Part Sebelas

11.4K 1K 11
                                    

"Uhh ?"

***

Suasana hening beberapa saat. Saat sorot elangnya memandangiku sendu tepat di mataku. Entah bagaimana caranya, yang pasti aku dapat melihat sesuatu di matanya. Aku dapat melihat perasaan yang coba ia sampaikan lewat tatapan. Rasa kesepian, rindu, marah, dan mendamba. Aku merasa ada satu hal yang mengganjal yang tak dapat ku artikan dan ku mengerti. Sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi.

Matanya indah. Berwarna hitam pekat hingga warna pupilnya tersamarkan dan terlihat sama. Bahkan aku baru menyadari bahwa bola matanya di kelilingi garis abu abu tipis yang gelap. Sorotnya dalam dan tenang membuatku lupa bahwa tangannya sudah berada di punggungku bagian dalam bajuku.
        
"Nahh...Rain.." lenguhku seraya menggeliat kecil dalam dekapannya.
        
"Rae..."

***

"Aku harus segera kembali !" rengekku kesal sembari menahan bahunya dengan kedua tanganku.
        
"Kau tidak akan dihukum siapa pun kalau itu yang kau takutkan" jawabnya tenang.
        
"Bukan itu !" seruku.
        
"Kupikir kau anak yang cerdas kalau kau takut ketinggalan pelajaran"
        
"Bukan ituu." rengekku kesal memukuli bahunya.

Sok tahu sekali.
        
"Aku sudah meminta guru yang mengajar dikelasmu untuk mengizinkanmu hari ini kalau kau takut orang tuamu tahu kau bolos." jawabnya datar memandangiku.

Aku cemberut menatap kesal. Ia seperti peramal saja, tahu apa yang ku pikirkan.
        
"Ya ya anak pemilik sekolah~" ujarku mengejek. Ia memicingkan matanya, lalu menghela nafas.
        
"Terserah" ujarnya pasrah. Kemudian kembali memasangkan kancing seragamku yang terbuka semua. Aku menatapnya yang lebih rendah dariku. Apa yang dipikirkan laki laki ini ? Pikirannya selalu berubah ubah. Tak bisa di tebak.
        
"Kau mau nonton ?" tawarnya sambil berjalan menuju televisi yang ada di ruangan itu.
        
"Mickey Mouse ?" tanyaku memasang pose berfikir. Ia menghentikan kegiatannya mengacak kaset koleksinya dan menatapku sangsi seolah mengatakan 'are you serious ?'
        
"Aku tak punya tontonan anak anak seperti itu !" jawabnya cuek. Aku cemberut.
        
"Lalu apa yang kau punya ?" tanyaku ketus sambil melipat tanganku di depan dada. Ia berbalik berjalan ke arahku setelah memasang sebuah kaset yang tak ku tau kaset apa itu. Ia berhenti tepat di hadapanku dan membungkukkan badannya sehingga wajahnya berada tepat di depan wajahku sedangkan aku berusaha untuk tetap tenang di tengah degupan jantungku yang heboh dalam rongga dadaku.
        
"Cukup lihat saja." ujarnya menarik turun seragamku hingga menutupi perutku yang terbuka sebelumnya. Ia pun duduk dengan santai di sebelahku. Aku merona malu, memilih berbalik memunggunginya sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.
        
"MENYEBALKAN !!" jeritku malu. Ku dengar ia terkekeh geli yang membuatku makin kesal juga malu. Aku mengintip di balik jari jari tanganku ketika suara film masuk pendengaranku.

***

Aku menggeliat tak nyaman, seolah mengatakan suara suara itu sangat menggangguku.
         
"Ku bilang diam !"
         
"Aww !! Itu sakit bodoh !"

Aku mengerjap beberapa kali sebelum menutup menguap lebar dan membalikkan tubuhku dan kembali memejamkan mata.
        
"Cute !"

Suara itu lagi. Tak tahukah dia, aku sangat mengantuk. Setelah film yang diputarkan Rain yang banyak menguras emosiku tadi, aku ketiduran karena lelah. Dan sekarang suara suara itu menggangguku.
         
"Bian !"
         
"Aku hanya mengatakan dia imut. Apa itu salah ?"
         
"Tidak. Itu benar. Karena aku juga berpikir dia imut. Tapi kau mengganggunya !"
        
"Hei !Aku tidak mengganggunya. Kau lihat ia masih bisa tidur nyen— tidak lagi"

Bian terdiam saat aku menatapnya kesal. Ia malah menunjukan cengirannya dan tanda piece dengan dua jarinya ketika aku menunjukan tampang –_–
       
"Sudah kubilang bodoh." ujar rain melempar psp yang ada di meja pada bian yang hanya merengut. Ternyata di sini sudah berkumpul semua anggota rain. Rain menoleh padaku.
        
"Kenapa bangun ?" tanyanya datar. Aku menatapnya cemberut dengan pipi menggembung dan bibir yang mengerucut.
        
"Kenapa kalian berisik ?!!" seruku cemberut lagi lalu membaringkan tubuhku membelakangi mereka sambil memeluk bantal sofa dengan kesal.
       
"Jangan tertawa !!" seruku ketika mendengar suara tawa di belakang punggungku. Dan sekarang yang terdengar hanyalah suara kikikan menyebalkan.

Aku berdecak kesal ketika ponselku berdering menggangguku. Dengan sebal aku membalikkan tubuhku hingga menelentang dan merogoh sakuku, langsung mengangkatnya.
        
"Apa ?" tanyaku ketus.
        
"Uhh Shane ?" suara orang di seberang yang familiar di telingaku. Aku menjauhkan ponselku dan melihat layarnya yang menunjukan nama hyera.
        
"Hyera ? Ada apa ?"
        
"Kau membentakku~" suaranya merajuk.
        
"Ya ya ya. Maaf. Aku tak tahu tadi." aku memutar bola mataku malas.
        
"Uh. Ya sudah. Jam berapa kau pulang ? Aku sudah ada di depan sekolahmu. Kau di mana ?" kata Hyera. Aku yang sedang menguap jadi tersedak dan melonjak kaget sambil mengumpat.
        
"Shane ?" Dengan cepat aku berlari ke ke jendela markas Rain yang merupakan atap dari sekolah ini. Dan mengumpat lagi ketika melihat hyera benar benar ada di bawah bersama paman Lee.
        
"Untuk apa kau kemari ?" tanya ku sambil mengerang jengkel.
        
"Aku ingin menjemputmu. Dan ingin jalan jalan"
        
"Bukankah kita sudah sepakat akhir pekan nanti ?"
        
"Itu beda. Aku hanya ingin kau menemaniku melihat lihat kota ini." suaranya terdengar merajuk.
        
"Aku sedang banyak tugas. Jadi tidak bisa. Lagi pula sekarang masih jam seko— jam berapa sekarang ?" tanyaku menatap rain dan teman temannya. Bian menunjuk jam dinding di belakangnya.
        
"Berapa lama aku tertidur ?" umpatku saat melihat jam menunjukan pukul 14.25
        
"Tunggu di sana. Aku keluar." ujarku memutus sambungan telepon.

Aku menatap Rain yang juga menatapku tajam. Aku mengernyit dan segera mengemas barang dan tasku. Ketika aku akan beranjak, suara dingin Rain menginterupsiku.
        
"Mau kemana ?"


***

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang