Chapter 36 (End?)

610 45 3
                                    

Hailee's POV

Ternyata menjadi seorang Ratu benar-benar tidak mudah, aku harus mengurus tumpukan berkas-berkas mengenai persetujuan pembangunan ini, pembangunan itu, perbaikan ini, perbaikan itu, pengeluaran yang besar maupun yang kecil. Serta tinjauan ke daerah-daerah di planet ini yang belum terjamah dan memastikan apa daerah tersebut aman untuk di tinggali atau tidak dan apakah daerah tersebut menjadi tempat sempurna bagi para musuh untuk bersembunyi. Daerah menjijikan yang penuh dengan lumpur pun harus aku lewati.

Shawn yang sebagai wakil ku juga tak kalah sibuk. Dia harus menggantikanku saat meeting jika aku sedang berhalangan atau menggantikanku meninjau daerah saat aku ada urusan mendadak, sehingga kami jarang bertemu. Dalam seminggu kami bisa bertemu hanya tiga kali, itu juga saat kedatangan tamu penting atau ada acara yang harus di datangi aku dan wakilku.

Waktu kami untuk berdua pun hampir tak ada, kesibukan masing-masing menjerumuskan kita pada hubungan yang kurang harmonis, tapi walaupun begitu setiap kali kita bertemu Shawn selalu saja bersikap sangat halus dan lembut dengan kasih sayang di setiap ucapan katanya padaku. Di saat sangat sibuk pun, jika ada kesempatan dia akan menggodaku sampai kerjaanku buyar.

Tok! Tok! Tok!

"Yang mulia bolehkah saya masuk?"

Sial! Ada saja yang menganggu lamunanku di waktu yang sempit ini.

Dengan malas aku berkata, "Masuklah, mungkin pintu itu tak ku kunci, tapi jika iya kau harus menembus dinding dulu untuk menemuiku."

Kita berdoa saja semoga pintu itu terkunci rapat dan siapapun yang ada di baliknya tak dapat menembus dinding beton itu.

Klek!

Dia yang berhasil membuka pintuku langsung masuk ke dalam sambil memasang wajah penuh kepuasan, seakan dia baru memenangkan sesuatu. Kalau aku tak ingat aku adalah seorang ratu, dia pasti sudah ku lempar dengan bangku yang ada di depanku saat pertama kali mendengar langkah kaki pertamanya.

Wanita dengan kemeja rapi dan rok super ketat, di tambah heelsnya yang setinggi burj khalifa ini, sudah dapat di pastikan bahwa dia asistenku. Sebenarnya aku tak suka melihatnya, apalagi wajahnya. Apa kata orang jika penampilan dan wajah asistennya jauh lebih bagus di banding majikannya. Kadang aku suka menyuruhnya untuk menunggu di luar gedung saat aku ada pertemuan, agar orang-orang lebih memandangku karena setiap kali dia di sampingku orang-orang yang berbicara kepadakau akan lebih sering melirik ke dia di banding menatapku. Mereka menatapku juga karena ku pelototi, coba saja kalau tidak, mereka pasti sudah membuang ku jauh-jauh dan menjadikan Christine, asistenku sebagai seorang Ratu. Nasib.

Aku ingin mendepaknya jauh-jauh tapi jika dia ku usir, tak ada lagi yang mau menjad asistenku karena dia lah satu-satunya asisten wanita yang sabar menghadapi setiap perkataan kasar ku. Wanita lain pasti sudah menangis sesenggukan di hari pertama mereka bekerja tapi tidak dengan Christine, saat ku bentak dia, dia malah cengengesan sambil berkata "Sabar yang mulia, nanti cantiknya luntur loh!"dan dia langsung ngibrit ke luar ruanganku.

"Pintu ini tak terkunci yang mulia, apakah saya boleh mendekat? Ada hal penting yang ingin saya beri tau kepada yang mulia." Tutur katanya sangat halus dan lembut , aku yakin saat ini dia berteriak.

"Iya, silahkan!"

'Tidak! Kau lebih baik pergi, kau sudah mengganggu waktu ku yang sedikit dasar jalang!' kata-kata yang sebenarnya ingin ku keluarkan, kata-kata yang berasal dari lubuk hatiku yang paling dalam.

"Baiklah," Christine mendekat lalu menghembuskan nafas. "jadi sebenarnya ada keadaan genting yang harus saya sampaikan. Hal ini mengenai-"

Brak!

The Same StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang