6. Ciuman Kedua

326 19 0
                                    

"Elwin."

Aku yang sedang berjalan langsung menghentikan langkahku sembari menoleh ke belakang pundakku. Aku melihat Pak Arif berlari mendekatiku. "Pak Arif," aku balas memanggilnya, "ada apa?"

Pak Arif terengah-engah sebelum berkata, "Ke mana saja sih kamu? Bapak cari-cari ke perpustakaan gak ada, ke kelas juga gak ada."

"Ini sekarang saya mau pergi ke perpustakaan," ucapku sesuai dengan kenyataan. Ia muncul dari belakangku, berarti ia benar-benar ke kelas mencariku. "Ada apa Bapak mencari saya?" tanyaku mengulang.

"Ini," katanya sambil menyerahkan lembaran kertas padaku. Aku menerimanya sambil mengerutkan kening, bingung.

"Kertas apa ini, Pak?" Aku membolak-balik kertasnya, ini bertuliskan tentang beasiswa ke perguruan yang kupilih. Belakangnya ada beberapa lembar kertas tentang soal-soal pembahasan.

"Bapak sudah cari tahu tentang perguruan yang kamu pilih itu. Ternyata Richard juga memilih tempat ini. Kita hanya bisa mewakilkan satu dari kalian untuk menerima beasiswa ini. Jadi sebelum tes beasiswa itu, pihak sekolah memberikan tes khusus dulu untuk kalian berdua," jawabnya panjang lebar. "Bapak juga sudah memberikan lembaran-lembaran ini untuk Richard tadi."

Kerutan alisku semakin mendalam. "Apa kata Richard tentang ini?"

"Richard? Dia tidak berkata apa-apa kok. Dia hanya menerimanya saja. Sepertinya ia memang sudah tahu akan bersaing denganmu," lanjutnya kemudian menepuk pundakku sekali, "ini kumpulan-kumpulan soal Bapak berikan khusus untukmu. Memang tidak sama persis, tapi Bapak sudah memperkirakan 45% sama deh. Memang agak tidak adil, tapi ini yang bisa Bapak bantu."

Aku mengangguk pelan sambil menatap kertas soal pembahasan itu dengan lekat. Sekian detik berikutnya, aku kembali menoleh kepadanya, aku mengingat suatu pertanyaan yang belum kutahu jawabannya. "Bapak," panggilku.

"Hm?"

"Kenapa Bapak ingin membantu saya?" tanyaku pada akhirnya. "Kenapa Bapak tidak membenci saya seperti guru yang lain? Bukankah selama ini saya juga selalu melawan Bapak?"

Mendengar pertanyaanku, ia sempat terdiam sesaat dan barulah menjawab. "Karena tekad," jawabnya. "Bapak dapat melihat tekad yang besar darimu untuk bisa maju, untuk bisa berhasil, untuk bisa sukses. Sejak kejadian itu, Bapak memang sempat berpikir untuk menggunakan kesempatan ini untuk membalas dendam atas perbuatanmu dulu pada Bapak. Tapi nyatanya tidak. Kamu yang paling susah disuruh pegang buku, ternyata dengan sendirinya duduk di perpustakaan, membaca buku yang tebalnya melebihi kamus, dan itu tidak ada paksaan dari pihak manapun.

"Awalnya Bapak tidak bisa mempercayainya dan menunggu sampai kapan kamu bisa bertahan. Tapi Bapak salah lagi. Kamu bukannya menyerah, malah yang ada, kamu semakin hari semakin rajin membaca dan nilai-nilai sudah mulai membaik. Mengetahui semua itu, dengan tanpa sadar Bapak sudah memaafkanmu dan berniat untuk membantumu. Bapak bersungguh."

Aku membelalak mataku, kaget sampai membatu. Aku tidak pernah menyangka bahwa selama ini ada yang memerhatikanku sedetail ini. Ia yang tidak menerima jawabanku hanya menepuk pundakku dua kali lalu beranjak pergi, meninggalkanku sendirian yang masih membatu, bukan lagi karena kaget, tapi karena ragu.

Aku ingin sekali membalas kebaikannya dengan bersaing melawan Richard dan mendapatkan beasiswa itu. Tapi...

"Elwin!!!!"

"Eh, apa apa apa, ada apa, ada apa???????" ucapku cepat tanpa sadar karena saking terkagetnya. Aku segera berbalik ke belakang dan kudapati... "Freya! Kenapa kagetin gue sih? Gue hampir jantungan tahu!"

"Elo sih, melamun terus!" serunya yang mendadak cemberut, tidak seperti biasanya. "Katakan pada gue sekarang juga, kenapa lo melamun? Lo sering banget melamun, tahu gak?"

King's Obsession (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang