Enjoy x
Aku langsung berlari dan sepertinya semua gadis bekerjasama malam ini. Dengan cepat kami mengumpulkan Glowstick itu. Beberapa gadis ditugaskan untuk memegang glowstick dan dikembalikan ke kotak yang sudah disediakan lalu berlari lagi. Ini membutuhkan tenaga yang kuat serta lari yang cepat, dan... salah satu dari orang itu adalah aku.
Sudah tiga kali aku bolak balik ke kotak penyimpanan ini. Yang kubawa sendiri saja sudah lebih dari 15 glowstick. Mereka lumayan berat. Kotak milik laki-laki masih kosong. Yah, wajar saja mereka lebih kuat jadi bisa saja membawa glowstick-glowstick itu sampai game selesai.
Aku menatap ke sekelilingku dan tidak menemukan siapa-siapa lagi. Mereka pasti sudah berlari ke bagian hutan yang lebih dalam. Aku berlari masuk lagi agar tidak terlalu tertinggal.
"Krrkskk...," terdengar suara gemerisik.
"Paulina?" panggilku, mengingat dia juga salah satu pelari sepertiku. "Carol?" panggilku.
Aku menatap kesekelilingku dan tiba-tiba merasa takut. Tiba-tiba seseorang menutup mulutku.Aku berteriak tapi dia menyumpal mulutku dengan kain dan menempelkan lakban disekeliling mulutku. Sedetik kemudian, kepalaku ditutupi dengan karung tebal. Aku merasakan tanganku ditarik kebelakang dan diikat dengan tali. Astaga apa ini semacam pembully-an atau apa?
Wangi parfum lembut menyapa hidungku. Kurasa ini ulah para wanita juga!
"Cepat," terdengar suara Melissa dan aku mendidih! Betapa kurang ajarnya dia!
"Lepaskan aku!" teriakku tidak jelas.
Mereka menarikku dan aku terpaksa mengikuti mereka. Aku benar-benar marah dan kesal sekarang. Mereka sudah keterlaluan kali ini.
Setelah beberapa kali tersandung dan tersayat ranting, akhirnya mereka mendudukkanku dan langsung berlari pergi. Dengan susah payah aku menggeliat, berusaha mengeluarkan kepalaku dari karung bau ini.
Setelah berusaha keras, aku akhirnya bisa melihat keadaan disekelilingku. Ternyata sudah gelap dan tidak ada glowstick lagi. Setahuku, salah satu teman Melissa juga panitia di acara Summer School ini, jadi dia pasti tau daerah mana yang tidak dipakai untuk game.
Aku berusaha menarik tanganku lepas dari tali tapi percuma. Rasanya perih sekali dan aku tak mau memutuskan tanganku sendiri. Bagaimana cara membuka lakban ini.
"Hhhhff," aku menghembuskan nafas dan udaranya keluar dari pinggir lakban yang tidak merekat terlalu kencang. Aku menempelkan pipiku di ranting pohon yang mencuat keluar dan berusaha melepaskan lakbannya. Aku meringis kesakitan ketika malah pipiku yang tersayat ranting pohon itu.
Akhirnya, setelah percobaan berulang kali, aku berhasil melepaskan lakban itu. Aku langsung menyemburkan kain yang menyumpal mulutku. Tiba-tiba seekor kelelawar terbang tepat diatas kepalaku dan aku kaget bukan main. Aku berteriak cukup kencang.
Aku masih berusaha melepaskan tali ditanganku tapi aku menyerah. Tiba-tiba aku menangis. Aku benar-benar ketakutan sekarang. Aku tidak tau ke arah mana aku harus lari. Bagaimana kalau aku semakin menjauh kedalam? Bagaimana kalau...
"Hiks...," aku mulai terisak. "JUSTIN!" teriakku putus asa. "T...tolong...," bahuku bergetar dan aku terduduk.
Aku menatap kesekelilingku, mencoba mencari arah. Aku benar-benar tidak tau dimana aku sekarang. Mungkin memanjat pohon dan mencari cahaya lampu adalah ide yang baik. Ya, kalau saja aku bisa memanjat dengan tangan terikat.
Aku meringis ketika rasa perih yang diakibatkan oleh sayatan ranting saat Melissa menyeretku kesini. Aku menyapukan lengan atasku ke pipiku yang juga perih dan ada noda darah disitu. Bagus, Ashley. Kamu menyayat wajahmu sendiri.
"ASHLEY!" terdengar suara Carol dari kejauhan.
Aku langsung menegakkan kepalaku. Aku melihat cahaya senter didepanku. "Carol!" panggilku, takut panggilan Carol hanyalah khayalanku.
"Disana!" suara Carol lagi, kali ini dengan beberapa suara langkah kaki.
"Justin, itu dia!" aku menatap Alvin yang menunjukku.
Justin... itu Justin. Dengan Carol, Alvin, Paulina, dan beberapa anak lainnya. Wajah Justin luar biasa khawatir dan dia langsung berlari dan memelukku. Aku menangis seperti anak kecil sementara Justin melepaskan ikatan ditanganku.
"WANITA JALANG!" teriak Paulina marah. Aku merasa suaranya menggema.
Justin menggedongku gaya bridal dan aku memeluknya erat. "Jaket," kata Justin lalu Alvin menutupi punggungku dengan jaket. "Kita obati lukanya diluar," kata Justin lalu kami mulai bergerak.
"Kamu sudah aman, tenanglah," kata Carol sambil memegang kakiku lembut. "Kami disini, tidak apa-apa," kata Carol.
"Lihat saja nanti! Akan kubuat dia kehilangan Gold Book!" Paulina menggeram kesal.
~~~
"Aw...," aku meringis ketika Carol menempelkan plester kecil dipipiku.
"Tidak apa-apa," Carol tersenyum manis lalu mengelus kepalaku. "Merasa lebih baik?" tanyanya lembut.
"Ya," jawabku lirih.
Carol sudah menjagaku selama 30 menit sementara Justin dan Alvin mengurus sesuatu. Paulina sendiri sibuk menghubungi orangtuaku yang sangat khawatir dengan ini semua.
"Dia akan mendapat balasannya. Dia akan kehilangan Gold Book dan di skors 2 semester," kata Paulina dari depan pintu tenda kesehatan. Dia berbalik dan keluar dengan cepat.
"Paulina mengerikan ketika marah. Dia sudah cukup lama bersabar dengan kelakuan Melissa. Aku setuju, dia sudah keterlaluan kali ini," kata Carol lalu menawarkan air putih. Aku menggeleng pelan.
"Hai," terdengar suara Justin. Dia berdiri didepan tenda lalu masuk dan duduk disebelahku.
"Aku akan meninggalkan kalian berdua," Carol tersenyum manis lalu berjalan keluar.
Suasana menjadi hening. "Maaf, aku perusak pesta," kataku pelan.
Justin menggeleng. "Kita semua tau ini bukan salahmu sedikitpun. Aku sudah bicara dengan orangtuamu dan berjanji akan menjagamu sampai pengambilan hasil Summer School lusa nanti. Biasanya orangtua akan datang juga karena bersamaan dengan pekan donasi," bisik Justin lalu mengecup bibirku.
"Ya, jangan pergi," kataku lalu menangis lagi.
"Aku akan ada disini," kata Justin lembut.
Jangan lupa vote dan comment ya x

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Stars
FanfictionTidak ada yang ingin menjadi bintang yang tersesat. Tidak pernah terbersit dalam pikiran seorang Ashley Treslin kalau dia akan menjadi salah satu bintang itu. Hidupnya sempurna, keluarga bahagia, populer, pintar, dan harta yang paling berharganya, N...