Reyhan menatap pintu di hadapannya dengan perasaan tak tenang. Dia berharap apa yang dikatakan Gibran saat di gor hanyalah sebuah lelucon.
"Tara dirawat."
Reyhan menghela nafas. Reysa yang berdiri di belakang cowok itu bisa dengan jelas melihat kekhawatiran Reyhan. Walau mau bagaimanapun keadaan hubungan antara Reyhan dan Tara sekarang, tetap saja mendapati kakaknya dalam kondisi sakit adalah hal yang berat.
Gibran yang sedari tadi diam akhirnya melangkah maju dan merangkul bahu Reyhan sambil membuka knop pintu. Reyhan menutup matanya begitu merasakan Gibran melepas rangkulannya dan berjalan masuk.
"Ayo." Suara Reysa di belakangnya membuat Reyhan membuka mata. Gadis itu kini tengah mengusap punggungnya sambil tersenyum menenangkan. "Gak apa-apa." Ucap Reysa lagi begitu melihat kekhawatiran di mata Reyhan. Cowok itu mengangguk lalu menggenggam tangan Reysa.
Begitu keduanya memasuki ruangan serba putih itu, yang pertama bisa Reyhan tangkap adalah sosok wanita yang tengah berbaring lemah di atas karus dengan beberapa alat yang terpasang di tubuhnya. Reyhan mengeratkan genggamannya terhadap tangan Reysa, berharap dengan begitu dia mendapat sedikit kekuatan untuk mendekati tubuh sang kakak yang terlihat begitu menyedihkan.
"Rey.."
Reyhan mundur satu langkah. Ada trauma tersendiri baginya saat melihat seseorang dengan kondisi seperti Tara saat ini. Reyhan tidak ingin kilasan masalalu itu terulang lagi dengan akhir cerita yang sama.
Reyhan tak mampu untuk merasakan kehilangan lagi.
"Rey.."
Suara Tara terdengar begitu lemah. Wanita itu masih berusaha memanggil sang adik yang kini tengah menatapnya takut. Tara mengerti sangat akan apa yang ada di pikiran adiknya itu. "Sini, Rey."
Reyhan menghela nafas berat. Dirinya tersentak begitu Reysa menariknya mendekati Tara. Gadis itu menghadapnya sambil tersenyum. Anggukan yang diberikan oleh Reysa seakan memberikan keyakinan untuk Reyhan bahwa dia bisa meraih Tara. Bahwa Tara tidak akan mengalami hal yang serupa dengan Bunda.
Dengan perlahan Reyhan berjalan mengikuti langkah Reysa menuju kearah kasur yang terletak di tengah ruangan itu. Semakin dekat, Reyhan makin bisa melihat dengan jelas kondisi Tara saat ini. Lebih kurus dari beberapa hari terakhir mereka bertemu. Mata yang biasanya memancarkan semangat kini berubah sayu.
"Kak.."
Tara tersenyum di balik selang yang menghiasi hidungnya. "Kakak kangen Rey." Ucap Tara lirih. Air mata sudah tak dapat lagi dibendung oleh wanita itu. Dan hal tersebut sukses membuat Reyhan ikut menitikkan air mata.
Reyhan maju, meraih tangan Tara yang bebas dari infus. Menggenggam cukup erat, berharap dengan begitu Reyhan dapat memberikan kekuatan untuk Tara. Berharap Reyhan dapat merasakan rasa sakit yang sama.
Reyhan tak mengalihkan tatapannya dari mata Tara. Keduanya saling mengamati kondisi masing-masing. Melihat Reyhan dan Tara terdiam membuat Reysa bingung harus berbuat apa. Gadis itu mundur dan berbalik menuju pintu masuk diikuti oleh Gibran yang ingin memberikan waktu untuk kakak beradik itu berdua.
Sepeninggal Reysa dan Gibran. Reyhan langsung menunduk. Mengalihkan pandangannya agar air mata yang mengalir cukup deras di pipinya tidak terlihat oleh Tara. Namun hal itu percuma karena kakaknya itu sudah melihatnya sejak awal. "Rey kenapa nangis?" Tanya Tara sambil mengangkat dagu Reyhan dan menghapus air mata yang terus keluar mengaliri pipi Reyhan.
Reyhan hanya bisa menggeleng sambil terus berusaha menahan tangisnya yang entah mengapa tidak bisa ia hentikan. "Jangan nangis dong.. kakak jadi pengen nangis juga."
Reyhan mengusap wajahnya dengan satu tangan. "Maaf.." ucap Reyhan lirih. "Maafin Rey.."
Tara menatap adiknya itu dengan senyum lemah lalu menarik kepala Reyhan hingga kini dirinya bisa memeluk sang adik dengan erat. "Bukan salah Rey."
Tangis Reyhan semakin menjadi. Dan hal itu semakin membuat Tara merasa bersalah karena dirinya telah menyembunyikan hal ini dari Reyhan terlalu lama. Reyhan berhak tahu jika dirinya sakit. Dan Reyhan berhak tahu jika dirinya akan pergi cepat atau lambat.
-----
"Kenapa kakak gak pernah bilang sama Rey?"
Tara diam. Dirinya terus menatap Reyhan berusaha untuk menegarkan diri jikalau adiknya berubah. Kecewa terhadap keputusannya untuk menyembunyikan penyakitnya ini. "Kakak takut kamu sedih." Jawab Tara. Dan hal tersebut sukses membuat Reyhan kesal bukan main. "Sedih?! Menurut kakak lebih sedih Reyhan yang sekarang atau dulu?! Pikiran kakak sempit banget sih!"
Tara tersenyum lemah dan mengusap kepala Reyhan. "Kamu gak sekuat ini dulu. Kakak gak mau ngasih beban lebih setelah Bunda gak ada."
Reyhan terdiam. Dirinya menatap Tara dengan tatapan kesal. Mau bagaimanapun dia berhak tahu. Masa bodoh dengan perasaannya dulu, Tara lebih penting.
"Sejak kapan?"
Tara tersenyum lalu mengacak rambut Reyhan "Baru tahu setelah Bunda meninggal. Waktu check up." Reyhan bergumam mengingat masa itu. Dimana Tara melakukan check-up dikarenakan kondisi fisiknya menurun drastis setelah Bunda meninggal. Reyhan pikir Tara baik-baik saja karena setelahnya gadis itu malah pindah ke Amerika dengan alasan akan kuliah. Tapi kenyataannya Tara pergi untuk pengobatan. Dan pengobatan itu tidak membuahkan hasil.
"Sakit ya kak?" Pertanyaan bodoh memang. Tapi Reyhan masih tetap ingin menyuarakan pertanyaan itu. Apa memiliki penyakit mematikan di dalam darahnya itu sangat menyakitkan? Bagaimana rasanya? Cuci darah? Infus? Reyhan tak bisa membayangkan betapa beratnya hari-hari Tara.
"Engga kok. Kan Rey udah disini."
Sial, Tara bodoh. Reyhan jadi ingin menangis lagi.
"Maafin Rey.." Tara menggeleng "Kamu gak salah. Wajar kok kamu pergi, kakak gak mikirin perasaan kamu sama Reysa. Maafin kakak ya?"
Reyhan mengangguk lalu hening sebentar "Pernikahannya?"
Tara terkaget begitu mendapat pertanyaan itu. Dirinya berdeham beberapa kali untuk mencari suaranya yang hilang. "Uh-"
"Gapapa, gak usah mikirin Rey sama Reysa." Ucap Reyhan dengan penuh kesadaran. Bahkan kini matanya memancarkan kesungguhan yang amat sangat besar seakan meyakinkan Tara untuk menikah secepatnya dengan Gibran.
"Rey, kakak-"
"Menikahlah kak. Reyhan sama Reysa gak ada hubungan apa-apa."
To be continued
Yuhuuu!!!!!!! Gimana? Eheheh
Maafin ya aku lama banget updatenya. Soalnya memang entah kenapa buat nulis lagi berat aja gitu. Dan lagi wattpad lagi error parah jadinya agak takut buat update.So.. gimana? Lanjut? Atau udah aja? Soalnya aku takut update lama lagi dan bikin kalian give up buat nunggu.
Ya pokoknya aku usahain supaya bisa nulis cepet yaa.
Bye byeee
Fromzulfa with ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
2 REY
Teen Fiction"REY!!" Satu panggilan itu mampu membuat dua orang sekaligus berbalik sambil sama-sama berteriak, "APA?!" Semua berawal dari tiga huruf itu.