Part 27 : Summer

365 21 7
                                    

Well, semester dua tidak kalah seru seperti semester pertama. Namun peringkat kami masihlah sama. Justin memang terkesan ingin meningkatkan peringkatnya, tapi dia sudah belajar dengan keras. Kurasa semuanya sudah terbayar.

Sekarang adalah hari pertama Summer School! Aku sangat bersemangat tentang ini! Aku harap semuanya seseru yang ada di TV.

Justin berjanji untuk menjemputku terus selama Summer School. Itu karena jadwal kami berdua sama. Aku senang punya waktu lebih banyak dengan Justin.

"Tiin tiin!" terdengar suara klakson dan aku langsung menatap ke arah jalan. Aku memang sedang duduk didepan rumah.

"Justin?" aku tertawa senang melihat Justin menjemputku dengan motor. Aku langsung menghampirinya. "Kita naik ini?" tanyaku sambil mengelus motor Harley Davidson keren itu.

"Ya, Tuan Puteri. Apa kamu senang?" tanya Justin yang terlihat sangat keren diatas motornya itu.

"Aku belum pernah naik motor," kataku malu.

"Naik," katanya lalu memakai kacamata hitamnya lagi.

Aku naik dikursi belakang dan memeluk Justin erat. Dia memintaku memakai helm dan aku menurutinya. Setelah memastikan semuanya siap, Justin mulai menggas motornya. Aku berteriak senang dan dia tertawa.

~~~

"Menyenangkan!" kataku senang sambil menyerahkan helm ke Justin.

"Aku tidak menyangka kamu akan sesenang ini," Justin menahan tawanya.

Aku mendekat ke arah Justin lalu mengecup bibirnya lembut. "Terimakasih," kataku.

"Sama-sama. Aku akan menyusul kamu ke kelas ya. Dah," kata Justin.

"Dah...," kataku lalu melambai.

Aku berjalan menuju ke kelas dengan riang. Hemm... sesuai perkataan Tam, orang-orang banyak yang menatapku. Tam bilang, aku harus merubah sedikit penampilanku. Meski hari ini outfitku agak sedikit aneh bagiku, tapi sepertinya semua akan baik-baik saja.

Aku mengenakan celana jeans putih pendek selutut dan tanktop warna ungu muda. Aku mengenakan sebuah ransel kecil warna putih dan sneakers putih. Aku hampir tidak pernah menggunakan tanktop. Tapi aku harus sedikit berubah, lagipula disini panas sekali.

"Wow, Ashley...,"

"Hey, cantik,"

Pfftt... Bobby dan teman-temannya mulai menggangguku. Mereka memang terkenal playboy berat. Mereka berjalan kearahku dan aku mempercepat langkahku.

"Apa masalahmu?" suara Justin terdengar dibelakangku.

Aku langsung berhenti dan berbalik. Justin menghalangi jalan Bobby CS dan aku sekilas merasa lega. Tapi aku harus memastikan Justin tidak mengacau di hari pertamanya.

"Tenang, Justin," Bobby mencibir lalu berbalik.

"Astaga... tidak jelaskah Ashley itu pacarku," Justin menggandeng tanganku dan aku tertawa geli. "Ada apa?" dia bertanya tegas.

"Kamu lucu," aku menyenderkan kepalaku di lengannya. "Terimakasih," kataku senang.

"Sama-sama," Justin mengecup kepalaku dan kami berdua berjalan menuju ke kelas.

"Oh ya," Justin meletakkan tasnya dan bersiap memulai ceritanya. "Apa kamu tau kalau Tam menjadi sampul majalah?" tanya Justin.

Mataku membesar dan aku tertawa senang. "Benarkah?" tanyaku.

"Iya," Justin tertawa renyah. "Judulnya... salah satu anak politikus terseksi di Amerika," kata Justin lalu mengambil HP-nya. Kurasa dia ingin menunjukkannya.

Justin menunjukkan foto Tam yang sedang berpose denga seksi. Well.. aku rasa pose ini untuk suatu produk tertentu.

"Sebenarnya ini posenya untuk salah satu pemotretan," kata Justin seperti tau pemikiranku.

Aku mengangguk lalu menatap foto itu lagi. Tam memang sangat cantik. Dia mengenakan blouse hitam tanpa lengan dan celana jeans biru cerah. Sebenarnya outfitnya biasa saja, tapi gaya rambut dan... tatapan matanya yang membuat foto ini begitu indah sekaligus mencekam.

"Tam cantik...," kataku kagum.

"Kamu juga," Justin mencium pipiku lalu aku sadar aku sudah memegang HP Justin lumayan lama.

"I... ini," kataku gugup.

"Ada apa?" tanya Justin bingung. Dahinya mengkerut.

"Tidak apa-apa. Aku... hanya merasa aneh memegang barang pribadimu lama-lama," kataku menjelaskan.

"Penisku juga barang pribadi. Tapi aku tidak keberatan," bisiknya lalu aku mencubit lengannya keras-keras. "Astaga astaga.......," dia mengaduh sementara aku membereskan isi tasku. "Liar," desisnya menggoda.

~~~~~

Aku berlari menyebari bangunan sekolah menuju ke kafetaria. Justin sedang bermain basket dan meminta untuk dibelikan air. Karena tidak ada kegiatan, aku menawarkan untuk membelikannya.

Udara diluar panas sekali. Aku berkeringat sepanjang hari. Aku bingung kenapa Justin dan teman-temannya kuat sekali bermain basket diluar. Tapi ada satu hal positif yang bisa kuambil. Aku bisa lebih dekat dengan teman-teman wanitanya Justin yang baik-baik juga.

"Hallo," aku menyapa penjaga Kafetaria.

"Hai," balasnya riang.

Aku menyerahkan 5 botol air dingin dan mengeluarkan dompetku. "Ini," aku memberikan uangnya.

"Terimakasih, ini kembalinya," katanya sambil memasukkan botol-botol minuman itu kedalam kantong plastik.

"Terimakasih juga," aku tersenyum dan berbalik. "Woah," aku berhenti ketika menemukan Melissa sudah berdiri dibelakangku.

"Air putih, Ash?" tanyanya sambil tersenyum manis.

"Seperti yang kamu lihat, ya," aku berusaha tersenyum.

"Gayamu hari ini lumayan," puji Melissa.

"Tidak selamanya aku akan memakai baju lengan panjang," kataku.

"Apa kamu punya masalah denganku?" tanya Melissa, sadar aku selalu menimpalinya dengan dingin.

"Apa kamu punya?" aku balik bertanya dengan berani.

"Hah," Melissa tertawa pahit. "Jangan karena Justin itu pacarmu lalu kamu bisa berbuat seenaknya," kata Melissa.

"Hmm?" aku memiringkan kepalaku, tidak mengerti maksudnya. "Kalau urusanmu sudah selesai, aku mau mengantar air ini ke Justin. Permisi," aku melewati Melissa dan kawan-kawannya.

"Wanita Jalang!" umpat Melissa yang disambut tawa teman-temannya.

Aku hanya geleng-geleng kepala sambil terus berjalan kembali ke lapangan, mendatangi Justin dan teman-temannya. Biar saja dia berteriak kencang-kencang. Aku tidak ingin menimpalinya.

Jangan lupa vote dan comment ya :3 

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang