Thomas PoV:
Sejam lebih telah berlalu setelah waktu kepulangan kami dari sekolah. Situasi dalam taksi berlangsung hening dan canggung. Supir taksi membawa kami ke alamat yang kami tuju, yakni lokasi rumah Mersie. Yang kini kulakukan adalah memandangi Mersie. Pandangannya tampak kosong. Aku menduga-duga bahwa ia pasti sedang memikirkan seseorang tanpa nama yang tadi tak sengaja kuucapkan. Jujur, aku tak mau membuatnya curiga terhadapku, tapi kuakui sudah terlanjur melakukannya.
Maka dari itu, aku ingin memulai percakapan lain dengannya untuk menghentikan dirinya dari lamunan dan juga memecahkan keheningan ini. Sebenarnya, ada suatu hal terlewatkan yang membuatku sungguh penasaran untuk mengetahui respon darinya.
"Mmm, Mers, emangnya...lu beneran naksir gue ya?"
Tentu sekali, betapa malunya diriku untuk menanyakan hal tersebut kepada Mersie, tapi di sisi lain, aku berani.
Ia bersuara, "Hah?! Gue naksir lu?" ia tampak terkejut dan bingung.
"'You can't take him away from me too'," aku mengutip kalimatnya sebelumnya yang terngiang-ngiang di pikiranku.
Ia mengajukan pertanyaan ringkas, "What do you mean?"
"Your sentence earlier said to... 'Bonnie', if I'm not mistaken saying her name, in the health unit room," aku berusaha mengingatkannya.
Matanya melebar seketika. Akhirnya, ia menjawab, "I-itu mah g-gue gak serius ucapin. Kan karena gue cuman mau nyelamatin lu doang dari Binnie."
Kepanikan dan kegagapan melanda dirinya. Tergaris sebuah senyuman di bibirku. Aku kembali memandanginya dan dirinya seakan jadi salah tingkah saat berkontakan mata denganku. Jarak duduk kami tidak terlalu jauh dan tangan kami hampir saja bersentuhan karena kami sama-sama gugup.
"Ish, Thom! Ngapain sih pandang-pandang gue terus? Jadi, bikin risih deh," ia melihat ke arahku.
"Yang bener itu bikin gugup kali. Emangnya gak boleh gitu pandangin cewek? Mata gue berhak dong. Anehnya gue dilarang-larang, padahal yang larang-larang gue itu ceweknya cantik lho," ucapku sambil menyengir.
Reaksinya seketika menjadi malu, sehingga ia pun menutupi wajahnya dengan poni panjangnya. Dalam sekejap, pikiranku terlintas sebuah ide yang cukup hebat. Atas niatku untuk melancarkan ide tersebut, aku pun segera mengatur smartphone-ku dalam mode senyap.
"Mers, pinjam your phone dong!" usahaku dalam mengambil perhatiannya.
"Buat apa? Kalau buat yang aneh-aneh, gue gak bakal kasih pinjam ke lu!"
"Ini beneran untuk urusan penting! Gue mau hubungin Dylan, tapi pulsa gue habis."
"Oh gini aja, gimana kalau lu hubungin dia pakai telepon rumah gue aja?" tanggapnya cerdik.
'Usaha gue harus berhasil nih,' tekadku dalam hati.
"Kelamaan, Mers. Ada hal yang perlu gue sampaikan segera ke dia menyangkut soal pekerjaan yang harus dia laksanain," kuusahakan untuk memasang wajah serius di depannya.
"Harus sekarang banget emang buat telepon dia? Apa gak bisa tunggu nanti aja?"
"Iya, Mersie. Kalau bisa entar, gue gak mungkin desak lu begini. Dia kan tinggal serumah sama gue. Gue mau memastikan keadaan dia yang lagi sendirian di rumah gue berhubung orang tua belum sempat pulang," kupastikan bahwa keadaanku sebisa mungkin memprihatikan dan mendesak agar dapat memperoleh keyakinannya.
"Hah?! Dia tinggal di rumah lu? Memangnya mulai sejak kapan?"
"Pokoknya dari hari pertama gue pindah ke ibu kota ini!" jawabku dengan terbuka hanya untuk satu hal tersebut, "Gue sangat memerlukan smartphone lu! Tolong pinjamin gue sebentar aja ya?" ujarku memohon-mohon kepadanya dengan suara pelan nan kecil agar hatinya dapat luluh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]
FanfictionOld Title: '(Senior) High School Season of This Age (SHSSOTA)' Yes, this is a rewrite and a come-back! Mengisahkan cerita seorang gadis remaja yang duduk di bangku SMA di UK tentang keanehan mimpinya. Apakah itu merupakan sebuah petunjuk atau bukan...