Part 11

2.7K 140 0
                                    

3 hari sudah semenjak kejadian itu, Gavin tidak ada menghubungi Ayra bahkan ia juga tak menjenguk Ayra sekalipun. Bagaikan di telan bumi. Ayra yang menyangka mungkin Gavin membenci membuatnya semakin merasa bersalah. Membuat keadaannya semakin hari semakin memburuk. Kadang kala ia juga sempat kehilangan kesadaraannya. Ibu Ayra sangat cemas melihat keadaan putrinya. Ia sudah tahu apa yang terjadi antara Ayra dan Gavin, mungkin Gavin kecewa karena tidak diberitahu perilah sakitnya namun ia cukup mengerti dengan situasi yang rumit ini. Pemikirinnya tiba-tiba buyar saat seseorang menepuk pundaknya.

"Permisi"

"iya, ada apa?"tanya ibu Ayra mengerutkan kening bingung melihat seorang wanita paruh baya memakai jas dokter menepuk pundaknya.

"bisa ikut saya sebentar, bu? ini mengena anak ibu"ucap sang dokter.

"baik"

Di ruang bercat putih dengan bau obat-obatan khas rumah sakit, ibu Ayra berada. Duduk di depan sang dokter yang menangani putrinya itu. Terlintas pikiran-pikiran aneh memenuhi otaknya namun segera ia tepis pikiran aneh tersebut dan mulai bertanya kepada dokternya.

"Dok, sebenarnya ada apa dengan putri saya?"tanya ibu Ayra dengan nada yang terselip kekhawatiran yang kentara sekali.

"Ehm, begini bu keadaan putri Anda sangat tidak baik. Kita tahu bahwa anak ibu mengidap penyakit kanker dan sekarang ia mengalami stress. Sepertinya anak ibu banyak pikiran akhir-akhir ini dan itu sangat tidak bagus untuknya. Saya takut jiwanya terguncang dan mengalami gangguan jiwanya yang akan menghambat proses penyembuhannya."
Ibu Ayra hanya terdiam membisu mendengar perkataan dokter. Pertengkaran kecil itu membawa pengaruh buruk untuk kesehatan putrinya. Ibu Ayra menghela nafas berat.
"Begini dok memang benar jika Ayra mungkin mengalami stress karena banyak memikirkan pertengkaran dengan kekasihnya. Jadi, apa yang harus saya lakukan dok?"

"Saya harap pertengkaran itu bisa terselesaikan. Karena pasien kanker itu harus memiliki keyakinan dan semangat untuk sembuh. Jika dibiarkan saya takut kalau Ayra akan kehilangan semangat dan malah memperburuk keaadaannya"

"Baik dok terima kasih"

***

"Gavin, tante mohon ke rumah sakit sekarang!" ucap ibu Ayra ke seseorang di seberang telpon.

"Gak bisa tante, Gavin sibuk"

"Oh ayolah, kau mau memperburuk keaadaannya?"ucap ibu Ayra yang mulai tersulut emosi. Gavin terdiam.

"Ibu anak anda kritis!" ucap suster yang menghampirinya dengan peluh yang bercucuran.

Ibu Ayra membeku. Wajahnya pucat pasi. Kepalanya terasa berputar. Suara di seberang telepon memanggil namanya.

Ya tuhan putriku! Ayra! Segera ia menuju ruangan anaknya. Sayup-sayup masih terdengar suara Gavin sebelum ia mematikan ponselnya.

"oke tante, Gavin segera kesana"

***
Gavin sampai di rumah sakit tempat gadisnya berada. Sudah tiga hari ia tak menemui gadisnya. Sungguh ia sangat merindukan Ayra, tawanya, senyumnya, wajahnya, ohhhh sungguh merindukan gadis yang dicintainya. Meski ada sedikit rasa marah karena Ayra yang tidak memberi tahunya, menganggap penyakitnya hanya hal kecil saja dan meminta Keenan untuk bersamanya.

Hentakan langkah kaki Gavin beradu dengan lantai rumah sakit. Keringat menetes di wajahnya. Wajahnya pucat. Dadanya sesak menahan sakit mengingat gadisnya kritis. Di depannya ada seorang wanita paruh baya menangis pilu bersama seorang gadis seumuran denganya meratapi sosok yang berada di dalam ruangan. Gavin mendekat.

"Tante, Ayra bagaimana?" tanya Gavim cemas.

"lagi ditangani dokter vin"

Kembali hening menyelimuti mereka. Ketiganya sibuk dengan pikirannya. Lama mereka menunggu hingga suara pintu terbuka.

"Siapa yang nama Gavin disini?"tanya suster.

"Saya sus" ucap Gavin berdiri mendekat ke arah suster.

"Mari ikut saya sebentar"

Dunia seperti berguncang lalu berhenti. Di depannya Ayra tersenyum lemah ke arahnya dengan wajah pucat seputih kertas. Gavin mendekat ke depan Ayra dan memeluknya erat.

"Gavin..." ucap Ayra lirih.

"Ya sayang, ada apa? apa yang sakit? mana? "tanya Gavin lemah dan cemas.

"vin aku minta maaf karena gak bilang dan menganggap remeh penyakitku. Aku sayang sama kamu"

"aku juga sayang, Ay. kamu sembuh ya. aku jagain" ucap Gavin tersenyum sok tegar sambil mengenggam erat tangan Ayra menciba menyalurkan kekuatan.

"vin, kamu harus bisa menerima Keenan di hidup kamu mulai sekarang. Sayangi dia. Cintai dia setulus hati kamu"

"Kamu ngomong apa sih?" ucap Gavin pura-pura tak mengerti meski rasa marah itu mulai muncul lagi.

"Kita putus dan kamu bersama Keenan ya!"ucap Ayra. sungguh ia tak sanggup mengatakan itu tapi demi kebahagian Gavin. Laki-laki cinta pertama yang sangat dicintainya itu.

"Gak"ucap Gavin singkat.

"vin dengerin aku. kamu sama Keenan. Kita putus"

"kenapa kamu ngomong gitu????Hah?"tanya Gavin sedikit membentak.

"turuti kemauan aku please, telpon Keenan sekarang dan temuj dia. Cepat!" ucap Ayra tak terbantahkan. Gavin mengiyakan.

"oke kalau itu mau lo, gue turutin" ucao Gavin dingin seraya melangkahkan kaki pergi meninggalkan Ayra yang menangis.

Ini keputusanku, lo gak boleh nyesel Ayra. demi kebahagian Gavin. ucap Ayra membatin. Berusaha mensugesti dirinya.
***

Gavin menghubungi nomor yang baru ia dapat dari adiknya. Karin.

"Halo lo dimana?"tanya Gavin langsung ketika telponnya diangkat.

"maaf. ini siapa?"tanya keenan heran.

"Gavin, lo dimana?"kata Gavin mengulang pertanyaannya lagi.

"gue lagi syuting, kenapa?" tanya Keenan tak bisa menutupi nada suaranya yang kelewat riang.

"cepat temui gue di cafe rose hari ini."

"tap...." ucapan Keen terpotong. Gavin memutuskan telepon sebelum Keen ingin menjawabnya dan mengatakan kalau ia tidak bisa karena masih ada beberapa scene lagi.

"Keenan ayo mulai. Take! Take! cepat!" ucap seseorang memanggilnya.

"okeee"

Keenan pun melanjutkan syuting sinetronnya.






TBC

Night Is Gone AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang