Reysa menatap Reyhan dengan bingung. Apa masuk keruang ketua yayasan adalah hal terburuk?
Wajah Reyhan menunjukkan kalau pertanyaan itu dijawab dengan 'iya'. Bahkan cowok itu lebih banyak diam dari sebelumnya. Wajahnya seakan membeku dan tak bisa berekspresi. Datar.
"Nak Reyhan, masuk," Ucap Pak Ferdi sambil menatap Reyhan dengan tatapan kasihan "kamu juga Reysa." Tambahnya.
Reysa yang sudah berdiri langsung diam saat Reyhan menahan tangannya. "Kenapa Han?"
Reyhan tak menjawab, melainkan dia menghela nafas sambil mengeratkan genggamannya.
Reysa menatap kesekitar, tidak ada siapa-siapa, hanya Pak Ferdi yang masih berdiri di depan pintu. "Ayah mu sudah menunggu nak."
Mendengar itu, Reysa menatap Pak Ferdi tak mengerti. Ayah? Dia lalu menatap Reyhan lagi "Pak Arya itu.."
Reyhan berdiri lalu menatap Reysa sambil tersenyum kecil, "kita masuk sekarang, ya?"
Tanpa menunggu jawaban dari Reysa, Reyhan menarik tangan cewek itu untuk masuk kedalam ruang ketua Yayasan.
Saat mereka masuk, tatapan Arya sudah mengintimidasi Reyhan, terutama tangan cowok itu yang menggandeng milik Reysa.
Reysa melihat kearah Arya dengan hati-hati. Yang dia liat sekarang, sepertinya Reyhan dan Ayahnya itu memiliki hubungan yang tak baik.
"Mau berdiri terus? Atau kau memang tak mau menjelaskan apa yang terjadi tadi kepada saya?"
Terbukti dari panggilan yang Arya gunakan. Adakah anak dan ayah menggunakan sapaan formal?
Setelah menghela nafas, Reyhan duduk di sofa panjang yang menghadap ke arah meja kerja ayahnya itu, Reysa yang tangannya di genggam, mau tak mau mengikuti kemana saja Reyhan pergi.
Arya terus melihat kearah Reyhan dengan tajam "Apa kau mau membuat orang lain celaka lagi karena mu?"
Reyhan tak menjawab, dia hanya diam sambil menatap kemanapun yang pasti bukan kedua manik sang Ayah. Tangan Reyhan yang berada di genggaman Reysa terada begitu kaku.
"Apa kau belum puas merenggut kebahagiaan orang lain, Reyhan?"
Reysa menatap Arya tak percaya. Apa itu tak terlalu jahat? Sumpah Reysa kebingungan sekarang.
"Dia tak bersalah, dan dia mendapatkan apa yang terjadi tadi karena ulahmu. Apa kau tak tau itu?"
Arya bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah jendela yang ada di sebelah meja kerjanya.
"Kau sudah membuatku malu, apa tak ada yang mau kau katakan?"
Reysa dapat merasakan tangan Reyhan mencengkram miliknya keras. Reysa balas menggenggam tangan itu, walau terlihat tegar dan masa bodoh. Reysa yakin, di dalam sana sangat sakit.
"Pak Arya," suara Reysa memecahkan keheningan didalam ruangan itu, Arya yang semulanya tak mau melihat kearah mereka berdua langsung menoleh dan Reyhan yang sedari tadi melihat kearah jam dinding langsung beralih melihat kearah Reysa.
"Bapak salah sangka,"
"Sa." Ucap Reyhan untuk tak berkata lebih jauh. Tapi Reysa hanya menatap Reyhan sambil tersenyum seakan berkata kalau semuanya akan baik-baik saja.
"Kejadian tadi itu terjadi karena siswi yang membawa tong sampahnya tergelincir di tangga, Reyhan sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi. Malahan Reyhan membantu saya disaat orang lain enggan untuk hanya sekedar mengulurkan tangan agar saya bisa berdiri, Reyhan yang membantu saya Pak." Ucap Reysa lancar.
Arya hanya melihat Reysa sambil menilai gadis itu "Kau anak baru yang saya masukkan 2 bulan lalu?"
Reysa mengangguk pelan. Arya langsung mendengus "Kalau kau tak mau merasakan hal itu lagi. Lebih baik tak usah berhubungan dengan lelaki di sampingmu itu. " Ucap Arya.
Sungguh emosi Reysa langsung naik mendengar hal itu. Ayah macam apa dia?
"Maaf pak, sebenarnya saya penasaran,"
Arya kembali menatap Reysa.
"Apa benar bapak adalah seorang ayah?"
Terlontarnya pertanyaan itu langsung membuat Reyhan tersentak "Sa!"
Reysa tidak mengindahkan teriakan Reyhan itu. Kesal. Sungguh. Reysa yang emosinya sudah tersulut tidak akan bisa di redam lagi. Ini sudah keterlaluan.
"Apa benar anda itu orang yang pantas menjadi seorang Ayah?"
"Sa udah cukup!!!"
"Jujur, Saya juga kurang mendapatkan kasih sayang seorang Ayah tapi.. saya tak pernah sekalipun berpikir pernah ada seorang Ayah yang benar-benar tidak menganggap anaknya," Lalu Reysa berdiri disaat Arya terkaget mendengar kata-kata itu.
"sebagaimanapun anda membenci Reyhan, anda tetaplah Ayahnya. Dan sebagaimana pun saya celaka dan di buat malu selama berada di samping Reyhan, saya tak akan pernah menjauh." Setelah itu, Reysa langsung menarik Reyhan keluar dari ruangan.
Reysa tak tau kenapa dia melontarkan semua kalimat itu tadi. Dia hanya...
Entahlah, miris? Kasihan? Tidak terima?
Sungguh Ayah macam apa yang menganggap anaknya pembawa sial?
Reysa tak tau bagaimana perasaan Reyhan sekarang, dia pasti sangat tersakiti.
Tanpa sadar, Reysa menarik Reyhan hingga sampai di atap sekolah. Saat berhenti, dirinya baru menyadari kalau di pipinya sudah mengalir airmata dengan deras.
Dia langsung berbalik menghadap Reyhan dan memeluk tubuh rapuh itu. Reysa tau pasti kalau sekarang Reyhan sedang terpuruk. Manalagi setelah dia mencaci Arya tadi, maka masalah Reyhan akan semakin banyak.
"Maaf... aku- aku gak tau kenapa bisa ngomong kaya gitu tadi." Sesalnya sambil berusaha menahan tangis.
Reyhan tak menjawab, melainkan membalas pelukan Reysa tak kalah erat. Reyhan membenamkan wajahnya di lekuk leher cewek itu.
Tak lama kemudian, Reysa merasakan kalau disana basah.
Reyhan menangis?
Pertanyaan itu terjawab saat Reysa dapat mendengar suara sesenggukan dari bibir Reyhan dan tubuh cowok itu bergetar cukup kencang.
Oh Tuhan.. kenapa selama ini dia bisa begitu kuat?
Reysa mengelus punggung Reyhan perlahan.
"Keluarin semuanya Han. Gak apa apa."
Setelah Reysa berketa seperti itu, Tangis Reyhan langsung pecah.
Reysa hanya bisa memeluk Reyhan, berusaha menyampaikan kalau dirinya ada dan tak akan pergi kemanapun.
Reysa ikut menangis.
Entahlah. Ini memang terlalu melow tapi.. dia tak pernah merasa sesakit ini setelah Bundanya pergi.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
2 REY
Teen Fiction"REY!!" Satu panggilan itu mampu membuat dua orang sekaligus berbalik sambil sama-sama berteriak, "APA?!" Semua berawal dari tiga huruf itu.