Chapter 18: Him

209 7 0
                                    

Mersie PoV:

Apakah rasanya selalu seperti ini? Ketika tiba berkencan dengan seseorang, jantungmu seakan ingin melompat ke luar dari rangka tubuhmu, karena engkau gugup sejadi-jadinya. Bahkan, pada saat Alexander sendiri sudah tiba menjemputku, rasa gugup ini gagal terhilangkan dan alhasil malah semakin bertambah. Hal yang dapat kulakukan detik-detik ini ialah mengintip dari balik tirai di kamarku sebelum aku berpergian dengan orang lain dan menaiki kendaraan mereka bersama-sama.

Aku jadi teringat bagaimana setiap kalinya ia mengajakku jalan-jalan dalam rangka ingin memiliki waktu yang berkualitas dengan sahabatnya sendiri. Seharusnya, aku berpikiran saja seperti itu sedari tadi, karena kalau begitu, rasa gugupku pasti mampu mereda.

Kupastikan diriku berpenampilan oke di depan cermin untuk kesekian kalinya sebelum berhadapan dengannya. Jari-jari tanganku beralih merapikan lekukan pakaian yang kukenakan ini. Riasan yang gorgeous  telah kuaplikasikan pada wajahku dan hasilnya sangatlah bagus. Kutahu, inilah saatnya bagiku untuk tampil penuh percaya diri walau aku gugup setengah mati. Lagipula, siapa sih cewek di dunia ini yang tidak gugup dalam menjalani kencan pertama mereka dengan seseorang? 

Aku melangkahkan kakiku pertama-tama keluar dari kamarku dengan memakai tas selempang manis berukuran sedang di pundak sebelah kananku. Kemudian, aku berjalan melalui ruang tamu hingga akhirnya berhenti tepat di depan pintu utama yang masih tertutup rapat. Diriku masih sulit bernapas dengan lega. 

Ketika tanganku hendak menggenggam gagang pintu, terdengarlah suara tegas seseorang dan suara lembut seorang lainnya yang berdeham secara bersamaan di belakangku. Aku pun berbalik kepada mereka secara pelan-pelan.  

"You're having a secret behind us, my daughter? tanya mama sedikit curiga.

"So, would you finally tell us who your new boyfriend is? Is he the guy named Thomas, who picked you up to home and then hugged you too last night?"  suara papa berkumandang.

"Mmm," aku menggaruk leher bagian belakangku yang tidak gatal, "It's a different guy, mom and dad. He's just my friend. Best friend actually. I'm so sorry that I forgot to ask your permission to hang out with him now,"  suaraku memelan. 

Mataku merekam kejadian ini benar-benar.

"What if we say no for you to hang out with a FRIEND or BEST FRIEND you said this time?"  aku terkejut setengah mati akan tanggapan papa tersebut.

"Dad! You can't do this! I've already said yes to him. I can't let him go back to his house and ruin our plan. It'll seem so rude to him."

"It's your fault, honey. We believe that you would just directly go outside and not tell us anything about this hang-out if we didn't catch you redhanded,"  jawaban mama tak kunjung memberikanku sedikit toleransi.

"Okay! I admit it's my pure fault, but please, just give me one last permission to hang out. Next time, I promise that I will not go anywhere if you want me to. Please, trust me!"  aku memandang mereka dengan ekspresi wajah yang memelas, "Remember that I'll be your good daughter, alright,"  aku mencoba membujuk kedua hati mereka, "If you are my good parents, you will decide to let me go."

"Oh baby, we're still your good parents!"  ucap mama yang langsung memelukku dan tangannya menangkup kedua pipiku, "You look so beautiful, dear. Now, you may go,"  akhirnya mama menjadi orang pertama yang tidak lagi keberatan untuk membiarkanku pergi.

"Thanks, mom!"  seruku dengan senyuman berseri-seri, "You're the best mom ever! I love you forever,"  aku memberikan kecupan singkat di pipi mama. 

Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang