan langkah besarnya kembali membawaku menuju lift. Kenapa ia bisa menemukanku begitu cepat ?
"Turunkan turunkaaan !" rengekku menendang nendang. Aku mencengkeram lengannya erat ketika ia menurunkanku tiba tiba. Lalu menyeretku.
"Lepaskaaan~" pintaku lirih. Aku memukul mukul tangan besarnya di pergelangan tangan kiriku. Rasanya sangat sakit. Pasti nanti memerah dan membekas.
"Aku mau pulang~" lirihku putus asa ketika kami sudah mencapai lift. Ia berbalik dan memegangi kedua bahuku.
"Jangan konyol !" geramnya. "Di luar masih hujan lebat. Kau pikir aku akan membiarkanmu menerobosnya ?"
"Apa pedulimu ?"
"Jangan kekanakan !"
"Aku memang masih anak anak bodoh !"
"Aku serius Shane" rain berujar tajam padaku. Aku kembali terdiam. Sekarang aku benar benar yakin, ia marah padaku karena ia memanggilku tidak dengan nama 'rae' lagi. Tapi atas dasar apa ia marah padaku. Bukankah bagus aku pergi dari apartemennya.
"Rae" aku mendongak ketika mendengar suara yang sangat familiar di telingaku.
"Appa~"***
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen Fiction"Aku mendengar sesuatu tadi, di sini" "Aku bisa saja membuat bel berbunyi sekarang atau bahkan sebelum kau datang" "Masih mengelak. Lalu kau mau mengganti dengan apa ? Menjual diri ? Bitch !" "AWAS !!!" "Aku takut darah" "Pengecut !" "Aku muak d...