Hallo! Hari ini hari pertama masuk semester baru. Aku dan Justin sudah resmi pacaran dan sepertinya orang-orang sudah tau. Justin memasukkan foto kami ketika berlibur di rumah kayu Justin ke internet. Kurasa orang-orang bereaksi begitu cepat juga dengan ini.
"Tam!" Justin menganga kaget.
"Tamara! Ada apa??" tanyaku khawatir lalu menghampiri Tam.
Wajahnya luka, begitu juga tangannya. Apa dia berkelahi atau apa?
"Sudah kubilang, aku benci pergi Ski! Aku jatuh!" katanya kesal.
"Astaga apa kamu baik-baik saja?" tanyaku sementara Justin tertawa geli. "Justin!" aku memelototinya.
"Maaf," Justin menahan tawanya meski masih terkikik.
"Sudahlah. Aku senang kalian bersama," kata Tam lalu tersenyum manis. Aku bersyukur Tam tidak merespon tawa Justin tadi.
"Hey, thanks, Tam!" kata Justin senang.
"Terimakasih," kataku lalu membantu Tam berjalan.
"Justin!" teman-temannya memanggilnya.
Justin menolah ke aku dan Tam, meminta izin.
"Pergilah, aku akan menjaga Ashley," kata Tam.
"Aku yang menjagamu," koreksiku lalu Justin dan Tam tertawa.
"Sampai ketemu nanti," Justin mengecupku. "Bye," dia berlari ke arah teman-temannya.
"Jadi bagaimana Justin?" tanya Tam.
"Dia super baik," kataku.
"Dia khawatir kamu tidak akan mengatakan ya," kata Tam, agak berbisik.
"Akulah yang khawatir dengan diriku sendiri," kataku.
"Apa apaan," kata Tam geli.
"Aku bisa menjodohkanmu, Tam," aku menatap Tam serius.
"Tidak, terimakasih. Tidak banyak lelaki yang bisa melewati penilaian Justin. Dia cukup ketat," kata Tam.
Aku menatap Tam tidak percaya. Justin? Mengoreksi calon pacar Tamara? Ini hal baru!
"Aku tidak percaya Justin sepeduli itu," kataku geli.
"Oh ya dia sangat bawel, Nona," Tam memutar matanya dan kami tertawa.
~~~
Makan siang ini, aku sendiri lagi. Tam sibuk dengan klubnya, Justin sibuk dengan teman-temannya. Aku tidak pernah keberatan makan siang sendiri. Bagiku, aku juga butuh waktu pribadi untuk diriku sendiri.
Aku melirik ke sebelah kiriku. Melissa dan teman-temannya menatapku terus tertawa cekikikan. Mereka saling berbisik-bisik dan tertawa lagi. Aku menghela nafas dan kembali menikmati makan siangku.
"Hey," Paulina, si senior tiba-tiba mendatangiku.
"Hai, Paulina," aku tersenyum kecil.
"Aku... cuma mau minta maaf. Emm...," dia mengelus rambut cokelat indahnya. "Mengenai apa yang aku bicarakan tentang Justin. Maaf ya. Aku senang kalian bersama dan... aku bersyukur dia memperlakukanmu dengan baik," Paulina tersenyum tulus.
"Terimakasih, Paulina. Aku memikirkan perkataanmu dan menjadi sedikit lebih ketat, tapi semuanya berakhir baik," aku balas tersenyum.
"Well," wajahnya terlihat lebih cerah. "Terimakasih! Ketika mendengar kabar kamu dan Justin pacaran, aku langsung merasa tidak enak. Aku... akan pergi sekarang. Nikmati makan siangmu," kata Paulina lalu melambai.
"Bye," kataku lalu menatapnya. Paulina anak yang baik.
Aku kembali menikmati makan siangku. Sebuah geraman kesal membuyarkan lamunanku, lagi. Aku menatap ke arah suara itu dan menatap Carol. Dia seangkatan denganku dan juga salah satu pemilik Gold Book.
"Carol," panggilku.
Dia menatapku dan langsung tersenyum. "Aku duduk disitu, boleh??" tanyanya. Barisan gigi putih terawatnya langsung terlihat. Dia memang wanita berkulit hitam yang sangat cantik.
"Silahkan," aku tersenyum kecil.
Dia berlari kecil lalu duduk diseberangku. "Terimakasih, terimakasih! Astaga, kamu menyelamatkanku," kata Carol.
"Ada apa? Aku kira kamu akan makan bersama teman-temanmu," kataku.
"Tidak tidak. Tidak ada teman. Maksudku, aku belum menentukan siapa yang layak dianggap teman. Posisi seperti kita membuat kita harus lebih hati-hati untuk berteman," katanya cepat.
"Aku yakin kamu ingin mempertahankan peringkat 5-mu disemester lalu," kataku lalu kami tertawa.
"Lebih dari apapun!" kata Carol. Matanya menatap kebelakangku. Sebelum aku menengok, aku merasakan seseorang memelukku lalu mencium pipiku lembut.
"Hallo, Sayang Hai, Carol!" Justin duduk disebelahku.
"Hallo, Justin," Carol tersenyum.
"Aku tidak akan lama," kata Justin.
"Oh silahkan," Carol tersenyum geli.
"Apa kamu sibuk Sabtu nanti?" Justin menatapku.
"Tidak. Tidak sibuk. Kenapa?" tanyaku.
"Ikutlah aku ke kebun. Aku butuh sedikit bantuan untuk memilih produk. Ya?" tanyaku.
"Tentu!" kataku bersemangat. Berkebun dengan Justin? Apa yang lebih menarik dari itu.
"Baiklaahh... aku.. akan kembali main basket," kata Justin lalu mencium pipiku lagi. "Dah, Ash. Carol," Justin melambai.
"Bye," jawabku dan Carol bersamaan.
"Kemana kebrengsekkannya hilang?? Apa yang kamu lakukan?" tanya Carol geli.
"Astaga itu pertanyaan sulit," kataku lalu kami tertawa kencang.
"Berisik sekali," terdengar suara Melissa dibelakang kami. Mungkin dia sebal aku akhirnya berbicara dengan Carol, si Populer.
"Apa kamu tersedak???" Carol tiba-tiba menghardik ke arah Melissa. Mereka langsung diam. Orang-orang bahkan menatap kearah Carol. "Demi Tuhan!" Carol berbalik lagi ke arahku. "Ya?" dia tersenyum manis.
"Kamu....," aku terdiam lalu akhirnya tertawa geli. "Ada apa dengan perubahan cepat itu?" tanyaku.
"Aku baik dengan orang baik. Itu seperti hukum dalam hidupku. Lagipula Wanita Jalang itu sudah keterlaluan. Menyebarkan gosip-gosip yang tidak benar tentangmu dan Justin. Untung hanya orang bodoh yang percaya," kata Carol.
"Aku tidak khawatir dengan hal itu. Aku sudah diajarkan untuk menghadapi hal-hal seperti itu dari kecil," kataku.
"Keren!" mata Carol berbinar.
"Aku senang bicara denganmu," kataku tulus.
"Kalau begitu, itu alasan bagi kita untuk bertukar nomor HP," kata Carol lalu menyerahkan HP-nya.
"Tentu," kataku senang lalu menyerahkan HP-ku juga.
Jangan lupa vote and comment ya

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Stars
FanfictionTidak ada yang ingin menjadi bintang yang tersesat. Tidak pernah terbersit dalam pikiran seorang Ashley Treslin kalau dia akan menjadi salah satu bintang itu. Hidupnya sempurna, keluarga bahagia, populer, pintar, dan harta yang paling berharganya, N...