Chapter 28 (Eternal Crystal Ball)

391 44 0
                                    

Hailee's POV

Aku malas berurusan dengan seorang petugas apalagi kalau dia seorang petugas penjaga. Setelah tertangkap kalau aku dan Oliver pergi ke luar, aku memutuskan untuk langsung meninggalkannya, kalian tau kan kalau aku seperti apa jika ada masalah?

Jadi aku masuk ke dalam pagar. Setelah masuk aku bingung mau ke kanan atau ke kiri, aku tau jalan kembali ke kamar ku itu lewat kiri, tapi aku bosan berada di kamar terus-terusan. Ku pilih jalan ke kanan untuk mengelilingi gedung yang cukup luas ini.

Aku terus berjalan lurus ke depan. Dari kejauhan ku lihat ada sebuah pintu yang cukup tua. Cukup menonjol di gedung ini, karena gedung ini memiliki bangun yang sangat modern dan canggih. Sedangkan pintu itu hanya terbuat dari kayu yang sudah cukup tua.

Karena rasa penasaranku yang begitu besar ku hampiri pintu itu. Aku berdiri di depannya, berpikir untuk masuk atau memilih untuk meninggalkannya?

Setelah di pikir-pikir tak ada salahnya aku masuk. Toh kalau pintu ini di kunci tentu aku tak akan bisa masuk bukan? Jadi ku putar kenop pintu tua itu. Ku pikir pintu itu benar-benar terkunci, ternyata tidak, pintu itu dapat ku buka dengan sangat mudah.

Aku masuk ke dalamnya. Ruangan ini cukup gelap dan sedikit berdebu. Sepertinya jarang ada orang yang memasuki ruangan ini. Di dalamnya terdapat pintu lagi. Ku tatap pintu itu sambil menaikkan sebelah alisku.

Aneh masa di dalam ruangan yang kecil seperti ini ada pintu lagi? Di pintu itu terdapat tulisan jangan di buka. Aku makin penasaran. Dengan ke kepoanku yang sangat amat besar ku buka pintu itu.

Lagi. Pintu itu tak di kunci. Dengan leluasa aku membuka pintunya dan masuk ke dalamnya.

Ruangan ini semakin gelap tapi setelah ku rasa mataku sudah tersesuaikan dengan cahaya ruangan ini aku dapat melihat sebuah cahaya yang sangat terang. Cahaya itu berasal dari sebuah bola kristal yang tak begitu besar. Kira-kira seukuran bola-bola yang berada di tempat peramal.

Cahayanya menyalah, mengeluarkan warna biru, pink dan ungu yang tak beraturan. Aku penasaran. bola itu sangat indah di tambah lagi dengan bantalan berwarna merah yang menambah kesan suci pada bola itu.

Aku ingin sekali menyentuhnya tapi aku takut. Kuberanikan diri untuk menyentuhnya. Aku tak mau kembali dengan perasaan penasaran yang amat besar.

Ku dekatkan tanganku ke bola itu. Jari-jarikulah yang paling dekat dengan bola itu. Dengan ragu tapi pasti aku mendekatkannya.

Aku berhasil menyentuhnya, tapi sedetik kemudian tanganku terasa panas. Aku merasa amat sangat panas. Rasa panas itu menjalar di tubuhku seperti membakar permukaan kulit tanganku.

"HAILEE!!!"

Seseorang memanggil namaku dari belakang sebelum aku terhempas ke belakang oleh energi dari bola yang ku sentuh. Dan membuatku terlempar membentur dinding.

Samar-samar dapat ku lihat orang yang memanggilku tadi berlari menghampiriku.

"Lee kau tak apa?" tanyanya panik.

"Aku baik!" jawabku. Pandanganku berkunang dan kepalaku terasa cukup pusing. Aku mengerjap beberapa kali agar kunang-kunang itu menghilang.

Aku mencoba untuk bangkit tapi sepertinya aku masih cukup lemah. Untung saja efek hempasan yang besar itu tak membuat tulangku remuk.

"Sini biar ku bantu!" pinta Oliver.

Dia mengalungkan tanganku di lehernya, lalu menuntunku ke luar.

Sambil berjalan dia bertanya. "Kenapa kau berani memasuki ruangan itu? Bukan kah sudah jelas ada peringatan di pintu itu?"

"Aku hanya penasaran," jawabku enteng.

The Same StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang