Part Lima Belas

11.7K 935 20
                                    


***

"Appa~" lirihku. Genggaman Rain di tanganku melonggar, segera saja ku tarik tanganku dan menyeruduk appa, memeluknya erat.

"Kenapa kau ada di sini ? Kenapa tidak sekolah" tanya appa kebingungan.

"Ada apa ini ? Rain ?" suara seseorang membuatku menoleh ke samping dengan pipi menempel di dada appa.

Aku melihat seorang pria tegap berwajah tegas menatapku, appa dan kemudian menatap rain yang berdiam diri. Tidak ada yang menjawab membuat pria itu mendengus jengkel.

"Rae-"

"Dia menyakitiku" seruku menunjuk Rain. Rasanya ingin sekali menangis.

Rain mengernyit mendengar ucapanku yang membuat dua orang pria dewasa di sini menatap ke arahnya.

"Tunggu dulu. Di bagian mana yang kau katakan 'menyakiti' ?" protesnya. Tapi seolah tak mendengarkan protesannya, dua orang dewasa itu menatapnya tajam.

"Oke. Bisa aku jelaskan." ujar Rain ketika mendapat tatapan tajam dari appa dan pria tadi.

"Kau apakan anak orang rain ?" suara pria itu terdengar geram. Aku sendiri tidak mau mengangkat kepalaku. Takutnya tangisanku akan meledak nanti.

"Dad. Kita bisa bicarakan baik baik. Dan aku akan menjelaskan semuanya padamu dan paman Yoono. Tapi tidak di sini" tawar rain.

"Ayo pulang appaa." rengekku.

"Hujan masih sangat lebat, sayang. Dan appa harus bekerja sekarang"

"Kerja apa yang di lakukan di apartemen ?" protesku.

"Appa mempunyai bisnis dengan ayah rain. Dan bisnis kali ini appa harus turun langsung mengerjakannya" ujar appa. Appa mengelus kepalaku ketika aku merengut mendengar jawabannya.

"Kau mengenal rain, kan ?" tanya appa. Aku tak menjawab.

"Kalau begitu tak masalah aku bawa anakku sekalian bersamaku kan thom ?" tanpa jawaban dariku, appa bertanya pada temannya yang ternyata ayah dari rain.

"Tentu saja. Kalau begitu, ayo !" ajak teman appa.

"Appa jebal~" rengekku memberikan aegyeo andalanku. "Bbuing bbuing" lupa ada orang lain di sini, aku mengeluarkan kebiasaanku membujuk appa atau eomma jika menginginkan sesuatu.

"Oh ya ampun" suara itulah yang menyadarkanku bahwa bukan hanya ada aku dan appa di sini. Mengalihkan tatapanku, aku melihat ayah rain menatapku penuh minat dan rain yang menatapku dengan pandangan yang tak ku mengerti.

Tiba tiba pandanganku menggelap. Hah, mati lampu di siang bolong ?

"Ingat umurmu. Ayo" tanpa menghiraukan rayuanku, appa menarikku memasuki lift yang di dalamnya sudah berdiri rain dan ayahnya.

"Appaaa~" rengekku lagi. Tapi appa tetap pada keputusannya. Dengan kesal aku aku menggembungkan kedua pipiku cemberut memasang pose merajukku. Appa tak akan bisa lagi menolak.

Lima detik...

Sepuluh detik...

Lima belas detik...

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang