Author P.O.V
Derap kaki terdengar menggema di lorong kelas yang sepi. Orang itu tiba tiba terhenti dan menyembunyikan dirinya di balik tembok setelah belokan. Dirinya tiba tiba merosot jatuh sambil menutupi wajahnya.
"Hikshmpp—" ia menutup mulutnya saat suara itu keluar dari mulutnya sendiri.
Wajahnya terlihat berantakan dengan rona merah di seluruh wajahnya. Kacau.Ia menggeleng gelengkan kepalanya seolah mengatakan bahwa ia tak sanggup lagi. Ia memang tak sanggup. Semua ini diluar kemampuannya.
Dengan sisa isakannya, ia merogoh saku kemejanya dan menarik sebuah benda persegi panjang berwarna hitam. Perlahan, ia usap benda itu dan mengucapkan tulisan yang masih terukir indah di sana.
Rain Azeo Peterson
Sudah sangat lama. Tapi benda itu masih tetap terjaga. Ia selalu membawanya ke mana mana. Selalu dalam genggamannya.
Ia kembali mengusap pipinya saat liquid itu mengalir untuk kesekian kalinya. Tak bolehkan ia berharap ?
Aku selalu memperhatikanmu. Aku selalu memberikan senyuman tulusku padamu walaupun kau tak tahu.
Aku mencintaimu lebih dari apapun dan siapapun.10 tahun. Masihkah kau ingat, pahlawanku ?
Apa aku tak lebih baik ?
Kenapa kau begitu membenciku ?
"Kau baik baik saja ?" ia tersentak kaget ketika seseorang menyentuh bahunya lalu buru buru menyembunyikan name tag itu kembali dalam saku kemejanya.
"Alfian. Apa terjadi sesuatu ?" orang itu bertanya lagi tak sabaran.
"Aku-aku baik !" katanya sambil mengusap pipinya yang basah.
"Kenapa kau menangis ?" orang itu merendahkan tubuhnya. Kaki kirinya berlutut. Kaki kanannya terangkat sedikit.
Dia atau Alfian tersenyum kecil."Tidak Raka. Aku hanya sedih karena mendapatkan nilai jelek saat ulangan tadi" ujarnya asal. Raka mengernyit. Ia tak yakin soal jawaban Alfian.
"Benarkah ? Karena ulangan ?" Raka memastikan. Alfian mengangguk yang membuat Raka pun mengangguk ragu.
"Sekarang sudah selesai ?" tanya Raka.
"Selesai apa ?" tanya balik Alfian. Raka memutar matanya.
"Menangisnya~" mendengar jawaban Raka membuat Alfian dengan malu mengangguk. Raka pun tertawa.
***
Rain mengalihkan pandangannya pada pemuda mungil yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya itu tak mau beranjak dari dadanya sedari tadi. Katanya ia menyukai detakan jantung Rain. Itu membuat Rain mendengus geli.
Itu konyol sekali. Tapi ia menyukai bagaimana kekonyolan yang dilakukan kekasih mungilnya itu.
"Sudah 40 menit. Apa kau tidak pegal ?" Rain akhirnya buka suara. Ia menunduk menatap kepala Shane yang berambut hitam itu.
Tak ada jawaban membuat pemuda itu mengulangi pertanyaannya. Tapi, tetap saja tak ada jawaban yang di terimanya.
"Rae." panggilnya memegang bahu si mungil untuk melihat wajahnya. Tapi tiba tiba kepala si kecil jatuh di lengannya membuat pemuda itu menghela napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen Fiction"Aku mendengar sesuatu tadi, di sini" "Aku bisa saja membuat bel berbunyi sekarang atau bahkan sebelum kau datang" "Masih mengelak. Lalu kau mau mengganti dengan apa ? Menjual diri ? Bitch !" "AWAS !!!" "Aku takut darah" "Pengecut !" "Aku muak d...