Aku bernyanyi mengikuti alunan musik yang kudengar dari earphone selagi berada di dalam kelas seorang diri. Istirahat siang sedang berlangsung. Sekolah memberikan kami waktu berkisaran 30 menit untuk sesi istirahat ini. Carave, Emma, Evanna, dan Zoey sedang pergi ke kantin sekolah untuk memesan makanan. Aku menitipkan sebuah minuman berupa Green Tea Latte kepada mereka.
Hari ini entah mengapa aku merasakan otot-otot tubuhku begitu lemas untuk bergerak banyak, sehingga aku hanya ingin berdiam saja di kelas sambil mendengarkan musik dan berusaha merancang konsep lukisan beraliran kontemporer yang adalah proyek akhir mata pelajaran seni rupa. Kebetulan, Mrs Becca sangat berbaik hati memberitahukan kami jauh-jauh dari awal. Aku sungguh berupaya agar nantinya karyaku dapat dimuseumkan di gedung sekolah ini, lebih tepatnya di ruang koleksi seni. Tak terbayangkan akan begitu bangga dan senangnya aku jika salah satu dari antara semua pajangan lukisan di situ adalah buatanku.
Tanganku berusaha meraih tas Zoey sekuat tenaga. Tempat duduknya berada satu baris lebih depan dariku. Sudah kubilang bahwa aku sangat malas bergerak, bahkan untuk mengaktifkan otot-otot kakiku tampak menjadi suatu kesulitan bagiku. Ketika aku memaksakan diriku untuk meraih tasnya dengan kedua tanganku, tak sengaja aku menjatuhkan satu set pensil warna milikku yang terletak di sebelah kiri pojok meja. Ternyata, retsleting kantong pensil itu lupa kututup. Maka, aku segera berlutut untuk merapikan semua pensil warna yang berserakan ke mana-mana di lantai, bahkan aku perlu memutuskan untuk melepaskan earphone dari telingaku.
"I saw you didn't note my number at all in History class," aku cukup terkejut mendengar tiba-tiba adanya suara seseorang di ruangan ini.
Namun, untungnya, aku mampu mengenali siapakah pemilik suara ini dari konteks kalimat pertanyaan yang diajukan.
Yup, siapa lagi di kelas ini yang tadi membeberkan nomor telepon dengan sengaja, kalau bukan dia!
"Oh yeah, you're right, I didn't do a thing about it! Why, Thomas? Did it even trouble you?" aku balik bertanya kepadanya sambil merapikan beberapa batang pensil warna yang tersisa di lantai. Mataku melirikinya yang pada awalnya berdiri di ambang pintu, tetapi malah melangkahkan kakinya kemari. Aku langsung duduk kembali di kursi.
"You have known my name," ia mendekatiku dan kini duduk menghadapku dengan fokus di kursi Zoey.
"So, my apology, you think I am just the only one who knows exactly your name, huh?" aku memberikannya pandangan yang mengolok, "Of course, I've known it, because you're my new classmate. Don't be ridiculous! That's not even a big deal."
"It is for me, girl. Well then, tell me, what's your name?" pertanyaan seputar diriku itu membuatku berusaha sebisa mungkin hanya memusatkan perhatianku ke hal menggambar, "Did you actually hear me a minute ago? What did I ask you?"
Cowok seperti dia benar-benar menyusahkan.
"Sure, I have a totally good hearing. I know what you asked earlier, but I don't think I'm going to answer it for you!" tolakku.
"Oh please. It's just a name, you said it was no big deal. I assume you should tell me your name too, so we can get to know each other... properly."
"I don't need to get to know you, like I don't give a fuck about you anyway."
"What's going on with you? I just want to make friends here and you don't really seem nice to me," ekspresinya tampak terluka akan semacam perlakuan buruk dariku tersebut.
"I want to let you know that your effort of making friends with me will be in vain, so drop it!" aku tetap berusaha untuk tidak bersikap ramah di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]
FanfictionOld Title: '(Senior) High School Season of This Age (SHSSOTA)' Yes, this is a rewrite and a come-back! Mengisahkan cerita seorang gadis remaja yang duduk di bangku SMA di UK tentang keanehan mimpinya. Apakah itu merupakan sebuah petunjuk atau bukan...