Chapter 5: It's Real

365 18 0
                                    

Mersie PoV:

What a stupid Mersie! Kenapa gue bisa gak ingat kalau ternyata dia selama ini adalah ...

Kalian tahu siapa yang kubicarakan?

Him, Thomas Freakin' Sangster.

Julukan yang lebih pas untuknya dibandingkan dengan nama aslinya. 

Let me tell you, guys, ternyata selama ini dia adalah cowok yang ada dalam mimpi tidur malamku itu. Bahkan, ia berperan sebagai si cowok manis dalam petualangan alam bawah sadarku. Bodohnya baru kusadari bahwa wajah dia dan cowok dalam mimpiku memiliki kesamaan dan memang benar dia adalah orangnya! Aku mampu menyadari hal itu karena tiba-tiba aku menemukan sesuatu di laciku sepulang sekolah.

Kalian tahu apa?

Kalung dolphin!

Kudapati benda itu sama persis sesuai dengan apa yang ada dalam mimpiku. Benda kecil itu tersimpan di dalam sebuah kotak hadiah berbentuk hati, bersertakan dengan sepucuk kertasnya. Mengetahui hal itu, aku berteriak penuh kegirangan dari dalam kamarku karena perhiasan itu nyata. Untungnya, hanyalah aku saja seorang diri di dalam rumah. Diriku segera menghentikan teriakanku seketika teringat akan kelakuan bodoh Thomas tadi.  Rasa kesal hendak kembali memuncak. Walaupun begitu, aku berusaha mengalihkan pikiranku untuk berkonsentrasi terhadap sepucuk kertas yang kudapatkan.

'Astaga!'

Aku terkejut selagi membaca tulisannya. Isi di kertas itupun sama. Sejenak, aku langsung saja mendapat gambaran bahwa:

'Oh my gosh, how could it be Thomas as the man in my dream? Dari banyak lelaki, kenapa gue malah bisa mimpiin dia?'

Tiba-tiba, aku teringat akan ucapannya di sesi perkenalan diri berkenaan dengan misi mencari seorang cewek untuk dijadikan sebagai pacar!

'Apa dia memimpikan gue juga? No way! It can't be! Relax, Mersie... There's nothing to worry about. You have to act normal whenever you see him, starting from tomorrow.'

Namun, pertanyaan lain muncul dalam pikiranku menanyakan bagaimana bisa keberadaan kotak hati itu beserta isinya tiba-tiba kutemukan begitu saja di laciku?! Padahal, di awal pagi hari sebelum aku berangkat ke sekolah, aku yakin betul bahwa aku tidak menemukan barang berikut di laciku. Pikirku, kejadian itu pasti tidak logis jikalau benar-benar malaikat pelindunglah yang berusaha memberikannya kepadaku. Perasaanku memang senang untuk memilikinya, tetapi pikiranku dilanda cukup banyak pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban. Situasi seperti ini menggelitik rasa penasaranku.

Kuputuskan untuk singgah sementara ke kedai kopi dengan berjalan kaki ke sana. Remaja sepertiku tentu dapat mengalami stres. Namun, bukan stres karena memikirkan mata pelajaran, melainkan stres karena menanggapi mimpi tidur yang seakan-akan perlahan menjadi nyata. Mungkin sebagian orang akan senang gak ketulungan jika mimpi indah mereka menjadi sebuah kenyataan. Awalnya, aku juga merasakan hal seperti itu, bukan? Tapi, selanjutnya kudapati diriku lebih berperasaan gundah.

'My goodness sake, I should stop thinking about this. At least, just for a while.'

Langkahku telah tiba tepat di pintu masuk kedai kopi langgananku. Aku sering sekali mengajak kelima sahabatku ke sini di akhir pekan tertentu. Berbagai menu minuman kopi yang dihidangkan di sini sungguh nikmat rasanya. 

Mrs Hedley, barista senior di tempat ini, sudah menyelaku terlebih dahulu begitu aku hendak menyuarakan pesanan minumanku, "Flat-White, my little daughter?"  ia tersenyum simpul. Detik itu juga, aku mengangguk dan balas tersenyum kepadanya.

Karena aku rutin ke tempat ini setiap 3 atau 4 kali seminggu, tak dapat dipungkiri betapa dekatnya aku dengan Mrs Hedley. Diriku bagaikan anak perempuannya sendiri dan kebetulan juga ia mampu berbahasa Indonesia sepertiku. 

"You always know my favourite thing, Mrs. Hedley,"  ucapku sambil menunggui dirinya membuatkan pesananku.

"Of course, darling! So, how was your school?"

"Too bad for this day. A naughty new guy in my class ruined my happiness at school earlier. I hate him!"

"Owh, what actually happened?"

"He's just unbelievably annoying! Well, he looks handsome and cute, but according to me, he's acting not sweet. All the girls like him, but I don't think I'll like him easily though with that kind of attitude."

"Don't say something like that, honey... You won't know that one day you may like him."

"Mrs, Hedley, if I end up liking him, please do remind me not to like him."

"You know I can't do that."

"Ugh, yeah I know, but don't worry, Mrs Hedley, he and I aren't close together. So, there's no possibility for me to just like him."

"Umm, well, maybe you should bring him to me. It makes me wanna see him to know his personality like what you've told me."

"I can't show him to you, Mrs Hedley. I won't be near him. If I must do it, I'd rather die,"  Mrs Hedley tertawa akan ucapanku itu.

"Alright, honey. Just take your seat,"  ia mengingatkanku untuk mencari tempat duduk. Aku langsung melakukan perintahnya. Ia membawakan pesananku dan menaruhnya di atas meja yang kutempati. "Believe me, that new guy will no longer make you mad,"  ujarnya kini memegangi kedua pipiku.

Aku tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum atas bentuk perhatian kecilnya agar suasana hatiku mampu tenang kembali. Maka, kuucapkan terima kasih kepadanya karena telah mendengarkan curhatku dan ia pun kembali berjalan ke meja barista. Betapa diriku bersyukur mengenal Mrs Hedley, karena dia adalah orang yang rela menceriakan hari-hariku dengan segala upaya di setiap kali aku hanya datang sendirian ke tempat kerjanya. Ia layaknya ibu kedua bagiku. 

Aku telah memilih untuk duduk di sudut ruangan tepat di samping kaca jendela. Mataku cenderung berkelana memandangi pemandangan di luar kedai kopi iniDi tengah-tengah waktu aku menikmati minuman kopi kesukaanku ini dengan santai, kepekaan tubuhku merangsang adanya sensasi yang cukup membakar sengit kulit ketika sesuatu bersentuhan dengan sikuku. Ternyata, kutengok ada sebuah gelas kaca berisikan penuh dengan air hangat, yang terletak di atas mejaku. Kemudian, aku mendengar suara seorang cowok di sampingku berkata, "Free for you, Miss."

Sebelum aku mengarahkan pandanganku berbalik kepada cowok misterius ini, diriku berpikir ...

Apakah tempat ini mulai menerapkan peraturan menyediakan langsung air putih kepada para pelanggan secara cuma-cuma sebagai bentuk gombalan? Dasar, pegawai lelaki yang dipekerjakan di sini. Gue hanya cukup menyampaikan terima kasih atas layanannya sebagai ungkapan penolakan halus.

Aku menyesal begitu menoleh.

*To be Conti-Newt*

---------------------------------------------------------

Author's note:

🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆

Selamat membaca kisah selanjutnya!

Have a nice day.

Love,

Nelly P.

Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang