Part 30

6.9K 377 59
                                    

Sedaritadi Papah Viny terus mondar mandir di depan ICU, keadaan di sana sangat hening hanya ada suara isakan Shani dan Mamah Viny yang beradu, Vidy jatuh terduduk di lantai sambil mengacak-acak rambutnya. Lidya, Yona dan Cesen mencoba menenangkan Shani dan juga Mamah Viny. Mereka semua tidak menyangka Viny akan melakukan hal seperti ini. Dokter Leni keluar dari ruangan ICU, mereka semua langsung menghampirinya.

"Gimana anak saya Dok?"tanya Papah Viny khawatir. Dokter Leni menggelengka kepalanya pelan.

"Kritis sekali, Viny terlalu banyak kekurangan darah, daya tahan tubuhnya terlalu lemah. Kemungkinan hidupnya setelah ditransfusi darah pun kecil sekali"ucap Dokter Leni perlahan lalu kembali masuk ke dalam.

Badan Shani melemas mendengarnya, dia jatuh terduduk. Tidak percaya dengan semua ini. Cesen memegangi kedua lengan Shani.

"Ci, ka Viny gak akan ninggalin cici. Jangan ikutan lemah kaya gini Ci, gimana dia mau bertahan kalau cicinya udah pesimis duluan" Cesen mencoba menguatkan Shani. Shani menggoyang-goyangkan lengan Cesen dan menatapnya penuh harap.

"Sen, ini semua cuman mimpi buruk gue kan? Nanti kalau gue bangun, Viny gak kenapa-napa kan? Sen, jawab gue, ini cuman mimpikan? Gak mungkin Viny ninggalin gue, ini gak nyatakan Sen? Ka Lid? Ka Yon?" Shani berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya khayalan buruk, mimpi buruk bukan kenyataan.

Cesen, Lidya dan Yona menatap Shani sendu dan kasihan. Kasihan sekali Shani sampai seperti ini. Papah Viny dan Vidy pergi meninggalkan mereka untuk mendonorkan darahnya, setidaknya masih ada harapan hidup untuk Viny.

"Gak Shan, ini nyata, yang di dalam sana, Viny.." Yona menunjuk ruangan Viny yang ada di hadapannya. Shani menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Dia, sekarang kritis. Jangan kaya gini Shan kasihan Viny"lanjut Yona.

Shani berdiri, pandangannya kosong. Ia menghampiri depan ruangan tersebut dan melihat dari kaca di pintu. Benar. Viny. Dia terbaring lemah disana, tidak bergerak sedikitpun.

"Viny kamu jahat sama aku, kamu tega ninggalin aku. Kalaupun kamu mau ninggalin aku? Gak gini kan caranya Vin?! Sayangin nyawa kamu Vin! Nyawa yang udah Tuhan kasih buat kamu"

Yang lain benar-benar kasihan pada Shani. Kalau mereka sudah ada di posisi Shani, tidak mungkin mereka masih dengan tegarnya berkata seperti itu. Mereka pasti sudah menangis terus menerus bahkan mungkin pingsan saat mendengar kondisi Viny. Cesen mendekat lalu memeluk Shani.

"Udah Ci. Jangan salahin Ka Viny, pasti dia lagi khilaf waktu ngelakuinnya. Gak mungkin dia mau ninggalin cici, pasti dia punya alesan lain" Cesen mencoba menenangkan jiwa Shani yang terguncang.

"Apa alesannya? Gue sendiri gak tau, dia gak pernah bilang ke gue. Dia udah bosen hidup ya? Dia udah gak sayang ya sama nyawanya? Dia udah males ketemu gue?"tanya Shani. Cesen semakin mengeratkan pelukannya.

"Enggak Ci. Ka Viny pasti pingin ketemu cici terus. Jangan ngaitin ini sama cici, jangan"ucap Cesen sedih. Shani hanya bisa menangis mendengar ucapan Cesen.

3 jam berlalu dan keadaan masih sama. Mereka masih menunggu dokter Leni untuk keluar dari ruangan Viny. Tak lama kemudian dokter pun keluar.

"Masih kritis. Dia belum sadar. Kalian boleh masuk"ucapnya.

Viny, dia terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Berbagai macam alat kedokteran terpasang di tubuhnya, membantu kehiupannya. Ada jahitan di tangannya akibat goresan pisau. Untung saja, pandangan Viny tidak terlalu fokus sehingga ia tidak menggores terlalu dalam dan tidak memotong nadinya.

Mamah Viny mengecup kening Viny lalu mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

"Sayang, kamu kenapa? Kok jadi gini sih? Kamu tega ninggalin Mamah sama Papah? Ninggalin Vidy Shani dan temen-temen kamu? Kamu masih sayang kan sama kita? Kamu sadar ya, kamu kembali ya jadi Vinynya Mamah. Viny yang pikirannya dewasa, ga pendek seperti ini. Sadar ya teteh, kembali sama kita, kita kangen sama kamu"ucap Mamah Shani sambil terisak pelan.

Kenapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang