Part 31 : Digging Back The Old Memories

176 18 0
                                    

Enjoy x

Aku membuka mataku sedikit dan melihat Ibu menaruh sepiring makanan diatas mejaku. Ibu berjalan keluar dan aku memejamkan mataku lagi.

Aku membuka mataku dan melihat Ibu mengambil makanan tadi dan menaruh makanan baru diatas meja. Tidak ada cahaya di jendela, kurasa sekarang sudah malam. Lampu kecil didekatku juga menyala. Aku memejamkan mataku lagi dan merasakan elusan lembut Ibu dikepalaku.

"Ashley...," Ibu mencium kepalaku. "Sayang, ayo bangun. Kamu belum makan apa-apa dari kemarin," kata Ibu lembut.

Aku menyipitkan mataku yang sangat peka dengan cahaya. Kurasa ini sudah pagi lagi. Ibu duduk disebelahku sambil memegang sebuah mangkuk.

"Oatmeal dan buah," bisik Ibu lembut. "Ini manis."

Dengan susah payah aku duduk dan Ibu langsung menyuapiku. Aku membuka mulutku dengan menurut dan membiarkan oatmeal itu mengisi perut kosongku. Aku lapar, aku tau itu.

Selama beberapa menit, Ibu memindahkan isi mangkuk itu kedalam mulutku. Setelah itu minum obat lambung dan segelas penuh air.

"Tamara menelpon beberapa kali," kata Ibu. Aku mengangguk lalu tiduran dan mengubur badanku dibawah selimut lagi. Ibu mencium kepalaku lalu meninggalkan kamarku.

Aku menyalakan HP-ku dan langsung menyetel ke mode getar lalu memejamkan mataku lagi.

~~~

"Drrtt...," suara getar itu membangunkanku.

Dengan malas aku membuka mata. Jam antik itu menunjukkan jam 10 malam sekarang. Aku mengambil HP-ku dan melihat kontak Tamara menelpon-ku.

"Ya," aku menyahut. Rasanya aneh mendegar suaraku sendiri.

"Kamu idiot abad ini! Bagaimana kamu bisa percaya kata-kata Wanita Jalang itu?" tanya Tam.

"Aku tidak ingin membicarakan ini," kataku singkat.

"Kumohon, Ash... Melissa punya saluran ke Kepolisian. Dia bisa dengan mudah melakukan hal itu. Dia hanya membutuhkan sperma Justin saja. Entah bagaimana, tapi Wanita Jalang itu berhasil mendapatkannya," kata Tam.

"Aku lelah," balasku.

"Kumohon.... kamu sahabatku dan... maaf aku tidak disana waktu itu. Aku hanya ingin... kamu melihat sisi baik dari Justin dan... percaya padanya," kata Tam.

Aku mengerjapkan mataku yang mulai berair. "Selamat malam," aku menutup telponnya dan mematikan HP-ku.

~~~

Paginya, aku terbangun ketika Ibu meletakkan sarapan diatas mejaku. Aku langsung bangun dan Ibu tersenyum senang.

"Pagi," sapa Ibu.

"Pagi, Bu," aku duduk perlahan dan memakan pancake yang dibawa Ibu.

"Selamat makan," kata Ibu lalu mengecup kepalaku. Ibu berjalan keluar kamar dan aku mendengar suara Ayah didepan pintu.

Aku sangat bersyukur mereka tidak mejejaliku dengan pertanyaan macam-macam. Atau mungkin Tam sudah menjelaskan semuanya ke Ayah dan Ibu. Aku merasakan hawa simpati ke Justin dari mereka. Entahlah, hatiku masih dipenuhi amarah, aku belum bisa berpikir jernih.

Mataku menangkap kotak putih yang berisi foto-foto aku dan Niall yang disimpan Ibu disitu. Disebelahnya, ada tumpukan beberapa baju Niall dan barang-barangnya yang tertinggal disini.

Aku menghabiskan pancakeku lalu berjalan kekamar mandi, membersihkan diriku sendiri. Setelah itu, aku memakai jaket kaus dan celana jeans panjang. Aku tidak peduli tanktopku terlihat kusut meski ditutupi dengan jaketku. Aku memasukkan barang-barang Niall ke dalam kotak lalu membawanya.

Aku menuruni tangga dan melihat Lucky yang sedang bersantai didekat kaki Ibu. Lucky langsung mendekatiku dan aku membungkuk untuk membelainya.

"Ash, kamu mau kemana?" tanya Ibu.

"Mengembalikan barang-barang Niall. Aku tak akan lama," kataku lalu melambai pelan.

"Hati-hati, Sayang," kata Ibu lalu mengikutiku keluar.

"Iya, Bu," kataku.

Ibu terus memperhatikan aku sampai aku dan mobilku menghilang dibalik gerbang besar itu.

~~~

"Hai!" Greg menyapaku dan kami berpelukan erat. "Masuk," dia menarik tanganku dan aku otomatis tersenyum ketika memasuki kediaman Niall.

"Kamu sendiri?" tanyaku.

"Iya. Denise mengajak Theo pergi. Ayah ikut," kata Greg. Dia terlihat sedang sibuk. Diruang tamu ada sebuah laptop yang aktif dan segelas kopi berisi separuh.

"Aku... hanya ingin mengembalikan barang-barang Niall yang tertinggal," kataku menunjukkan kotak itu.

"Oh, ayo," Greg memintaku mengikutinya.

Aku mengekor dibelakang Greg sambil dia memilih-milih kunci untuk kamar Niall. Setelah menemukannya, dia memutar kunci itu dan kamar Niall langsung terbuka. Memori tentang Niall langsung memasuki otakku.

Aku dulu suka berlarian diatas karpet tebal itu. Niall suka menggila dengan gitarnya dan aku tertawa terbahak-bahak. Niall suka memelukku ketika kami duduk dijendela yang disebut Denise 'aksi percobaan bunuh diri' karena terlalu berbahaya.

"Kamu ingin waktu sendiri?" tanya Greg.

"Kumohon," kataku.

"Anytime, Ashley," Greg menutup pintu dan meninggalkanku sendiri.

Aku membuka lemari Niall dan menatap foto-foto yang tertempel di pintu dalam lemarinya. Aku menyentuh foto-foto itu dan mengelusnya pelan. Aku memasukkan baju, topi, dan barang-barangnya dengan rapi. Foto-fotonya kutaruh ditumpukan foto lainnya dan kotaknya kumasukkan kelemari sebelah kiri.

Aku terdiam menatap tumpukan CD yang ada dipojok lemari sebelah kiri. Niall memang suka membuat video baik sendiri atau denganku, lalu memasukkannya ke CD untuk ditonton lagi.

Aku mengambil satu CD dan ada tulisan 'White Windmill'. Aku berusaha menebak kemungkin isi CD itu dan buntu. Aku tidak ingat sama sekali. Aku mengambil CD itu dan menutup lemarinya. Aku langsung berjalan keluar dan menemukan Greg sedang asik didepan laptopnya.

"Wow.. itu sebentar, Ash," kata Greg.

"Ya... aku umm... aku hanya mengambil ini," kataku lalu menunjukkan CD itu.

"Tentu saja, pasti milikmu juga," kata Greg lalu dia tiba-tiba memelukku. "Tetap kuat ya. Apapun itu," Greg mengelus kepalaku.

"Ya," aku tersenyum kecil. Ibu pasti sudah bercerita ke Greg. "Aku pulang, Greg. Terimakasih. Sampaikan salamku untuk Ayah, Denise, dan Theo," kataku.

"Tentu, hati-hati," Greg melambai.

Jangan lupa vote dan comment ya 

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang