#22

956 51 2
                                    

          Matahari mulai memasuki kamar Mari, membuatnya terbangun karna silaunya. Mengangkat tangan untuk menutupi matanya.

"Reckly..? Natra..?" gumam Mari.

Eh?! Mari ngomong apa sih? Nggak, nggak boleh inget - inget mereka lagi.

Maripun berjalan ke arah balkon kamar yang langsung disambut dengan pantai, deru ombak juga pasir putih. Mari melipat tangannya lalu menaruhnya di atas pagar pembatas berwarna putih ini. Menghela nafas.

Mari. Nggak. Suka. Laut.

Setiap melihat pemandangan seperti ini, orang akan terkagum - kagum dan memuji betapa indahnya ini. Tapi tidak dengan Mari. Mungkin hanya karna gadis itu pernah sekali tenggelam di air asin berwarna biru itu, membuatnya sedikit tidak suka dengan laut. Tenang saja, Mari hanya tidak menyukainya. Bukan berarti dia membencinya. Sama seperti teman - temannua, saat ini Mari hanya tidak menyukai mereka. Hanya. Kata 'hanya' itu seakan menyinggungnya.

Ceklek.

Seseorang membuka pintu kamar Mari. Sontak, Mari membalikkan tubuhnya. Menatap horor siapa yang membuka pintu, oh, ternyata itu hanya Ibu.

"Mari? Kamu ngapain disitu?" tanya Ibu.

"Um.. Menikmati pemandangan?" ucap Mari sambil tersenyum.

Ibu hanya tersenyum dan menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Ibu tidak percaya." ucap Ibu.

Mari mendengus. Gadis itu sungguh menikmati laut itu.

"Ibu untuk apa kesini?" tanya Mari sambil berjalan ke arah Ibu yang sedang merapihkan tempat tidurnya.

"Sudah, sini. Aku saja yang merapihkannya," sambung Mari.

"Kamu mau sarapan di restoran atau di rumah, Mari?" tanya Ibu.

Restoran yang Ibu maksud adalah tempat makan yang memang disediakan untuk para penghuni villa ini. Mari hanya tersenyum menatap Ibu.

"Di rumah aja, Ibu. Aku 'kan kangen sama masakan Ibu!" ucap Mari lalu memeluk bidadari tanpa sayap yang sangat Mari sayangi itu.

"Semalam Kak Richard menelfon Ayah." ucap Ibu, membuat Mari melepaskan pelukannya. Ibu memberi jeda yang cukup lama.

"Teman - temanmu mengkhawatirkanmu, Mari. Sampai kapan kamu mau terus sembunyi disini? Ini bukan tempat yang bagus untuk bersembunyi, Mari." sambung Ibu, menangkup wajah Mari dengan kedua tangannya.

"Ini tempat yang bagus untuk bersembunyi, jika Ayah dan Ibu menutup mulut untuk memberitau keberadaanku." ucap Mari seraya menggenggam tangan Ibu.

"Dan lagi, jangan pernah bilang mereka mangkhawatirkanku. Mereka hanya berpura - pura agar Ayah dan Ibu tidak merasa curiga pada mereka." sambung Mari dan kali ini menurunkan tangan Ibu.

Ibu menatap Mari dengan tatapan mengasihani. Tidakkah Ibu tau? Mari tidak suka jika diberi tatapan seperti itu dan dari siapapun itu.

"Hh.. Baiklah, Ibu tunggu dirumah. Ah, uang jajan bulananmu tidak diberikan Kak Richard, ya?" tanya Ibu sambil tersenyum.

"Kenapa kamu membolos?" tanya Ibu lagi.

"Karna aku merasa tidak nyaman di kelas saat itu." ucap Mari menyapu pandangannya agar tidak bersitatap dengan mata Ibu.

Mari mendengar Ibu terkikik.

"Yaudah, ini. Lain kali jangan membolos lagi ya, sayang?" ucap Ibu lalu menyodorkan 9 lembar uang seratus ribu.

Uang jajan Mari sehari adalah tiga puluh ribu. Mari menatap Ibu dengan mata berbinar.

"Untuk ... Ku?" ucap Mari ragu.

Jaemin VS MariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang