Aku masih tetap dalam keadaan digendong Thomas. Langkahnya sekarang mengarah ke ruang kelas mata pelajaran terakhir kami. Aku hanya terheran dan berkata, "Thom, kok kita malah ke sini sih? Kenapa kita gak langsung pulang aja?"
"Heh, lu emang bersedia meninggalkan tas lu di dalam kelas, huh? Kita mau ke kelas buat ambil tas lu di sana, karena tadi gue kirim pesan obrolan ke Carave supaya tas lu dibiarin di ruang kelas matematika."
"What the—Kok lu gak bawain tas gue sekalian?! Masa tas gue malah ditinggal gitu aja... Kalau hilang gimana coba, huh?" nadaku berubah menjadi kesal.
"Maaf, Mers. Gue lupa. Lagipula, kalo tadi gue bawain tas lu juga, teman-teman sekelas pasti pasang muka curiga ke gue, terlebih-lebih ke kita berdua, dan tambah gawat kalau si Catherine bisa tahu!" ia memberitahuku.
"Oh, gitu. Pantas aja lu gak mau bikin Catherine cemburu, ya kan?" ucapku dengan memasang nada sinis.
"Apaan sih! Lu kan tahu sendiri kalau Catherine itu suka kepo. Gue paling gak mau dikejar-kejar sama dia. OGAH!" nada bicaranya terkesan jijik terhadap Catherine.
Hal itu membuatku meledak dalam tawa, karena membayangkan seperti apa ekspresi wajahnya saat mengucapkannya. Ia tak berbicara apa-apa setelah itu. Langkah kakinya tetap berjalan hingga kami berdua tiba sampai di depan kelas matematika. Kondisinya sudah benar-benar kosong. Ketika Thomas berhenti sebentar di ambang pintu, aku panik setelah melihat tak ada tasku di mana pun.
"Oh, no!" ucapnya tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"My bag...is gone, Thomas!" aku tak kuasa untuk tidak terdengar panik.
"Calm down, Mers. We'll find it, okay," ia berusaha menenangkanku.
"It's already gone, Thomas! How could we find it?! Someone must have already taken it! That means only one thing. If someone has taken it, then that person must be Binnie! We have to go to her house now!" aku langsung menyalahkan peristiwa ini atas Binnie, mengingat bahwa aku dan dirinya sempat bertengkar tadi.
"Heh, jangan asal berpikiran negatif dulu apalagi sampai asal menyalahkan orang lain. Gak ada bukti kalau dia adalah pelaku. Kita juga kan mana tahu apakah tas lu benar hilang atau enggak. Siapa aja kan teman lu rela bawain pulang ke rumah mereka dulu supaya bisa diambil sama lu besok pagi. Tapi, eh tunggu bentar. Itu gue lihat dari jauh sini, kayaknya ada sticky notes tertempel di atas meja, tempat duduk yang ditempatin Carave tadi," ia menunjuk ke arah meja tersebut. Apa yang dibicarakan Thomas benar. Aku juga dapat melihat dari kejauhan memang ada selembar kertas berwarna kuning tertempel di situ, "Mending kita coba lihat, yuk. Itu bisa jadi pesan penting."
Ia melangkahkan kakinya ke meja tersebut. Selagi menggendongku, Thomas sedikit merendahkan dan membungkukkan tubuhnya agar aku dapat mengambil kertas itu dengan mudah. Diriku sangat penasaran untuk membaca tulisannya. Tanganku langsung menggapai dan mencabutnya dari meja.
Secarik kertas tersebut tertulis:
To: T & M
Gue dan yang lainnya khawatir tas Mersie bisa hilang. Jadi, kita amankan ke dalam loker Mersie. Sorry ya kalau sempat bikin kalian kebingungan. Gak ada maksud sama sekali untuk hal itu kok, karena gue sendiri juga udah keburu lupa untuk infoin balik lewat chat soal ini, berhubung gue harus buru-buru pulang. You know lah, photoshoot stuff. Hope your foot gets well, Mersie cantik!
-Carave
Aku menghembuskan napas dengan lega setelah mengetahui bahwa ternyata tasku tidak dibawa pergi oleh Binnie atau orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]
Fiksi PenggemarOld Title: '(Senior) High School Season of This Age (SHSSOTA)' Yes, this is a rewrite and a come-back! Mengisahkan cerita seorang gadis remaja yang duduk di bangku SMA di UK tentang keanehan mimpinya. Apakah itu merupakan sebuah petunjuk atau bukan...