[BAB 47] Pernyataan Arya

47.4K 3.3K 73
                                    

Reyhan menunduk sedangkan Arya menatap kosong ke arah pintu ruang rawat Tara.

Tara berhasil melewati masa kritis dan sudah mendapatkan donor darah dari salahsatu perawat yang ternyata memiliki golongan darah yang sama dengan Tara.

Gibran yang menemani istrinya meninggalkan dua manusia yang bahkan tak pernah berhadapan berdua seperti di lorong rumah sakit yang sepi.

Reyhan duduk untuk mendengarkan kebenaran.

Dan Arya disana untuk memberitahukan kebenaran.

"Apa yang selama ini Rey gak tau?" Suara Reyhan terdengar lebih dulu karena sudah beberapa menit mereka hanya saling diam.

Arya melirik Reyhan sebentar lalu kembali menatap kedepan "Apa yang ingin kamu tau?" Tanya Arya balik kepada Reyhan. Reyhan mengerutkan kening demndengar itu.

"Semuanya? Pernyataan Ayah di dalem tadi soal Kak Tara yang bukan anak kandung Ayah? Soal kenapa Ayah nyembunyiin penyakit Kak Tara dari Rey? Soal kenapa Ayah benci sama Rey?!"

Suara Reyhan meninggi tanpa dia sadari. Ayolah, siapa yang tidak emosi jika dalam 1 hari dirinya mendapatkan kesulitan bertubi-tubi?

Arya yang mendapat semua pertanyaan itu hanya terdiam sekan berpikir apa yang harus dia jawab terlebih dahulu.

Setelah hening cukup lama, akhirnya Arya bersuara.

"Tara, memang bukan anak kandungku,"

Reyhan menatap sang Ayah dari samping.

"Dia kami adopsi beberapa tahun sebelum kau lahir. Saya pikir Kania tak akan bisa mengandung karena sakit. Makadari itu kami mengadopsi Tara. Sejak awal kau dan Tara tak punya ikatan apapun. Tara juga tau akan hal itu." Jelas Arya.

Reyhan menatap Arya tak mengerti "Kenapa gak bilang dari awal? Kenapa-"

"Agar kau bisa terus bersama dengan anak Aldo? Apa kau tak berpikir tentang apa yang orang katakan jika kedua anakku bersama dengan kedua anak Aldo?!"

Reyhan tertawa getir "Apa hanya alasan itu yang Ayah punya? Apa hanya karena itu ayah membenciku?!"

Arya kali ini menatap Reyhan dengan mata tajamnya "Kau terlalu  mengingatkanku kepada Kania. Itulah jawaban atas pertanyaanmu yang terakhir." Ucap Arya lalu dirinya bangkit, saat hendak melangkah meninggalkan Reyhan, langkahnya terhenti sata mendengar Reyhan berkata

"Maafkan Reyhan,"

Arya terdiam. Dia merasa hatinya teriris mendengar suara anaknya yang bergetar. Bagaimanapun juga, Reyhan adalah anak kandungnya.

"Karena Reyhan, Bunda pergi."

Arya menghela nafas, ini salahnya. Bukan salah Reyhan.

"Ayah benci kepadaku karena kecelakaan itu, kan? Sungguh, aku pun tak bisa memaafkan diri sendiri karena itu. Karena kelalaian ku, Bunda pergi, Ayah pun membenciku."

Reyhan menyelesaikan perkataannya dengan tangis yang pecah. Bebannya sudah terlalu menumpuk sehingga dirinya tak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan berharap ayahnya akan mengerti bahwa dirinya sendiri tak tau harus berkata apa untuk menjelaskan semua rasa bersalahnya terhadap Arya.

Mendengar tangis Reyhan yang semakin menjadi, Arya berbalik. "Aku tak pernah membencimu."

Satu kalimat yang Arya keluarkan mampu menghentikan tangis Reyhan. "Aku tak pernah membenci anakku sendiri." Reyhan menatap Arya tak percaya. Apa dia tak salah dengar?

"Saat mengetahui kau hadir di rahim Kania, semuanya terasa begitu lengkap untukku. Membayangkan kau hidup di antara kami, hal itu saja sudah membuatku bahagia. Dan membayangkan kau tumbuh adalah hal yang paling aku tunggu,"

Reyhan menatap Arya tak percaya. Apa ini mimpir? Tolong jangan bangunkan dia.

"Aku tak pernah membencimu, Reyhan." Ucap Arya sekali lagi, pria itu menatap Reyhan dengan tatapan lembutnya. Tatapan yang baru Reyhan dapatkan setelah perginya Bunda.

"Tapi kenapa?" Tanya Reyhan tak mengerti "kenapa Ayah seakan membenciku? Selalu menganggapku tak ada? Selalu berkata bahwa aku ini pembawa sial?"

Arya langsung menghela nafas dan dirinya kembali duduk di samping Reyhan.

"Maafkan aku. Aku hanya tak bisa melihatmu. Melihatmu hanya mengingatkanku terhadap Kania. Melihatmu hanya membuatku semakin merasa bersalah atas perginya Kania. Andai saat itu aku tak mementingkan rapat bodoh itu. Mungkin Kania masih ada di sini. Saat melihatmu hanya membuatku semakin menyesali segala yang aku perbuat selama ini. Makadari itu aku berusaha untuk menjauh."

Reyhan tak bisa berkata apa-apa, dia merasa kalau apa yang tak dia mengerti sekarang langsung menjadi jelas dan dia bisa menerima alasan sang Ayah.

"Maafkan Ayahmu ini, Rey. Semenjak anak gadis itu memakiku di kantor, aku mulai berpikir bahwa apa yang aku lakukan terhadapmu adalah sebuah kesalahan besar. Dia menyadarkanku tentang apa yang selama ini aku tak tau,"

Reyhan terdiam, menunggu kelanjutan perkataan Arya.

"Bahwa seorang Ayah tak akan pernah bisa membenci anaknya. Reysa menyadarkanku akan hal itu."

Reyhan menatap Ayahnya tekpercaya "Jadi ayah-" Arya menatap Reyhan dengan lembut "aku tak pernah membencimu, Reyhan. Maafkan aku."

Tepat setelah itu, Reyhan langsung memeluk sang Ayah dan menangis sejadi jadinya disana. Dia merindukan ini. Saat Arya membalas pelukannya dan menepuk punggungnya pelan, Reyhan semakin menyadari bahwa Arya kembali. Dia merindukan pelukan sang Ayah.

"Reyhan," panggil Arya. Reyhan pun mengurai pelukannya dan menatap sang Ayah dibalik mata yang terus tergenang air itu.

"Terimakasih karena tetap memanggilku Ayah." Ucap Arya tulus disertai dengan senyuman tipis yang pernah hilang bersamaan dengan hilangnya sang Bunda.

Akhirnya, Arya kembali.

To be continued

2 REYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang