Part 22 : See You Again

266 22 0
                                    

            Aku tertawa terbahak-bahak melihat Justin berdiri menungguku dengan memegang kertas bertuliskan Ms. Treslin. Dia tak bisa menahan senyumnya yang lolos dari bibir indahnya sedetik kemudian.

Aku merengkuhnya dan dia melingkarkan lengannya di punggungku, mengangkat badanku ke dalam pelukan hangatnya. Aku menghirup wangi parfumnya yang menyegarkan.

"Hai," bisiknya lembut.

"Hai," aku menggigit bibirku.

Justin menurunkanku lalu mencium bibirku lembut. Lidahnya diam disana kali ini, tapi kecupannya cukup membuatku bergetar nikmat.

"Kamu lapar?" tanya Justin.

"Ya," aku mengganguk.

"Ayo," Justin menarik koperku dan kami berjalan bergandengan menuju ke mobilnya.

~~~

"Yah, Melissa. Ayahnya berteman baik dengan ayahku. Dia merasa sok dekat denganku. Aku hanya mengambil manfaatnya," kata Justin. Satu alisku naik, aku menatapnya dengan tatapan serius. "Maksudku... lihatlah dia. Dia ditakuti banyak orang kan? Dengan tingkahnya seperti itu, orang-orang akan berpikir kalau dia pacarku, jadi orang yang menggangguku berkurang," Justin mendekatkan wajahnya lalu menyuap brokolinya didepan mukaku.

"Hah...," aku melengos dan dia mencubit pipiku.

Justin menatapku dengan seksama, lalu tersenyum manis. Entah mengapa, dia terlihat jauh lebih tenang dari saat pertama bertemu Justin. Dia tiba-tiba mengecupku lembut dan aku tersenyum malu.

"Hey... menginaplah denganku malam ini?" tanya Justin.

"Tentu," aku mengangguk tanpa berpikir.

Besok ulangtahun Justin dan aku paham kalau Justin ingin waktu pribadi denganku berdua saja. Dia tidak mungkin seorang pembunuh bayaran yang akan memutilasiku kan?

Aku sengaja sudah memisahkan tas kecil yang berisi baju yang bisa kubawa untuk menginap nanti. Seakan-akan aku sudah tau Justin akan mengajakku pergi.

~~~~~

Aku menatap rumah kayu yang luas itu. Terdengar suara Justin mengunci pintu dibelakangku dan lampu satu persatu menyala. Rumah ini bersih, jelas sekali seseorang sudah membersihkannya sebelum kami sampai disini.

Aku menoleh ke kanan. Sebuah perapian cantik menunggu kami. Bara api masih menyala dan hanya tinggal menuangkan sedikit bensin saja. Aku menatap lukisan-lukisan abstrak indah yang menghiasi sebagian besar dinding cokelat tua ini.

Disebelah kiri, ada sebuah sofa panjang, ditemani 2 sofa kecil disamping kiri kanannnya, terlihat sangat empuk dan nyaman. Karpet berwarna merah menyala, senada dengan sofa itu tergelar dengan indah dibawahnya.

Dibagian belakang, melewati pintu, aku bisa melihat meja bar dan dapur kecil, juga sebuah tangga besar melingkar menuju ke lantai dua.

"Wow," akhirnya sebuah kata meluncur dari bibirku.

"Sekarang kita harus makan malam," Justin terlihat biasa dengan pujianku, mungkin dia juga merasa rumah ini indah dan tidak perlu dipertanyakan lagi.

"Ini akan indah kalau kita punya hal lain untuk dimakan selain bento bungkusan," kataku geli.

"Sayang sekali, kita baru akan memasak besok, Ashley," kata Justin.

"Ya," aku berlari kecil dibelakang Justin, membantu menyiapkan makan malam kami.

~~~

"Hmm...," aku bersender ke lengan kanan Justin. Spontan, tangan kanannya langsung mengelus kepalaku lembut. "Nyaman disini," kataku pelan.

"Aku juga menyukainya," kata Justin.

Kami berdua menatap kedepan balkon. Gelap. Tapi aku bisa melihat pantulan danau disebelah kiri rumah yang aku yakin akan indah ketika siang nanti. Plus langit juga terlihat begitu indah dan bersih. Aku dan Justin memakan makan malam kami disini, duduk di kursi panjang dan saling berdekatan.

"Apa kamu pernah mengajak seseorang kesini?" tanyaku.

"Tidak, hanya keluarga," kata Justin, melegakanku.

"Tam?" tanyaku.

"Dia anak pantai, dia suka udara panas menyengat, jadi tidak," kata Justin lalu mencium kepalaku. "Terimakasih untuk menyempatkan datang kesini dan mengurangi waktu dengan keluargamu," kata Justin tulus.

"Ulangtahunmu penting bagiku," aku menatapnya dan mata cokelatnya seakan menyihirku.

Dia melepaskan lengannya dariku dan aku mengangkat kepalaku. "Aku punya sesuatu," katanya lalu mebungkuk, meraih ke sisi kiri bangkunya. "Ini," dia menarik sebuah buket bunga aneh berwarna merah.

"Woah...," mataku membesar, kagum dengan bunga yang seperti menyala itu. "Ini indah sekali," aku menatap Justin senang.

"Lili Api. Warnanya merah menyala, seperti semangatmu," kata Justin lalu mengelus kepalaku. Selamat hari Valentine," katanya.

Aku langsung memeluknya senang. "Ini sangat manis, terimakasih," kataku terharu.

"Kemari," dia menarik lenganku dan mencium bibirku lembut. Tidak tergesa-gesa, hanya sangat sangat lembut sekali.

Dia melepas bibirnya, bernafas didepan wajahku dan aku tersenyum. Ibu jarinya mengelus daguku dan memberikan kecupan lembut sebelum menjauhkan badannya.

Justin tidak banyak bicara seperti biasanya, namun aku sadar dia tidaklah sedang sedih atau apa. Dia hanya ingin menikmati dengan tenang. Sangat tenang.

SMUTTY ALERT! Episode sehabis ini sangat sangat dewasa. yang belum cukup umur jangan baca ya! Tapiii... baru di update besok. Kenapa? Soalnya besok malam minggu, jadi yang jomblo merasa ditemani sama Justin Bieber >_< Anyway, jangan lupa vote dan comment, okay! :D

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang